Pertanyaan dasar kedua. Mengapa SJW tidak ambil bagian dalam pengelolaan lingkungan daerah tambang?
Saya berharap ada SJW-SJW yang menulis di Kompasiana bisa merespon tulisan saya ini, karena sampai saat inipun saya tidak melihat ada tim keadilan yang berpartisipasi dalam desain perbaikan lingkungan.Â
Kerusakan lingkungan memang isu bersama, tapi berteriak tanpa solusi ya percuma.
Jadi SJW itu negatif?
Untuk saat ini SJW berkonotasi negatif. SJW lebih dianggap sebagai pasukan panjat sosial dengan rajin memposting isu-isu sosial yang populer dan terkesan pro-rakyat di twitter. Namun, lagi-lagi, tanpa riset yang mendalam. Apalagi mereka pun rajin mempersekusi orang-orang yang tidak sejalan dengan mereka.
Lantas bagaimana SJW sejati di mata saya?
SJW sejati tidak perlu gembar-gembor, cukup dengan tindakan sederhana, seperti tidak menawar harga ketika belanja di tukang sayur.
Lho kok sesederhana itu? Ya, as simple as that, sesederhana itu.Â
Inti SJW adalah memperjuangkan keadilan sosial. Keadilan bagi si kaya dan si miskin. Adil ya adil.
Jika SJW memperjuangkan kenaikan gaji UMP di atas pertumbuhan ekonomi dan inflasi, maka yang mereka bela hanyalah kelompok buruh, bukan kelompok pengusaha. Yang ada, para pengusaha kabur dari Indonesia atau mengganti tenaga kerja manusia menjadi otomasi yang lebih efisien, dan efeknya terjadi PHK/pengangguran massal.Â
Implikasi lanjutan tentunya panjang dan merugikan negara. Yang rugi ya buruh-buruh juga, bahkan menyasar ke masyarakat lain. Tidak ada keadilan di sana, yang ada kehancuran.