Tepat saat aku meletakkan ibu jari di mesin pemindai, jarum jam di tanganku menunjukkan angka 08.28.
Nyaris!
***
Jam 11.31, aku berdiri, melakukan stretching, lalu bersama rekan-rekan kerjaku turun ke food court untuk menjalankan rutinitas berikutnya.
Terkadang aku sebenarnya tidak benar-benar lapar, hanya saja hidup kami para salaryman sudah terprogram detail.
Inilah cara kami melepas segala tekanan yang kami rasakan -- bahkan sejak membuka mata di pagi hari.
Seperti hari-hari sebelumnya pula, sebagian salaryman yang berkantor di gedung ini akan mencari tempat terbuka untuk menutup ritual makan siang dengan sebatang-dua batang rokok. Ritual tersebut sering diseling gelak tawa dari obrolan-obrolan kosong tanpa makna.
"Gua bisa pindah ke kantor lu, nggak?"
"Eh, lu tau dia kan? Â Ternyata dia itu---"
"Bos gua mah cincaylah!"
Seringnya tak ada yang serius dari obrolan itu, obrolan yang berlalu begitu saja seiring embusan asap rokok.