"Oya dua lagi. satu aku mau bikin Citor, Cilok Motor, jadi kayak ojek online, cuma semua penumpangnya sambil makan cilok supaya santai. Kedua, mungkin aku butuh perkapalan untuk ekspor impor cilok, dan aku tertarik Adigung Shipyard." Ujarnya.
"Hah..itu kan perusahaan suamiku, gilak kamu Rangga, emang gak ada yang lain apa?..efek bales dendam??" Semprot Cinta.
"Ada, tapi punya suami mu adalah yang paling menarik. Oya sekalian aku mau tanya, dulu..kenapa pas aku di Amrik justru kamu kawin sama orang itu?"
"Huuh...ya...karena aku..karena aku....aku butuh, aku butuh eksis di duniaku, aku butuh hidup yang lebih, dan aku gak bisa cuma ngandelin ijazah psikologi Rangga, kamu ngerti kan?" Jawab Cinta.
"Kepepet hutang?"
"Aku realistis! Gak mungkin aku cuma berkhayal nunggu kamu selama 14 tahun, gak mungkin..temen-temenku udah pada nikah, pada punya anak, punya kehidupan. Dan pria itu, bisa buat kehidupan aku lebih ...yah..lebih..."
"Lebih eksis? Lebih glamor? Dasar gak punya kepribadian."
Cinta hanya diam kali ini, tidak seperti 14 tahun yang lalu ketika dirinya memberontak ketika Rangga berucap hal yang sama.
"Tapi Rangga, aku cuma cinta sama kamu." Tiba-tiba Cinta mengendur.
"Aku..mungkin enggak bahagia secara batin sama laki-laki yang sama aku sekarang, dia cuma ngewarisin usaha turun temurun, sedang kamu, usaha cilok dirintis dari bawah, aku salut, aku bakal dukung kamu mati-matian untuk ngalahin Ahok, followers aku jutaan, dan aku cuma nunggu kamu..apalagi....kamu sekarang sukses"
Rangga cuma tersenyum pahit, sepahit double shot espresso yang dia seruput.