"Maaf Cinta, tapi kamu harus dengerin aku dulu.."
"Yaudah, apa? Dengerin alasan gak jelas kamu yang amat sangat tidak prinsipil? Gilak!" Ujar Cinta sambil menirukan gaya Rangga 14 tahun yang lalu.
"Justru ini sangat prinsipil" Tegas Rangga sambil menyipitkan mata, menusuk ke ulu hati Cinta yang sedari awal memang penasaran.
"Aku gak bisa jelasin ke kamu dari awal." Sambungnya. "Aku gak respon invite-an kamu di Friendster, aku gak jawab inbox email kamu dan beratus-ratus telpon interlokal kamu, itu aku sengaja..karena aku..." Ucapnya, kali ini dengan wajah menunduk.
"..Aku apa..? Gak usah berpuisi deh, gue udah eneg! Cepetan jelasin!" Kejar Cinta bagai menginjak ranjau perang dunia.
"Cinta, aku lagi buka usaha! Aku buka usaha yang menurut cewek kayak kamu itu pasti memalukan! Aku motret itu cuma hobi, cuma buat kamuflase aja supaya tetep di anggep keren.."
"Hah! ngomong apa sih kamu Rangga?" Sahut Cinta kaget. "Udah ya, aku udah disini, duduk satu meja, nyeruput kopi, cuma buat ngedengerin ocehan kelas Amrik yang tahu-tahunya cuma bo'ongin orang, gitu?" Kejarnya.
"Makanya dengerin, aku terpaksa bohong, karena aku malu.."
"Malu kenapa? Emang kamu usaha apa? Ceritalah, gak usah pake melodrama kayak gitu, aku masih banyak nih chat-chat, path, snapchat yang belum di update, udahlah jangan kita buang waktu."
"Aku jualan cilok" Ujar Rangga mantab, sambil menghembuskan nafas yang panjang, bebannya selama 14 tahun ini seperti terhempas keluar, bagai bebas dari penjara gunung Sindur.
"Hah, cilok?" Cinta tercenung.