Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

5 Budaya Qatar yang Cocok Untuk Memperbaiki Indonesia

6 September 2016   16:49 Diperbarui: 6 September 2016   17:55 1487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sempat tinggal di negeri Qatar, tepatnya di ibukota Doha pasti meninggalkan kesan tersendiri bagi saya dan keluarga, meskipun gaji masih belum bisa untuk buzzer pilgub DKI tapi setidaknya bisa disyukuri untuk meningkatkan gizi anak dari sekedar ikan asin menjadi ikan kembung.

Hal lain yang berkesan tentunya adalah budaya. Beda negara, beda budaya, adaptasi? Sudah tentu wajib, toh bukankah di Indonesia kita memang dilatih untuk terbiasa saling berbeda? Termasuk dalam bersosial media, di negara lain mana ada yang seperti itu.

Jadi jika anda termasuk yang tidak mau menerima perbedaan di Indonesia ya cari saja passport negara lain, paling tidak anda hanya pusing jika sewaktu-waktu dipanggil jadi Menteri.

Nah, kembali ke Qatar. Qatar adalah negara kaya pemilik cadangan gas bumi terbesar ketiga di dunia dan juga minyak bumi dimana mayoritas pekerjanya adalah expatriat.

Bangga juga disana kami menjadi "bule" meskipun "bule" kawe tiga, dibawah kaum Eropa dan India kasta Vaisya keatas :))

Oya, jangan salah jika warga Indonesia disana cukup di segani, kenapa? Dari gosip yang beredar, orang Indonesia punya keuletan kerja yang khas, jarang mengeluh, hobi lembur sehingga dianggap sebagai bangsa pekerja keras. Hampir dinilai sama dengan bangsa Jepang. Nah lho, bangga juga kan.

"Indonesian people are likes Japaneses, very hard working isn't it?"
"Definitely yes, same in works but different in destiny". Ujar saya, diikuti ngakaknya orang-orang Arab. Tak perlu lebih diperjelas saya rasa, anda pun paham.

Nah, jika Indonesia dikenal karena budaya kerja kerasnya, maka di Qatar ada budaya-budaya baik yang sebetulnya bisa diterapkan di Indonesia, dan itu murah, bahkan no cost.

Ya, memang Qatar banyak mengadopsi beberapa budaya barat, tetapi saya rasa masih lumrah jika Indonesia bisa sedikit berkaca. Toh, meskipun Qatar adalah negara Islam, tetapi mereka fasih menyaring budaya barat yang baik dan bisa diterapkan di negaranya, hasilnya: Wonderful.

Percampuran budaya tanpa mengusik satu dengan lainnya. Sumber: Dok pribadi
Percampuran budaya tanpa mengusik satu dengan lainnya. Sumber: Dok pribadi
Nah berikut 5 hal budaya Qatar yang bisa di tiru di Indonesia tanpa harus nyinyir ala sosial media.

1. Budaya Tertib
Ini budaya yang indah di Qatar, tertib adalah salah satu tolak ukur majunya suatu bangsa, dan Qatari (orang asli Qatar) menyebut bahwa budaya tertib bukan dilahirkan, tetapi diciptakan.

Contoh paling nyata adalah antrian taksi di mall. Ini sepele tapi signifikan. Tidak ada taksi yang ber-sliweran di luar mall, semua harus masuk, mau tidak mau. Karena selain ada petugas pengontrol, juga di luar tidak disediakan shelter. Jika tidak  ada shelter, siapa yang mau menunggu taksi di atas terpaan sinar matahari bersuhu 48 derajat?

Di mall sendiri, khusus disediakan rute taksi yang biasanya berbeda pintu dengan rute mobil pribadi, ini untuk menghindari anteran dan kemacetan. Untuk para penunggu, wajib untuk berdiri sejajar dengan penunggu taksi lain di garis yang sudah ditentukan, seperti di City Center mall. Jika menyerobot, anda harus bersiap berurusan dengan polisi, dan itu sangatlah ribet.

Mengantri taksi di dalam mall. Sumber: www.dohanews.com
Mengantri taksi di dalam mall. Sumber: www.dohanews.com

2. Budaya Lalu lintas
Ini masih kelanjutan dari budaya tertib yang di ciptakan di Qatar, dan ini sangat cocok untuk mendukung revolusi mental, ciptakan sistem. Di Qatar, setiap perempatan lampu merah selalu di letakkan kamera pemantau yang secara otomatis akan menjepret mobil yang melewati lampu merah, semacam ada sensor.
Kamera di sudut-sudut jalan. Sumber: www.dohanews.com
Kamera di sudut-sudut jalan. Sumber: www.dohanews.com
Dari foto tadi, nomor polisi mobil anda akan terekam, dan secara otomatis pula seluruh data anda dan juga keluarga anda akan muncul sebagai pelanggar lalu lintas, ini dikarenakan sistem informasi disana yang sudah terintegrasi. Nah ini gunanya e-KTP, sobat.

Jadi barangsiapa yang nekat melewati perempatan sedangkan lampu sudah berwarna merah, siap-siap akan mendapat surat tilang beserta denda sebesar 6000 QR atau setara kurang lebih 21,6 juta rupiah! (1 QR = ± Rp 3600). Uhuk!

Kamera di lampu merah. Sumber: www.traffic-tech.com
Kamera di lampu merah. Sumber: www.traffic-tech.com
Ini di berlakukan juga untuk orang yang parkir asal-asalan, dendanya 300 QR, lumayan kan satu juta lebih, ongkos ganti oli ke bengkel hilang melayang. Inilah sistem, dan bisa diterapkan di Indonesia. Jangan sistem mau di aplikasikan lantas kita sudah sibuk nyinyir di medsos untuk menghujat, you are really loser bro.

Bagaimana jika tidak bayar? Jangan harap bisa keluar dari negara Qatar karena visa anda akan berstatus hold sampai anda melunasi denda tersebut. Tidak perlu ada negosiasi dengan polisi, sidang atau apapun. Kasarnya "Lu bayar atau enggak, lu yang rugi"

Mau berani?

3. Budaya sistem integrasi tanpa kompromi
Harus diakui, Qatar adalah negara dengan multi kultural antar negara, yang mana lebih kompleks dari Indonesia. Di Indonesia, meskipun kita bermulti kultur tapi kita masih satu negara, masih satu bahasa tanpa harus mikir dua kali sebelum bicara.

Di Qatar, beragam suku budaya dari yang paling timur dunia hingga paling barat dunia ada disitu. Meskipun negara kerajaan, jika tidak memakai sistem maka akan berantakan pengaturan di negara tersebut. Jadi, Qatar menerapkan kebijakan satu pintu, melalui Kementrian Dalam Negeri atau Ministry of Interior. Bahkan sudah bisa di akses online melalui portal MOI.

Dari sini kebijakan pemerintah terkait kepentingan publik di urus, dan sistemnya sudah terintegrasi. Jadi, misalnya jika Presiden Jokowi ingin memberikan Kartu Indonesia Waras, Kementerian cukup mendata dari e-KTP mana warganya yang tidak sakit jiwa, dimana alamatnya, apa pekerjaannya, berapa anaknya, berapa istrinya, berapa gaji perbulan (kecuali sampingan) hingga asuransi akan terdata.

Warga cukup mendaftarkan no HP yang aktif, dan jika kartu sudah jadi anda tinggal di sms dan datang ke kantor untuk mengambil, tanpa perlu pukul-pukulan untuk mengantre. Jika ada warga Indonesia yang tidak update no HP dan tidak tahu informasi lantas ngedumel, tinggal di informasikan bahwa "Sosialisasi sudah berlangsung setahun, anda sendiri yang tidak update dan anda harus bayar denda 20 juta, mau bayar atau denda kurungan? Ini sudah sistem jadi tidak ada kompromi".

Akhirnya, budaya canggih dan tidak norak pun tercipta dengan sakinah.

4. Budaya menghormati perbedaan
Ini yang paling khas. Ada di antara anda yang masih mengurusi boleh qunut atau tidak? Ada yang masih mengurusi apakah bercadar itu wajib atau tidak? Atau perlu tidaknya jidat hitam sebagai tanda anggota power rangers? Ada yang mengurusi mahzab A, mahzab B atau masih unyu unyu berbicara soal Wahabi. Di mayoritas negara Arab, hampir tidak ada perbedaan dari itu semua, selama anda masih sholat di masjid yang umum, anda tidak akan menemui sedikitpun pergunjingan dan nyinyirisme ala Indonesia.

Pernah saya bertanya iseng,

"Kenapa di mesjid ini sholat tarawihnya 23 dan bukan 11 rakaat?"

"Who cares? Kita menghadap Tuhan yang sama, jika anda ingin 11 rakaat datanglah ke Mesjid di sana, tidak ada yang melarang"

Yup, perbedaan yang kentara hanya di masjid Syiah, dan itu biasanya ditandai dengan kubah warna hijau. Itupun hanya sebatas tempat sholat, bukan hubungan antar manusia. Itu baru sesama muslim, bagaimana dengan non muslim? Yang pasti tidak ada spanduk kafir mengkafirkan. Di waktu sholat, masjid selalu penuh tanpa suara speaker masjid dengan volume di atas rata-rata.

Tidak ada hegemoni berorasi zikir hingga menutup jalan umum, meskipun rakyat disana tidak bayar pajak. Bayangkan jika kita di Indonesia yang sama-sama bayar pajak lalu ada pihak yang menutup jalan sepihak atas nama agama atau partai, hingga orang lain harus memutar, sehat?

Perlu di catat bahwa negara Qatar adalah negara dengan sistem Islam, meskipun tidak diberlakukan hukum hudud tetapi hukum Islam yang lain tetap berjalan, shalat berjamaah, masjid dimana-mana dan mayoritas para wanita yang menutup aurat di jalan, polisi bertindak sesuai tugasnya dan rakyat patuh dengan sistem, sudah cukup mencerminkan hukum Islam yang memayungi keragaman.

Dan dengan itu semua, sholat subuh selalu penuh seperti sholat Jumat dan di waktu sholat Jumat tidak ada suara berisik anak kecil. Semua memiliki kedewasaan dan kesadaran diri untuk bersujud tanpa harus berkata nyinyir "Kamu kafir".

Souq Waqif dengan latar belakang Masjid Al Fanaar. Sumber: Dok pribadi
Souq Waqif dengan latar belakang Masjid Al Fanaar. Sumber: Dok pribadi

5. Budaya memanusiakan manusia
Yang kentara dari sebuah negara yang "beradab" adalah fasilitas umumnya. Dan itu yang kami rasakan di Qatar.

Pertama, hampir disetiap kecamatan punya minimal satu taman umum, setiap tamannya tertata rapi dan dirawat dengan baik, ada playground, memiliki sistem perawatan taman dan pengairan yang memang khusus untuk pertamanan, dan itu semua gratis. Di situlah kami warga Indonesia sering berkumpul, dimana anak-anak bisa membebaskan dirinya dari gadget.

Warga Indonesia berkumpul di Taman. Sumber: Dok pribadi
Warga Indonesia berkumpul di Taman. Sumber: Dok pribadi
Yang kedua adalah kontur trotoar yang di desain memiliki lekung turunan, gunanya untuk memudahkan bila membawa kereta bayi dan juga kursi roda, tentunya mengakomodir balita dan para difabel. Contohnya seperti foto di bawah:
Trotoar dibuat landai untuk memudahkan kereta bayi dan difabel. Sumber: Dok pribadi
Trotoar dibuat landai untuk memudahkan kereta bayi dan difabel. Sumber: Dok pribadi
Jalan masuk mall untuk kereta bayi dan difabel. Sumber: Dok pribadi
Jalan masuk mall untuk kereta bayi dan difabel. Sumber: Dok pribadi
Itu semua mudah untuk diaplikasi di Indonesia, untuk taman sudah saatnya kita memiliki departemen khusus pertamanan. Indonesia sudah terlalu rusak dengan mall-mall dan perkantoran yang di bangun di sembarang tempat. Trotoar masih bisa kita bangun ulang, toh pembangunan infrastruktur masih berjalan, apa salahnya konsep memanusiakan manusia tadi bisa di akomodir.

Duitnya darimana? Itu bukan urusan kita, urusan kita adalah taat bayar pajak dan berusaha supaya dapur tetap mengebul sambil sesekali kasih masukan positif dengan tulisan. Kalau untuk mumet, sudah ada ahli-ahli yang dibayar mahal untuk berpikir.

Jadi, kasihan sekali anda yang masih suka nyinyir tapi 'maaf', kosong.

Let's change!

***

Artikel dimuat di blog pribadi disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun