"Haaah!!"
"Gak usah kaget gitu lah, biasa aja."
"Oh ya, maaf..aku kira tadi kamu cuma mau buka warung cilok di Tebet atau PIK, kan lagi hits tuh"
"Ya, itu juga. Udah saatnya aku pulang, aku mau bawa semua usaha cilok ku ke Indonesia, aku mau kerja cerdas, semua orang suka cilok dan aku ingin mencilok-kan Jakarta, kalau pak Jokowi punya jurus dialog meja makan, aku punya jurus dialog dengan cilok." Kata Rangga.
"Maksudnya?"
"Dengan dialog, semua warga penggusuran bisa di relokasi dengan lebih damai, tentu aja sambil makan cilok, reklamasi teluk Jakarta bisa diomongin baik-baik sama nelayan, sama pengusaha, sama LSM sama bu Ratna biar gak berisik, tentunya sambil kongkow makan cilok, bukannya manusiawi tuh" Jelas Rangga dengan mata berbinar-binar.
"Terus kampanye kamu gimana? Orang udah isu agama lho sekarang" tanya Cinta spontan.
"Ngapain pake isu agama? bukannya yang Islam, yang Kristen, yang Hindu, Budha bla bla, semua juga suka cilok?" Tanya Rangga dengan percaya diri.
"Orang pake jurus agama karena udah mati gaya gak punya ide yang orisinil dan smart. Jangan samain aku dong, dulu di SMA aja aku paling beda kan..Nah, caranya..dialog lah Cinta, dialog dengan cilok.." Sambung Rangga semakin mantap.
"Gilak..gilak..you are crazy smart..ah gilak, ini kayak bukan Rangga yang aku kenal." Ujar Cinta semakin sumringah, matanya berbinar seperti melihat Obama versi kulit putih.
Rangga pun tersenyum, tentunya hanya sisi kiri bibirnya yang diangkat. Senyum khas Rangga yang 14 tahun yang lalu pernah membuat kaum remaja wanita terpana, dan kami yang pas-pasan ini semakin merana.