“PKI?” Tanya sang istri mengendurkan wajahnya. Wajah yang semula serius mendadak murung.
“Iya, kenapa dek? Kok kamu..?”
“Kok namanya harus PKI tho mas..mbok yang aman-aman saja, PKI setahu ku itu sudah dilarang pak Harto dulu. Waktu di kampung, simbok sering cerita kalau pak Harto itu benci sekali sama PKI, ojo melu-melu, gitu katanya” Ujar sang istri dengan wajah was-was.
“Aku takut mas’e..hambok yang wajar-wajar aja”
“Halaaah dek, ini kan sudah turun temurun dari jaman bapak ku dulu. Bapak itu tukang jualan makanan, dari mie ayam, lalu bubur, bakso dan terakhir sukses dagang soto di Jl Kramat sini, makanya sampek di panggil Kang Nyoto, lha aku ini pewarisnya, Wahyu Setiaji anak Kang Nyoto. Dari tahun 65 bapak jualan gitu”
“Ya tinggal di ganti tho mas’e”
“Di ganti opo?”
“Ya pokoknya jangan PKI”
“Lha PKI itu kan kepanjangannya Partai Kaki-lima Indonesia tho dek, apa lagi yang bisa disingkat? Ini sudah titah bapak ku, harus memperbesar partai khusus pedagang kaki lima. Partai ini ideologinya ya kaki lima, memajukan usaha kaki lima dari kota hingga pedesaan”
“Mungkin simpatisan bisa sampai 15 juta lho dek, dari semua pedagang kaki lima sampai penggemar makanan kaki lima, apa kurang mulia cita-cita itu?” Sambung Wahyu.
“Sekarang sudah banyak anak muda yang mau gabung, karena mereka pecinta jajanan kaki lima, ndak ngincer kursi di DPR kita dek, yang penting para pedagang ini punya wadah untuk aspirasi, gitu aja. Ndak mumet-mumet”