Contoh paling nyata adalah antrian taksi di mall. Ini sepele tapi signifikan. Tidak ada taksi yang ber-sliweran di luar mall, semua harus masuk, mau tidak mau. Karena selain ada petugas pengontrol, juga di luar tidak disediakan shelter. Jika tidak  ada shelter, siapa yang mau menunggu taksi di atas terpaan sinar matahari bersuhu 48 derajat?
Di mall sendiri, khusus disediakan rute taksi yang biasanya berbeda pintu dengan rute mobil pribadi, ini untuk menghindari anteran dan kemacetan. Untuk para penunggu, wajib untuk berdiri sejajar dengan penunggu taksi lain di garis yang sudah ditentukan, seperti di City Center mall. Jika menyerobot, anda harus bersiap berurusan dengan polisi, dan itu sangatlah ribet.
2. Budaya Lalu lintas
Ini masih kelanjutan dari budaya tertib yang di ciptakan di Qatar, dan ini sangat cocok untuk mendukung revolusi mental, ciptakan sistem. Di Qatar, setiap perempatan lampu merah selalu di letakkan kamera pemantau yang secara otomatis akan menjepret mobil yang melewati lampu merah, semacam ada sensor.
Jadi barangsiapa yang nekat melewati perempatan sedangkan lampu sudah berwarna merah, siap-siap akan mendapat surat tilang beserta denda sebesar 6000 QR atau setara kurang lebih 21,6 juta rupiah! (1 QR = ± Rp 3600). Uhuk!
Bagaimana jika tidak bayar? Jangan harap bisa keluar dari negara Qatar karena visa anda akan berstatus hold sampai anda melunasi denda tersebut. Tidak perlu ada negosiasi dengan polisi, sidang atau apapun. Kasarnya "Lu bayar atau enggak, lu yang rugi"
Mau berani?
3. Budaya sistem integrasi tanpa kompromi
Harus diakui, Qatar adalah negara dengan multi kultural antar negara, yang mana lebih kompleks dari Indonesia. Di Indonesia, meskipun kita bermulti kultur tapi kita masih satu negara, masih satu bahasa tanpa harus mikir dua kali sebelum bicara.
Di Qatar, beragam suku budaya dari yang paling timur dunia hingga paling barat dunia ada disitu. Meskipun negara kerajaan, jika tidak memakai sistem maka akan berantakan pengaturan di negara tersebut. Jadi, Qatar menerapkan kebijakan satu pintu, melalui Kementrian Dalam Negeri atau Ministry of Interior. Bahkan sudah bisa di akses online melalui portal MOI.
Dari sini kebijakan pemerintah terkait kepentingan publik di urus, dan sistemnya sudah terintegrasi. Jadi, misalnya jika Presiden Jokowi ingin memberikan Kartu Indonesia Waras, Kementerian cukup mendata dari e-KTP mana warganya yang tidak sakit jiwa, dimana alamatnya, apa pekerjaannya, berapa anaknya, berapa istrinya, berapa gaji perbulan (kecuali sampingan) hingga asuransi akan terdata.
Warga cukup mendaftarkan no HP yang aktif, dan jika kartu sudah jadi anda tinggal di sms dan datang ke kantor untuk mengambil, tanpa perlu pukul-pukulan untuk mengantre. Jika ada warga Indonesia yang tidak update no HP dan tidak tahu informasi lantas ngedumel, tinggal di informasikan bahwa "Sosialisasi sudah berlangsung setahun, anda sendiri yang tidak update dan anda harus bayar denda 20 juta, mau bayar atau denda kurungan? Ini sudah sistem jadi tidak ada kompromi".