Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Inilah "Satire" dalam Tulisan

5 Januari 2016   22:44 Diperbarui: 6 Januari 2016   12:14 1845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Indonesia, contoh satire verbal ini dipakai dalam acara parodi; sentilan-sentilun, stand-up comedy, ILK (Indonesia Lawak Club) pun terkadang memakai ini. Tokoh terkenal yang memakai ini adalah Butet Kertaradjasa, Cak Lontong, Iwan Fals dkk.

Verbal jauh bisa dipahami karena ada bahasa tubuh disana, lalu bagaimana dengan satire visual / tulisan?

Teknik ini adalah teknik yang beresiko, sangat beresiko. Karena satu-satunya harapan penulis teknik ini terletak pada pembacanya, jika pembacanya salah, maka maksud si penulis tidak pernah bisa ditangkap. Tidak ada bahasa tubuh disana yang bisa menolong.

Contoh:

“Presiden Putin terlihat sangat gagah, bertelanjang dada dan mampu menaiki seekor beruang, dia memang pantas maju pilpres Indonesia 2019”.

Jika anda pembaca yang datar, anda akan berkomentar “ngapain kok ngurusin Putin, emang dia orang Indonesia, mikir donk min, admin bloon”

Tapi jika didalami, anda akan mengerti bahwa si penulis mendambakan pemimpin Indonesia yang gagah, seperti bang Putin. (haters jangan gerak dulu, sabar)

Contoh tokoh yang menggunakan satire dalam tulisan sangat banyak, anda tinggal search google. Tapi yang paling penulis suka justru adalah gaya satire Umar Kayam, dalam novel “mangan ora mangan kumpul” beliau menyindir halus kondisi orde baru dengan satire khas jawanya,sebegitu halus, cerdas dan sederhananya sehingga ia tidak pernah tersentuh, bedakan dengan Pramoedya Ananta Toer. Di dunia meme, kalau anda rajin buka www.9GAG.com, itu isinya satire semua.

Apakah satire semakin halus semakin bagus? Tidak, karena tergantung tujuannya.

Oke, mari kita sedikit menyinggung tentang “surat terbuka untuk Gibran”. Tulisan tersebut menggunakan satire Juvenalian kelas kecebong, artinya satir yang getir, kasar, sederhana dan sedikit gak bermutu. Sangat jauh berbeda dengan satire gaya Umar Kayam, Pramoedya atau bahkan “The Spectator” nya Joseph Addison – ya jauhlah. Mungkin bisa dibaca “A Modest Proposal”nya Jonathan Swift yang baru pembukaan saja sudah satire.

Oke, langsung ke paragraph ketiga, kalimat dibuat sinis kasar, “...Anda seharusnya sedang duduk hepi-hepi dengan Mister X”. Ini satir yang sangat sederhana, kata “seharusnya” biasanya dilanjutkan dengan kalimat positif, tapi ini dilanjutkan dengan “Mr X” yang mana beliau merupakan tokoh antagonis. Artinya ada penyimpangan kalimat (anomali) disana. Beberapa menyebut majas ironi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun