PLAKK! Â PLAKK!!
"Th... Thea?" aku terkejut, tak menduga ia akan bertindak seperti itu.
"Keluar kamu...," desisnya. Â "Keluar dan jangan pernah kemari lagi."
"T... tapi...," aku tak mengerti. Â "Ap... apa salahku?"
"Keluar kamu, Dani. Â KELUAR!!" teriaknya.
* * *
"Jadi kamu nggak pernah tau kenapa Thea terobsesi sama dreamcatcher? Â Kamu kan pernah dekat sama dia."
Semenjak putus dengan Thea, aku sering mendapat pertanyaan seperti itu. Â Dan aku tak pernah serius menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
"Masa' kamu nggak tau sih?" beberapa masih mencoba mendesakku.
Aku hanya tersenyum dan - sekali lagi - mengangkat bahu.
Apa kamu percaya apa yang akan kukatakan?
Apa kamu percaya bahwa Thea bisa melihat masa depan?
* * *
Tujuh hari lalu...
Ada satu pesan WhatsApp masuk ke ponselku, pesan dari seseorang yang masih sangat berarti bagiku, pesan dari nama yang masih kusimpan di memori ponselku meski kami sudah lama tak berkomunikasi.
Pesan dari Thea, gadis dengan pola bulan sabit di iris matanya.
"Dani, apa kabar?
Pesan ini sudah lama aku tulis di wa-ku dan sekarang tinggal send.
Saat kamu baca pesan ini, kamu mungkin sudah dapet kabar kalo aku kecelakaan dan dalam perjalanan ke Rumah Sakit --"
Belum selesai aku membaca pesan tersebut, Krisna meneleponku.
"Dani!" serunya. Â "Thea kecelakaan! Â Sekarang lagi dibawa ke Rumah Sakit!"
* * *
Tiga hari sudah kepergian Thea.