Andaipun partai politik ingin menggaet tokoh progresif tadi untuk bertarung di saat sekarang, masyarakat Jakarta lebih dulu bertanya, langkah oportunis macam apa lagi ini? Partai dianggap hanya ingin berkuasa. Hasilnya bisa ditebak, masyarakat menolak, muncul ilmu cocokologi, calon A lebih cocok di kota A, calon B cocok di kota B, dll persis seperti paguyuban Mak Comblang. Dari sini, persepsi publik mulai mempengaruhi pasar, ujungnya adalah si calon ditarik lagi ke kota asal atau justru menarik diri dari pencalonan.
Sama dengan AS, terpilihnya Presiden Jokowi membuktikan mayoritas masyarakat Indonesia sudah berpikir progresif, isu SARA yang diangkat untuk menjatuhkan Jokowi dahulu, justru meningkatkan pamornya dan jangan lupa, Jakarta adalah barometer yang utama, terlepas siapa yang menggulirkan isu tersebut.
Terakhir, masyarakat Indonesia sudah muak dengan unsur partai politik, fair harus diakui bahwa langkah Ahok melalui jalur independen adalah angin segar. Selama Ahok tidak terbukti korupsi oleh KPK, maka probabilitas kembali menjabat gubernur DKI adalah cukup besar.
Jadi, jika di AS beredar “Asal Bukan Trump” adalah beralasan, jargon di Jakarta “Asal Bukan Ahok” perlu dipertanyakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H