Mohon tunggu...
Dona Mariani
Dona Mariani Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pelajar SMA Negeri 3 Brebes yang sedang mencari jati dirinya saat ini

Seorang pelajar yang sedang berusaha menjadi sesuatu. Menulis adalah salah satu kegemarannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Di Antara Kita : Bagian Kesembilan

31 Desember 2024   09:21 Diperbarui: 31 Desember 2024   09:16 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar : pribadi)

"Jika hanya itu yang ingin dibicarakan, tolong pergi sekarang. Aku tidak perlu dikasihani," ucap Kevin. Dari balik selimutnya, dia sedang memeluk bingkai foto adiknya, Jesika, dari laci meja kerjanya.

Alina memandangi Kevin yang tengah dihinggapi kesedihan yang mendalam. "Yang kamu peluk itu, bingkai foto nona Jesika 'kan? Nona Jesika pasti sedih juga di sana, karena melihat kakaknya seperti ini. Tapi, entah kenapa aku paham juga rasanya," ucap Alina sambil menunduk. "Ketika ayah tiada, aku sangat sedih sampai mengurung diri di kamar selama tiga hari. Kaori jadi sangat khawatir kepadaku, dan aku merasa bersalah karenanya," tambahnya.

Kali ini, Kevin menoleh ke arahnya. Dia pun berganti posisi menjadi duduk. Dia lupa kalau mereka berdua masih dalam suasana duka. Alina yang tidak menyadarinya, melanjutkan cerita. "Tapi ya, ketika aku melihat langit malam, seolah-olah ayah ada di sana dan tersenyum kepadaku. Hanya melihatnya saja, hatiku menjadi tenang walau akhirnya menangis juga. Ayah sangat baik kepada kami, pekerja keras, dan selalu meluangkan waktunya untuk kami. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Ayah tiada karena penyakit yang sudah lama dideritanya. Aku bingung, sedih, frustasi menjadi satu. Akhirnya ditangkap oleh sang pemandu dan dijadikan budaknya. Eh, malah cerita lagi jadinya," Ketika Alina menoleh, Kevin menatap dirinya lekat-lekat.

Kemudian, Kevin duduk di sampingnya. "Lanjutkan saja. Aku mendengar," katanya.

Alina tersenyum. "Di saat itulah, aku bertemu kamu. Kamu yang sedang berusaha menghadapi semuanya sendiri tanpa ingin merepotkan orang lain. Di balik kekayaan konglomerat, topeng datar dan kalemnya kamu itu, ada rasa kesedihan dan kehampaan yang belum sembuh," ucap Alina sambil tersenyum tulus kepadanya.

Kevin tertegun. Makanya dia tersenyum seperti itu kepadaku. Dia sedang membaca karakterku, batinnya.

"Terima kasih, sudah mau menerima kami berdua di rumah ini. Terima kasih juga, sudah memaafkan Viola," kata Viola dengan lembut. "Tolong, mulai sekarang berdamailah dengan diri sendiri. Karena jika tidak, akan ada seseorang yang bersedih," tambahnya seraya beranjak berdiri di hadapan Kevin.

Alina membuka tangannya. "Kalau kamu butuh tempat bersandar ... aku di sini. Mau aku peluk?"

Kevin terkejut. Matanya membesar, tapi dadanya tiba-tiba terasa sesak. Tangisnya yang semula hanya berupa isak kecil berubah menjadi banjir air mata. Alina mendekat perlahan, membuka tangannya dengan sabar. Tanpa pikir panjang, Kevin menerima pelukannya. Kehangatan yang ia rasakan membuat tembok besar di hatinya runtuh. Itu bukan sekadar perlukan-itu adalah pengingat bahwa ia tidak sendirian.

"Aku ... merasa gagal menjadi kakak ..." Kevin akhirnya bersuara di sela tangisnya. "Aku ... kesepian ketika Jesika tidak ada lagi di dekatku ... aku takut kehilangan lagi ..."

"Makanya kamu menjaga jarak dengan kami?" tanya Alina dengan lembut. Dia mengusap pelan kepala Kevin, memberikan sugesti ketenangan untuknya, seakan-akan sedang mengelus seekor anak kucing. Kevin mengangguk mengiyakan dalam pelukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun