Gadis itu berperawakan langsing, rambutnya panjang diikat ekor kuda, ditunjang dengan wajahnya yang cantik. Penampilannya terlihat semakin menawan dengan seragam cafe yang dikenakannya.
Entah kenapa, timbul keberanianku untuk berbicara padanya,
"Mbak, maaf, boleh saya foto ya?" tanyaku.
"Buat apa, Kak?" tanyanya keheranan sedikit takut.
Otakku bekerja cepat.
"Kebetulan saya seorang food blogger dari media online, saya biasanya keliling dari satu tempat makan ke tempat makan lain, trus nulis review tentang tempat tersebut," ujarku seraya membuka laptop dan mengetikkan satu alamat blog kuliner - entah punya siapa. "Namanya juga liputan, nggak afdol dong kalo nggak ada fotonya. Tuh, liat 'kan?" lanjutku sembari menunjukkan foto-foto yang ada di blog tersebut.
Pramusaji cantik itu tampak masih bimbang.
"Emm... apa nggak bisa makanannya aja yang difoto, Kak? Atau orang lain aja deh yang senior di sini," pintanya.
"Kenapa? Nggak boleh ya?" tanyaku.
"Iya, Kak. Peraturan di sini begitu, kita nggak boleh foto-foto."
Aku mengangkat bahu. Mataku bergerak menelusuri deretan huruf yang tertera di name tagnya.