Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Monoton #6

26 November 2019   07:20 Diperbarui: 26 November 2019   07:19 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mau kopi?"

Kesadaranku yang hampir memasuki gerbang mimpi langsung kembali begitu aku mendengar suara tersebut.

"Oh, Bell," sapaku begitu tahu siapa yang barusan menegurku.  Aku meregangkan tubuh di kursi kerjaku dan melirik jam di pergelangan tangan yang baru menunjukkan angka 11.13.

Bella tersenyum.  Ia berdiri di depan meja kerjaku.

Samar tercium wangi tubuhnya yang selalu tercium sangat seksi di indraku.

"Padahal masih pagi, tapi kamu keliatannya ngantuk berat," katanya.  "Mau kopi nggak?  Atau sekalian kita turun ke food court?"

Aku menguap.

"Boleh.  Sebentar."

Dini hari tadi petugas keamanan di kompleks perumahanku menangkap seorang anggota komplotan pencuri.  Untuk berjaga-jaga dari kemungkinan buruk, beberapa penghuni kompleks -- termasuk aku -- begadang hingga pagi.

Setelah meregangkan tubuh sekali lagi, aku berdiri dan berjalan bersama Bella diiringi tatapan iri rekan-rekan kerjaku.

Yes!

Aku bersorak dalam hati.

***

Natasha Bella, si cantik sekretaris direksi di perusahaan tempatku bekerja adalah seorang perempuan berusia 25 tahun, lebih muda 4 tahun dariku.  Hari ini rambutnya dicepol memperlihatkan tengkuknya yang sangat menggoda jika kita berdiri di belakangnya.

Bella selalu menjadi objek fantasi hampir semua laki-laki yang bekerja di kantor ini, sebagian karena kecantikan dan keseksiannya, juga penampilannya.

Tapi sebagian besar fantasi tentang Bella disebabkan oleh masa lalunya.

***

"Akhirnya masalah selesai ya," Bella membuka percakapan.  Yang dia maksudkan tentu insiden yang melibatkan aku dan pak Ryan hampir seminggu lalu.

"Yah," sahutku.  "Aku beruntung, padahal aku sudah beres-beres meja buat persiapan seandainya aku dipecat."

Bella tertawa kecil.

"Ini sebenarnya rahasia," katanya.  "Tapi masalah kemarin itu sampai ke telinga bu Rere."

Aku terkejut.

"Bu Rere?  Owner?"

"Ya," Bella mengangguk.  "Dan beliau langsung mengeluarkan surat rekomendasi ke para direksi.  Direksi pun nggak bisa apa-apa selain menuruti perintah bu Rere."

Bella memandangku lekat-lekat hingga aku sedikit grogi.

"Kamu hebat," ujarnya dengan nada yang terdengar sangat sensual di telingaku.  "Atau barangkali kamu beruntung -- seperti katamu tadi."

Aku tertawa untuk membuang rasa grogiku.

"Bisa aja kamu, Bell.  Tapi kok bu Rere bisa tau secepat itu ya?"

Tepat pada saat itu ponsel Bella berbunyi.

"Bella, Pak.  Ada yang bapak butuhkan?" Sekretaris direksi tersebut menyapa si penelepon.  Raut wajah dan gesturnya menjadi serius.  Ia tampak dengan cermat mendengarkan lawan bicaranya.

Aku memerhatikannya.

Dan pikiranku melayang, kembali ke masa dimana Bella menjadi bahan gunjingan semua orang.  Tua, muda, laki-laki, perempuan, semua membicarakannya.

"Wiiih bodinyaa."

"Mukanya sendu-sendu gimana gitu."

"Dih kok mau-maunya sih?"

"Orangtuanya gimana tuh ya perasaannya?"

Beberapa tahun lalu, seorang mahasiswi bernama Natasha Bella menghebohkan pemberitaan nasional karena---

"Baik, Pak.  Lima menit lagi saya ke sana."

Bella menutup telepon.

"Aku harus ke kantor.  Pak Ryan minta dibantu beres-beres dokumen," katanya.  "Nanti kita ngobrol lagi ya."

Setelah melambaikan tangannya, Bella berjalan cepat meninggalkanku.

Minumannya bahkan belum diminum.

Di satu sisi, aku juga kagum padanya karena ia bisa bangkit dari titik nadir kehidupannya.

Tapi akui saja.

Kamu memang hanya ingin memuaskan fantasimu kan?

Kagum?  Bullshit lah!

Semua pikiran laki-laki ujung-ujungnya ke sana juga.

 "Halo," terdengar sapaan dari suara yang sepertinya pernah kudengar.

Aku menoleh untuk mengetahui si pemilik suara.

"Oh," hanya itu yang bisa kuucapkan.

Aku tak menyangka ini akan terjadi.

Dia.

Dia?

Kok?

Di samping kursi tempatku duduk, perempuan berambut sebahu itu menatapku dan tersenyum.

"Boleh aku duduk?" tanyanya.

Aku tak bisa langsung menjawab.

Ini sungguh di luar dugaan.

"Haloo?" tegurnya lagi.

"Eh iya, iya.  Silakan," balasku tergagap.

"Iya, makasih," ujarnya seraya duduk di kursi di depanku.  "Aku pesen makanan minuman dulu ya."

Lagi-lagi aku hanya bisa mengangguk.

***

Jarum jam sudah menunjukkan angka 12.50.

Entah sudah berapa lama aku bercakap-cakap dengannya, dengan perempuan berambut sebahu yang memperkenalkan dirinya sebagai Quin itu.

Intinya, Quin mengucapkan terima kasih karena padaku karena sudah menolongnya saat ia ribut dengan pak Ryan.

"Jadi, kamu kerja di mana?" tanya Quin sembari menyesap minumannya.  Aku pun menyebutkan kantor tempatku bekerja.

"Oh!  Benarkah?" matanya berbinar.  "Aku tau kantormu.  Kapan-kapan aku mampir ke sana menemuimu ya, boleh?"

Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

Jam 13.20, aku pamit karena harus kembali bekerja.

"Beneran, lho.  Kapan-kapan aku mampir!" serunya.

***

Jam 21.12, aku melepas sepatu setelah bersesak-sesak dalam kereta komuter. Istriku membukakan pintu depan untukku.

"Hai, Sayang. Pulang jam berapa tadi?" tanyaku.

"Seperti biasa, sekitar setengah jam lalu," jawabnya. "Kamu sudah makan?"

"Belum sih, tapi seperti biasa aku tadi mampir beli ini," jawabku sambil mengangkat dua bungkus mie godhog yang sempat aku beli dalam perjalanan pulang."

Bibir istriku mengembangkan senyum, matanya berbinar.

"Kebetulan sekali!" serunya. "Aku juga pengen makan ini.  Kenapa kamu selalu tahu apa yang aku ingin sih?"

Aku hanya tersenyum.

Kami berdua masuk ke dalam rumah.

***

Sembari makan, kami berdua bertukar cerita tentang apa yang terjadi hari ini.  Tentu saja bagian tentang Bella dan Quin tidak aku ceritakan.

Jam 22.20, aku mandi.

Sepuluh menit kemudian usai menyegarkan badan, aku melihat istriku sudah terlelap.

Aku menarik napas.

Padahal aku...

..tapi sudahlah...

Aku ke ruang tengah dan menyalakan televisi.

Berita? Ganti.

Film? Ganti.

Dangdut? Halah ganti.

Dokumenter? Nggak minat. Ganti.

Aku mematikan televisi dan ganti menyalakan komputer.

Setelah terhubung ke internet, aku mengetikkan beberapa kata kunci untuk memuaskan rasa penasaranku.

Ketemu!

Di sebuah situs underground berbagi video, aku menemukan apa yang aku cari, sebuah video yang diunggah beberapa tahun lalu.

VIDEO PANAS MAHASISWI CANTIK NATASHA BELLA

Aku mengeklik video tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun