Mohon tunggu...
Eriyanti tjahjadi
Eriyanti tjahjadi Mohon Tunggu... -

Seorang ibu dengan satu suami dan 2 anak. Tertarik pada hal yang berhubungan dengan konseling dan motivasi, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Juga tertarik pada bisnis untuk nambah-nambah uang belanja. Sering ada dorongan untuk menulis pada saat stress..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketiadaan Figur Ayah adalah 'Kutukan' (Fatherless Is a Curse)

2 Januari 2010   07:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:40 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam terakhir tahun lalu, seperti biasa acara kumpul bareng sodara2. Kakak-adik-ipar-keponakan maunya sih ngumpul aja ngobrol-ngobrol sambil makan kacang (abis ga mampu old & new di hotel berbintang sih..hkhkhk)

Karena kurang perencanaan, akhirnya acara cuma dihadiri beberapa gelintir aja..:-(

Walaupun kurang meriah, tapi ada beberapa hal yang menarik untuk dicatat dari obrolan ngalor-ngidul nungguin jam 00.00.

Seorang kakak ipar saya mengeluh bahwa suaminya (kakak q tentunya;-0) sangat kurang meluangkan waktu untuk anak-anak mereka yg masih kecil. Pd beberapa kesempatan bahkan anak mrk takut utk sekedar menyampaikan isi hatinya pd sang ayah. Perbedaan pendapat antar pasangan pun sering berlarut-larut karena kurang komunikasi yang sehat...Akibatnya anak2 lebih banyak mengenal hidup ini dari kacamata ibunya saja (ga imbang khan jadinya)

Atau melihat kehidupan salah satu kakak cewek q juga terasa sangat menyesakkan dada..(hehehe jgn heran yah, kakakku ada 9 org jd banyak yg bisa diceritain). Suaminya sangat temperamental, hal kecil aja bisa bikin dia meledak. Waktu anak2nya kecil, mereka tidak berani mengeluarkan suara keras kalau si ayah sedang tidur siang misalnya, karena kalau si ayah merasa terganggu bisa berarti bencana..dan status berubah menjadi SIAGA I (wkwkwk..).

Belum lagi kalau si suami pulang dan rumah terasa panas, pasti si istri disalahkan karena memasak terlalu sore, jadi sisa panas dari dapur bikin udara gerah..waduh..gawat banget khan?? (Udah spt cerita di Oh Mama Oh Papa aja yahh??) Akibatnya si istri tertekan dan anak2pun tumbuh dengan banyak luka di batin mereka...(whuih kasian banget yah keponakan2ku itu...)  Tetapi bila masalah datang (termasuk masalah anak2) si istrilah yang harus susah payah mengatasi, karena bila si suami tau, bisa2 bkn masalahnya selesai tapi makin runyam karena belum2 sdh marah dulu...(sekali lagi istri dituntut untuk berfungsi ganda..)

Untuk mengatasi keadaan itu, dalam kondisi komunikasi yg payah, satu2nya jalan yg para istri pilih adalah menekan perasaan, seringkali juga menekan anak2 agar 'tidak bikin masalah', bertahan sekuat tenaga..walaupun kita tahu perasaan yg ditekan terlalu lama itu ga sehat, dan siap meledak sewaktu-waktu.

Mendengar curhatan mereka, aq jadi bertanya-tanya kenapa para ayah bisa bersikap dan berbuat seperti itu?  Ditambah dengan pengalaman aq sendiri dengan kedua ortu, aq mengambil kesimpulan bahwa  "Ketiadaan Figur Ayah adalah 'kutukan'"

Kenapa begitu? Karena seorang ayah adalah 'sumber'. Terang-gelapnya sebuah keluarga ditentukan oleh sang sumber tsb. Itulah sebabnya seorang suami dan ayah sejak awal di design dan diberi tugas untuk menjadi seorang Kepala Keluarga.

Sayangnya design awal untuk para ayah tersebut telah dirusak sehingga para ayah tidak bisa lagi bersikap sebagai ayah yang sejati. Mereka bukannya tidak bisa memilki keturunan, karena nyatanya mereka sukses membuahi para istri dan memiliki anak2, tapi sayangnya mereka gagal berperan sebagai ayah yang sesungguhnya.

Untuk kasus2 di atas, aq melihat mereka para ayah juga adalah para ayah yang perlu dikasihani (walaupun merka kdg tidak sadar). Kenapa?  karena merekapun tidak punya figur ayah yang bisa mengajari mereka bagaimana menjadi ayah..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun