Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Juli 2038

28 Juli 2015   03:55 Diperbarui: 28 Juli 2015   03:55 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini tanggal 28 Juli 2038.

Pintu masuk Galeri Nasional berdesir halus.

Aku bergegas ke dalam, kemudian sejenak menyesuaikan diri dengan sejuknya pendingin udara di ruangan galeri tersebut.

Fyuhh, akhirnya.  Panasnya hari ini…

Dari balik pintu kaca, aku melihat ke luar galeri.  Deretan pohon sintetis raksasa berjajar rapi melaksanakan tugasnya menyerap karbondioksida dan membuangnya ke perut bumi.  Tingkat polusi di kota ini memang sudah sangat tinggi, saking tingginya bahkan pohon alami saja tidak tahan dan banyak yang mati.  Karena itu pemerintah kota kemudian menebang pohon-pohon tersebut dan menggantinya dengan pohon buatan dari bahan alumunium. Peristiwa itu terjadi 8 tahun lalu.

“Selamat datang kembali, Bapak Andre,” terdengar satu suara menyapaku.  Suara yang sangat familiar.

Aku menoleh ke arah sumber suara.  Sesosok wanita menghampiriku dengan senyumnya yang ramah dan profesional.

“Selamat siang, Julia,” sapaku.

Sosok dalam balutan blazer hitam itu kembali tersenyum.

“Selamat siang, Bapak Andre.  Ini kunjungan Bapak yang ke-7 kalinya dalam bulan ini.”

“Apa tidak boleh?” tanyaku.  “Apa ada masalah?”

Julia – sosok itu – kembali tersenyun.

“Tentu saja kami senang dengan seringnya Bapak berkunjung kemari, nampaknya pameran seni tentang sejarah vegetasi di Bumi sangat menarik minat Bapak.”

Ia kemudian menangkupkan kedua tangannya di depan dada dan sedikit menundukkan kepala sebagai ucapan selamat datang padaku.  Masih dengan senyum ramahnya, ia kemudian mempersilakan aku memasuki ruang utama Galeri Nasional.

“Silakan,” ujarnya.

Selama 40 menit berikutnya ia memberi penjelasan singkat tentang materi-materi yang dipamerkan.  Aku hanya mengangguk-angguk dan sesekali bertanya detail sambil memandang wajah pemanduku itu.

Sungguh aku tak pernah bosan memandang wajahnya.

Dialah alasan mengapa aku sering berkunjung kemari sepulang kerja sebagai seorang pengembang aplikasi.

Dan sekeping memoriku menyeruak saat melihatnya.

Selalu.

“Bagaimana, Bapak Andre?  Apa ada pertanyaan?”

Aku tak menghiraukan pertanyaan Julia dan hanya menatapnya tanpa berkedip.

“Bapak Andre?” tanya Julia lagi.

“Hmm…,” aku menggumam sebentar, “Julia, jujur saja aku memang punya beberapa pertanyaan, tapi aku ragu apa kau bisa menjawabnya…”

“Baik, Bapak,” Julia kemudian sedikit bergeser.  “Mungkin panduan standar ini bisa membantu.”

Tangannya nampak seperti mengakses menu di layar holografik.  Pendar-pendar cahaya sedikit menunjukkan bahwa ruangan ini dilapisi kaca.  Ya, seluruh ruangan di galeri ini memang sudah dilapisi kaca tebal untuk melindungi layar holografik di belakangnya.

Sejurus kemudian di kaca tersebut tampil panduan pertanyaan yang Julia maksudkan, namun aku hanya menyentuh lalu melakukan swipe untuk membuang tampilan tersebut.

“Julia,” ujarku, “dari mana mereka mendapatkanmu?”

Mendapat pertanyaan tersebut, Julia mengeluarkan jawaban singkat dan terdengar standar,

“Pertanyaan Anda di luar konteks, harap mengajukan pertanyaan sesuai konteks.”

Aku mendesah.

Selalu seperti ini.

“Julia,” aku kembali mencoba, “apa kau punya database memori sebelum tanggal 13 Januari 2029?”

Namun jawaban yang kudapat masih sama,

“Pertanyaan Anda di luar konteks, harap mengajukan pertanyaan sesuai konteks.”

Aku menunduk.

Tinggal satu kesempatan lagi…

Namun sebelum aku membuka mulut, seorang petugas keamanan kemudian menghampiriku.

“Maaf, Pak.  Saya harap Bapak bersedia ikut saya secara baik-baik.  Kita semua tentunya tidak ingin situasi berkembang semakin buruk.”

Tanpa banyak bicara, aku mengikuti petugas keamanan tersebut yang memanduku keluar dari galeri.  Mencoba membantahnya sama saja mencari perkara karena aku bisa dituntut dengan tuduhan upaya peretasan sistem, dan di masa ini hukuman untuk aksi peretasan sangat berat, bahkan izin profesiku sebagai pengembang aplikasi bisa dicabut.

Sebelum meninggalkan ruangan tersebut, aku sempat menengok ke arah Julia.  Julia, sosok holografik itu hanya memandangku sekilas kemudian menghilang.

Ya, Julia adalah sosok maya.  Sosok holografik yang akan bertugas sesuai programnya.

Di sini, di Galeri Nasional, ia diprogram untuk menjadi pemandu.  Ia adalah 1 dari 12 sosok virtual yang ada di sini, yang bertugas selama sebulan penuh sebelum akhirnya diganti dengan sosok lain.

Namun aku tahu pasti, Julia adalah nama baru yang diberikan padanya, pada sosok virtual hasil kerja kerasku selama bertahun-tahun.

* * *

Project Vira, begitu aku menyebutnya adalah lompatan baru dalam interaksi antara manusia dengan karakter virtual.  Meski masih berupa karakter holografik, Vira mampu mengenali lingkungan sekitar serta memiliki kemampuan mendengar dan berbicara.  Dengan kemampuannya, Vira membuat vocaloid buatan Jepang terlihat bodoh dan seperti mainan anak-anak.

Beberapa perusahaan teknologi terkemuka sudah menghubungiku dan memberikan penawaran untuk lisensi Vira, namun aku belum memberikan jawaban sebab aku mengembangkan Vira bukan untuk tujuan komersil.

Ada sekeping kenangan masa lalu dalam Project Vira, kenangan yang coba aku kembalikan, setidaknya coba aku simpan.

Karena itu aku sangat terpukul ketika pada suatu hari mendapati kenyataan bahwa hasil kerjaku yang disimpan di cloud server hilang tak berbekas.  Ini merupakan pukulan terberat setelah beberapa menit sebelumnya aku melaporkan insiden perampasan terhadap komputer genggam milikku dan perusakan apartemen tempatku tinggal.

Project Vira-ku hilang tanpa bekas sedikitpun.

Hari itu tanggal 13 Januari 2029…

* * *

Bertahun-tahun kemudian aku mendengar kabar adanya perusahaan di satu negara Afrika yang berhasil mengembangkan karakter holografik interaktif bernama Vira.

Itu Vira-ku!

Aku berupaya mengklaim kepemilikanku atas Vira namun gagal karena aku sudah tak memiliki bukti apapun.  Berkali-kali aku mencoba, berkali-kali pula aku gagal.

Oleh perusahaan asal Afrika itu, Vira kemudian hadir dengan banyak nama dan modifikasi penampilan, tapi aku tahu pasti bahwa itu Vira-ku.

Yang aku minta sebenarnya hanyalah source code Project Vira, aku tak peduli dengan bisnis.

Vira adalah karakter holografik yang aku buat sebagai pengganti isteriku.  Wajahnya, rambutnya, matanya, tubuhnya, semua merupakan upayaku untuk menghadirkan kembali wanita yang sangat aku cintai, wanita yang harus kehilangan hidupnya dalam sebuah kecelakaan pesawat terbang.

Sebelum peristiwa tanggal 13 Januari 2029 itu, aku bahkan sudah melapisi seluruh dinding apartemenku dengan layar holografik agar Vira bisa bergerak bebas di setiap sudut apartemen.  Aku juga sudah menyiapkan barang-barang kesukaannya semasa hidup.

Vira…

Aku hanya ingin melihat senyummu dan mendengar suaramu…

Catatan Penulis :

Karakter yang dijadikan ilustrasi tulisan ini adalah Megurine Luka, sosok vocaloid yang bersama Hatsune Miku dan si kembar Kagamine melakukan live concert di Jepang.

 

sumber gambar : mangadrawing.net

Tulisan ini dipublish pertamakali di blog.ryanmintaraga.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun