Mohon tunggu...
Dona Mariani
Dona Mariani Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pelajar SMA Negeri 3 Brebes yang sedang mencari jati dirinya saat ini

Seorang pelajar yang sedang berusaha menjadi sesuatu. Menulis adalah salah satu kegemarannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Di Antara Kita : Bagian Ketujuh

30 Desember 2024   20:05 Diperbarui: 30 Desember 2024   16:35 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto Buket Bunga Mawar Putih) (Sumber gambar : Pinterest)

Usai sarapan, Kevin meminta maaf secara resmi kepada mereka berdua, meskipun dia sudah minta maaf kepada Alina. "Tidak apa-apa, Tuan Kevin. Saya tidak marah kok, tapi sedikit kecewa saja. Lain kali bisa dong, dijaga lagi perkataan Anda," ucap Kaori dengan lembut tapi tegas.

Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sembari menunduk malu ketika mengingat kelakuannya kemarin. Dia berterima kasih kepada mereka berdua yang sudah mau memaafkan kesalahannya. Di tengah suasana itu, Gilang kecipratan sebuah ide dan dia langsung mengutarakannya kepada semua. "Hei, mumpung ini hari Minggu, kenapa kita nggak jalan-jalan ke mall di dekat sini?" usulnya. "Aku lihat kalian juga pasti capek belajar privat terus. Gimana?"

Wajah Alina dan Kaori berbinar-binar begitu mendengar kata mall. Mereka pun memohon kepada Kevin selaku kepala keluarga untuk diizinkan pergi. "Boleh nggak, Tuan Kevin?" tanya Kaori dengan tatapan memohon.

"Hmm, mall ya? Tapi aku sedang sibuk ..."

Begitu mendengar kata keramat itu dari Kevin, mereka langsung tidak bersemangat lagi. Gilang menyikut Kevin dan berbisik, "Udah, tenang aja! Ada sekretarismu yang siap buat mengurus revisi jadwal kerjamu nanti. Kita refreshing hari ini, yuk?"

Kevin nampak bimbang. Tetapi, mengingat para gadis suka berpakaian modis dan pakaian mereka yang berbagi dengan Mba Dhea, dia pun menyetujui usul dari Gilang. Usai pintu rumah dikunci, mereka segera berangkat menuju mall.

Selama di sana, para gadis bersama Mba Dhea dengan semangat empat lima menjajal aneka toko, wahana permainan anak menggunakan kartu kredit milik Kevin yang sudah lama tidak dipakai. Sedangkan Kevin dan Gilang hanya sesekali menimbrung dan lebih banyak menjaga mereka dari para mata genit laki-laki yang ingin berbicara dengan mereka. Akhirnya, mereka pergi ke sebuah toko baju dan menjajal berbagai macam model di sana. Dibantu Mba Dhea, proses memilih dan membayar baju memakan waktu yang tidak terlalu lama.

"Gimana, udah ketemu baju yang kalian pengin?" sapa Gilang yang duduk di bangku luar toko bersama Kevin.

Alina mengangguk senang sembari menenteng tas belanjaannya. "Pakai baju apapun cocok sama mereka," komentar Dhea dengan puas.

"Yuk, cari makan siang! Udah laper, nih," ajak Kevin yang segera disetujui oleh mereka semua.

Usai makan siang di sebuah restoran cepat saji di mall, untung saja tidak terlalu makan banyak uang, mereka melewati sebuah toko yang menjual aneka macam boneka dengan bentuk yang imut dan lucu. Sepertinya Alina dan Kaori ingin membeli, maka dari itu mereka bertiga mengizinkan mereka masing-masing membeli satu boneka saja. "Tuan Kevin nggak menemani mereka?" tanya Mba Dhea yang segera disikut oleh Gilang.

Mba Dhea baru menyadari apa yang baru saja dia katakan itu seharusnya tidak dia ucapkan. "M-maaf, Tuan! Saya nggak bermaksud begitu ..."

Kevin menggeleng. "Nggak papa, Mba! 'Kan cuma nanya, bukan bermaksud yang lain," ujar Kevin sembari mengibaskan tangannya. "Tapi, yah, keinget 'aja sih. Jesika 'kan suka boneka, sampai sekarang bonekanya masih kusimpan buat kenang-kenangan," tambahnya sambil mendongak ke arah atap mall yang dihiasi oleh ukiran paus dan lumba-lumba yang berenang di sekitarnya.

Baik Gilang dan Dhea menatap prihatin majikan mereka itu. "Kalau habis ini mau ziarah ke makamnya, aku anterin," tawarnya. "Atau, mau ke TKP-nya aja?" tambahnya.

Kevin menoleh. "Yang kedua. Habis ini kita ke toko bunga dulu, beli bunga kesukaannya, bunga mawar putih. Aku maunya kita bareng-bareng ke sana. Bisa nggak?" Kevin menatap mereka berdua secara bergantian.

Mba Dhea dan Gilang saling berpandangan sejenak, kemudian mereka saling melempar senyum. "Ayo, saya juga sudah lama nggak lihat pantai!" sahut Mba Dhea yang membuat Kevin dan Gilang tertawa kecil mendengarnya.

"Ada apa? Ada apa?" tanya Alina begitu keluar dari toko tersebut bersama Kaori di sampingnya.

                                                                                                                               ~~~~~

Langit yang awalnya cerah, kini berubah menjadi kelabu. Di depan sana, laut biru tanpa ujung membentang luas. Aroma asin khas laut yang tajam, pantai pasir yang lembab, dan sayup-sayup deburan ombak kecil yang menghantam bebatuan pantai, serta angin pantai yang menyerbak rambut mereka.

"Jadi ngangenin yah, masa-masa itu," Gilang merasa nostalgia dengan suasana pantai yang masih sama seperti dulu. Tidak banyak orang yang berkunjung sehingga pantai tersebut masih asri dengan dikelilingi pepohonan kelapa yang rindang.

Kevin hanya mengangguk sembari menatap lurus laut yang sedang pasang. Dari arah belakang, Alina yang menarik lengan Kaori mengajaknya bermain di tepi pantai. Karena lupa, mereka akhirnya berubah menjadi putri duyung setelah beberapa menit kaki mereka terendam air. "Untung aja, kita udah beli baju buat mereka," komentar Kevin dengan wajah datar melihat keluguan mereka dan Gilang tertawa hambar di sebelahnya.

"Haha, biar saya yang urus Non Alin sama Ari. Silakan lanjut nostalgia-nya," Mba Dhea mengedipkan satu mata dan ikut bergabung dengan mereka.

Kevin pun mengajak Gilang untuk langsung pergi ke tempat pertemuan sekaligus yang terakhir kalinya bertemu dengan si siren tersebut. Di tangannya tergenggam erat, sebuah buket mawar putih segar untuk mendiang adiknya. Selama di perjalanan, dia mengatur napasnya yang menderu karena takut melihat bayangan Jesika. "Chill, bro! Jesika nggak bakal marah sama kita," Gilang mencoba menenangkan temannya itu dengan nada riangnya seperti biasa.

Kevin berhenti sejenak dan berterima kasih kepada Gilang selaku temannya itu. Begitu mereka telah tiba di TKP, seketika Kevin dan Gilang mendadak membeku di tempat. Seorang wanita yang terkulai lemas di atas bebatuan dengan sebuah anak panah yang menancap di perutnya. Rambutnya hitam bergelombang dengan kulit keperakan, memiliki ekor duyung yang berwarna hijau gelap, dengan kuku-kuku jarinya yang runcing. Sosok wanita yang sudah membunuh Jesika. Dia ... kembali!

Bersambung ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun