Alina memberi hormat kepada Dhea seraya berkata, "Siap, laksanakan Bu Dhea!"
Malam itu, mereka semua tertawa bahagia dalam satu meja dengan suasana rumah yang hangat dan menenangkan.
                                                                ~~~~~
Alina merasa agak bingung dengan pola pikir Kevin dan bagaimana cara memperlakukan dirinya serta Kaori. Dia merasa jika sang penyelamat seperti membuat jarak di antara mereka. Kevin lebih sering pulang larut malam lalu berangkat pagi-pagi buta. Walau hanya sekadar mengobrol, Kevin hanya merespon seadanya. Jika ditanya alasannya mengapa, dia hanya menjawab dengan kata sibuk atau tidak punya waktu.
Alina berinisiatif untuk bertanya kepada Gilang. "Tuan Gilang, boleh minta waktunya sebentar?" izin Alina kepada Gilang yang sedang mencuci sepeda motor miliknya.
Gilang menoleh. "Oh, iya, boleh! Mau tanya apa?" katanya sambil menghentikan kegiatannya itu.
"Entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar ... Aku rasa, Tuan Kevin seperti menjaga jarak dengan kami berdua. Kalau memang iya, boleh beri tahu alasannya apa?" Alina bertanya dengan ragu-ragu, takut menyinggung akan sesuatu.
Gilang tertegun, kemudian menghela napas gusar. Dia pun mengajak Alina ke ruang kerja Kevin. Di dalam laci meja, sebuah album foto kecil yang menampilkan wajah seorang anak perempuan kecil yang tersenyum manis dalam balutan gaun berwarna putih dengan hiasan pita merah di pinggangnya. Gilang mengambil bingkai foto tersebut, lalu mengusapnya perlahan dari debu yang menempel. "Dia bernama Jesika, mendiang adik Tuan Kevin yang sudah lama tiada sejak kami masih SD," jelasnya kepada Alina.
Gilang menatap sejenak bingkai foto tersebut lalu menaruhnya di atas meja kerja Kevin yang agak berdebu. "Bisa dibilang, aku, Kevin serta Jesika adalah teman masa kecil walau kami tidak terlalu akrab. Dulu, kami sempat bertetangga sebelum Kevin beserta keluarga pindah rumah ke Jawa Tengah. Ceritanya, kami bertiga sedang asyik bermain di pantai dekat rumah. Kamu tahu, seperti yang dilakukan anak-anak ketika berada di pantai pada umunya. Membangun istana pasir, mencari  kerang, berenang dalam zona aman dan sebagainya. Nah, suatu ketika, kami menemukan tubuh seorang wanita yang terdampar di tepi pantai yang letaknya agak jauh dari rumah kami. Anehnya, dia memiliki sirip ekor ikan dengan kulit berwarna perak serta bentuk wajah yang seram. Begitu kami dekati, ternyata wanita tersebut masih hidup. Sejak pertemuan itu, kami sering bermain di pantai dengan wanita tersebut," terangnya sambil tersenyum.
Namun, mendadak senyumnya meredup. "Tapi, pada suatu malam di bulan purnama, Kevin datang ke rumahku dengan raut wajah panik. Katanya, Jesika menghilang dari kamarnya. Ditemani pelayan pribadi Kevin sebelumnya, kami bertiga memutuskan untuk mencari ke pantai tempat biasa kami bermain. Berteriak ke sana kemari memanggil namanya beberapa kali, berusaha melawan suara gempuran ombak pasang air laut. Begitu kami menjumpai kembali wanita tersebut yang tengah duduk di bongkahan batu pantai, kami semua sangat terkejut sekaligus merinding," terangnya lagi, kini wajahnya tertunduk ke bawah. Memberi jeda sejenak untuk mengatur napas.
"Apa yang terjadi selanjutnya?" tanya Alina yang sudah tidak sabar.