“Gak tinggi-tinggi amat kok joo, kek biasaa” Jawab Ray sambil tersenyum.
“Alah bohong ajaa, kamu mah merendah untuk meroket teruss” Jawab Joe geram.
“Hahaha, liat aja sendiri sanaa Joo ngapain nanya-nanya ke aku” Ray menunjuk kea rah mading guru.
“Oke, kamu tunggu disini, jangan kemana-mana” Joe beranjak pergi.
Joe pun pergi untuk melihat papan nilai di dekat majelis guru. Ia berdesak-desakan dengan murid-murid lain yang juga ingin melihat nilai mereka. Percobaan pertama Joe mendorong dan gagal, ia terlempar dari rombongan. Percobaan kedua Joe mendorong lagi akan tetapi ia malah terjepit diantara anak ekskul binaraga yang memiliki otot-otot besar. Alhasil Joe menyerah dan pergi ke tempat Ray kembali.
“Nah gimana Jo, keliatan?” Tanya Ray sambil nyengir.
“Sengaja kamu rupanya Ray” Jawab Joe sambil memegangi pundaknya yang sakit karena terjatuh barusan.
“Makanya aku gamau kesana, jadi aku pancing deh biar kamu yang pergi hehehehe” Ray tertawa sambil lari dari kejaran Joe.
Melihat kehidupan Ray yang bercengkrama dengan teman-temannya sulit dipercaya bahwa ia salah satu dari anak Indonesia yang keluarganya rusak. Ray sendiri percaya bahwa dengan senyuman ia dapat memberikan kebahagiaan juga untuk orang di sekitarnya. Ia merupakan anak yang memiliki mental yang amat kuat sehingga dikagumi oleh teman-teman di sekolahnya. Joe sendiri yang merupakan sahabatnya juga selalu mengikutinya karena ia mengidolakan seorang Ray yang sudah dewasa dalam menghadapi masalah.
Sore menjelang maghrib sekolah mulai sepi.
“Hei joe, ayo liat papan nilai di majelis guru yok, udah pada sepi nih” Ray mengajak.