Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Masih Ada Cinta #6 : Penantian Tanpa Kepastian

9 April 2015   12:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:20 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1417133115306944936

Cerita Sebelumnya :

Sakit yang diidap Rei membuat pemuda tersebut dilarang membawa mobil sendiri.  Namun meski sudah dilarang, pemuda tersebut keras kepala dan mengemudikan sendiri mobilnya untuk menemui seseorang.  Apa yang dikhawatirkan terjadi.  Di tengah jalan, rasa sakit yang tak tertahan mendadak menyerang Rei, membuat pemuda ini dalam bahaya besar!

Apa yang akan terjadi pada Rei?

CHAPTER 6

Rei meraung!  Kesakitan!

Sakit!

SAKIIT!!

Ia terjatuh di tengah derasnya guyuran hujan setelah berhasil menepikan mobil yang dikemudikannya.  Sakit di kepala dan seluruh tubuhnya yang rasanya seperti ditusuk ribuan jarum membuat tubuh pemuda tersebut tak mampu bertahan lebih lama lagi.  Samar hal terakhir yang diingatnya adalah sorot lampu mobil yang menutupi seluruh pandangannya dan membuat sekitnya semakin menjadi.  Setelah itu semuanya gelap.

Ia tak tahu apa-apa lagi.

* * *

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.  Cobalah beberapa saat lagi.  The number you're headed is not active or..."

Angga membatalkan panggilan dengan masygul.

Kamu kenapa?

Sudah sejak tadi ia berusaha menghubungi Nay namun tak berhasil.  Pesan singkat yang ia kirimkan pun statusnya belum terkirim.

Apa yang terjadi?  Kenapa kamu nggak bisa dihubungi?

Nay!

Dengan pesimis, dicobanya menghubungi ponsel Nay - sekali lagi.

Masih sama!

Angga menutup ponselnya dengan kecewa.

* * *

Nay sedang duduk termangu di ruang tunggu ICU Rumah Sakit.  Di sebelahnya terdengar suara isak tangis seorang wanita yang sebaya dengan orangtuanya.  Wanita itu ditemani seorang gadis seusianya.

Ia mengenal mereka.  Sangat mengenal mereka.  Wanita itu mamanya Rei, sementara si gadis adalah adiknya.

"Rei.  Rei," isak wanita tersebut.  "Kenapa bisa seperti ini?"

"Sudah, Mam," si gadis berusaha menenangkan.  "Kita berdoa aja.  Kalo Mama nangis nanti semua orang juga nggak tenang."

Nay masih tak bersuara.  Ia hanya menghela nafas berkali-kali dan menggigit bibirnya, berusaha untuk tidak menangis.  Jauh di lubuk hatinya terbersit rasa sesal yang mendalam.

Seharusnya aku bisa melarangnya!

Seharusnya aku bisa melarang dia menemuiku!

Maafkan aku, Rei!

Penantian itu terasa sangat menyiksa bagi mereka bertiga.  Suara langkah kaki para staf medis yang masuk dan keluar ruangan tersebut membuat perasaan mereka bertiga terombang-ambing antara harapan dan kecemasan yang teramat sangat.

Setelah penantian tanpa kepastian, beberapa jam kemudian pintu ruang ICU terbuka.  Beberapa perawat dengan tergesa-gesa mendorong sebuah wheel stretcher keluar dari ruangan tersebut, derit rodanya terdengar sangat mencekam.

Mereka bertiga tersentak dan secara refleks berdiri untuk melihat siapa yang ada di atas matras beroda tersebut, namun para perawat itu berjalan dengan cepat.

"Sus...," mama Rei mencoba bicara dengan seorang perawat, namun yang dipanggil menoleh pun tidak.  Dengan berlembar-lembar kertas di tangannya, perawat muda tersebut berjalan tergesa mengikuti rekan-rekannya yang mendorong wheel stretcher barusan.

Mama Rei terduduk lemas, rasa panik dan cemas yang menyerangnya membuat wanita berusia sekitar 45 tahun ini kembali terisak.

"Rei...  Rei..."

Pintu ruang ICU kembali terbuka, seorang dokter keluar dari ruangan tersebut diikuti seorang perawat.  Mereka terlibat dalam percakapan serius sebelum akhirnya sang dokter berlalu.

"Atas nama Rei?" panggil si perawat sambil menoleh ke arah mereka bertiga.

"Ya, Sus?" mama Rei menghambur diikuti putri bungsunya dan Nay.

Beberapa menit kemudian, pertahanan Nay luluh usai mendengar pembicaraan antara mamanya Rei dengan sang perawat.  Segala emosi yang ditahannya semenjak tadi, pecah saat ini.

Lelehan airmata mengalir di pipi Nay tanpa gadis itu bisa menahannya.

"Maafkan aku, Rei.  Maafkan aku."

* * *

Angga masih tertegun dengan perasaan tak percaya.

Kenapa kamu masih nggak bisa dihubungi?

Ada apa?

Apa yang terjadi?

Berjuta kecemasan mendadak menghantui Angga saat ini.  Kecemasan yang membuatnya mengambil satu keputusan.

Aku harus ke Jakarta!

Secepatnya!

Ia pun kemudian menelpon kakaknya - Rina - yang tinggal di Jakarta.

* * *

"Lana, kamu nggak pulang? "

Teguran lembut mamanya Rei itu membuat Nay tersadar dari lamunannya.  Entah sudah berapa lama ia memandang Rei yang masih belum juga membuka matanya sejak semalam.

" Sudah semalaman kamu di sini," ujar mamanya Rei lagi.

Nay kini memandang wajah wanita tersebut.  Mamanya Rei terlihat sangat lelah, kelihatannya ia tidak tidur semalam.  Rasa cemas akan kondisi putra sulungnya sudah mengalahkan rasa lelah dan kantuk yang mendera tubuh seorang ibu.

Bahkan kini wanita itu mencoba tersenyum padanya.

"Kamu pulang dulu aja sama dia," ujarnya sembari menoleh ke arah putri bungsunya yang sudah bersiap-siap, "nanti kamu bisa ke sini lagi."

Nay memandang wajah Rei dan mamanya bergantian.

"Rei?" tanyanya.

"Kata dokter tadi Rei sudah nggak apa-apa tapi masih butuh beberapa hari lagi di sini."

Nay tertunduk dan menghela nafas.

"Maafkan Lana, tante," ucapnya lirih.  "Harusnya Lana berusaha lebih keras lagi ngelarang dia bawa mobil sendiri."

"Iya sudah, nggak apa-apa.  Adiknya kemarin juga sudah ngelarang dia tapi yah... orangnya memang keras sih."

Wanita itu memegang tangan Nay.

"Sekarang kamu pulang dulu.  Tante makasih banget kamu sudah nemenin Rei semalaman.  Maaf jadi ngganggu waktumu."

"Nggak, nggak apa-apa kok, Tan.  Rei sudah jadi bagian keluarga Lana," jawab gadis tersebut kemudian memandang Rei sekali lagi.  "Tapi, kalo Lana pulang nanti Tante gimana?  Tante 'kan juga belum istirahat."

"Sudahlah, nggak apa-apa.  Tante bisa istirahat sedikit-sedikit nanti," mamanya Rei tersenyum.

Nay menghela nafas.

"Ya sudah, Tante.  Lana pulang dulu ya, nanti Lana ke sini lagi," ujarnya.  "Mohon kabarnya."

"Pasti."

Dengan rasa hati yang masih terasa berat, Nay meninggalkan kamar tempat Rei dirawat.

Cepet sembuh, Rei.

Demi mamamu dan Rana.

Sekilas tadi ia sempat memeriksa ponselnya yang tersimpan di tas.

Baterainya habis.

* * *

Suasana di stasiun kereta pagi itu belum terlalu ramai, udara bahkan masih terasa dingin.  Tampak Angga sedang duduk di salah satu bangku stasiun tersebut, menunggu kedatangan kereta yang akan membawanya ke Jakarta.

Pemuda itu terlihat gelisah, sebentar-sebentar membuka ponselnya seperti sedang menantikan sesuatu.  Terkadang ia menempelkan ponselnya di telinga, mencoba menghubungi seseorang - namun dari raut wajahnya yang kecewa - siapapun bisa menebak bahwa panggilan itu tak berhasil.

"Perhatian!  Perhatian!  Kereta bisnis tujuan Jakarta sebentar lagi akan memasuki Jalur 1.  Sekali lagi kereta bisnis tujuan Jakarta sebentar lagi akan memasuki Jalur 1!"

Mendengar pengumuman dari pengeras suara yang terpasang di seluruh sudut stasiun tersebut, Angga mengantongi ponselnya dan menunggu kedatangan kereta yang akan membawanya ke Jakarta.

Nay, aku datang...

(Bersambung)

Nay merasa sangat cemas akan kondiri Rei namun ia harus mengikuti saran mamanya Rei untuk pulang dulu dan kembali kapan saja.  Sebenarnya sakit apa yang diderita Rei?  Di sisi lain, Angga yang cemas karena Nay tidak bisa dihubungi akhirnya memutuskan untuk secepatnya ke Jakarta.  Berhasilkah Angga menemui Nay?  Ikuti terus cerbung "Masih Ada Cinta"

“Masih Ada Cinta”, terbit seminggu sekali setiap hari Kamis…

Masih Ada Cinta #7 : Siapa Kamu? |   Masih Ada Cinta #1 : Kembali ke Kotaku

Sumber gambar : quoteeveryday.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di blog.ryanmintaraga.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun