Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kejarlah Cinta #10 : Ketakutan dari Masa Lalu

3 April 2014   13:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:08 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita Sebelumnya :

Setelah patah hati karena Rin pacaran dengan Tama, pada akhirnya Rian bisa menerima kenyataannya - meski kadang masih terlihat murung.  Melihat kondisi sahabatnya yang seperti itu, Aksa mengajak Rian dan Lintang untuk refreshing ke sebuah tempat, rame-rame.

CHAPTER 10


“Oke, kita sampe…”

Aksa turun dari mobil yang membawa mereka.  Saat ini mereka sudah tiba di pantai Anyer, kebetulan mama Aksa punya sebuah villa kecil di sana.  Villa tersebut seperti villa-villa lainnya, menghadap pantai dan tidak dipagari.


“Oh, di sini tempatnya ya…”

Rian menyusul Aksa, diikuti Lintang dan 2 orang teman mereka.  Masing-masing membereskan bawaan mereka, sejenak melepas lelah setelah menempuh sekitar 3 jam perjalanan dari Jakarta.  Suami-istri paruh baya pengurus villa tersebut kemudian menyiapkan makanan untuk tamu-tamunya.  Tak lupa pula es kelapa muda yang disajikan lengkap dengan tempurungnya.

Tanpa menunggu lagi, Aksa langsung meminum minuman segar tersebut,


“Ahh segernyaa!  Terimakasih bik…”

Aksa memandang Lintang.


Dia keliatannya nggak enjoy.  Apa ada sesuatu?

Sejak awal Aksa merasa bahwa gadis tersebut kurang nyaman dengan perjalanan ini.  Bahkan dia terkadang menangkap adanya ketakutan yang terpancar dari Lintang – seperti saat ini.

Tapi bukan Aksa saja yang merasakan hal seperti itu,


“Lin, kamu nggak apa-apa?  Kamu keliatannya pucat…”

Rian juga menyadari Lintang tak seceria biasanya, dan ini membuatnya khawatir.  Tidak biasanya Lintang seperti ini.

Lintang menoleh pada Rian dan tersenyum kecil,


“A… Aku nggak apa-apa.  Mungkin ini gara-gara aku semalam kurang tidur.”

Melihat senyuman Lintang yang seperti itu, terbersit pikiran yang sama di benak Rian dan Aksa,


Dia memaksakan diri!  Senyumnya cuma untuk menyembunyikan sesuatu!

Lintang bangkit,


“Aksa maaf, boleh aku ke kamar mandi sebentar?”


“Ah, ya, silakan.  Tempatnya ada di ujung sana, lurus trus belok kiri.”

Saat gadis itu berlalu dari hadapan mereka, Aksa dan Rian saling pandang kemudian beranjak ke teras,


“Bro, Lintang kenapa?”


“Aku juga nggak tau, apa dia sakit?”

Mereka berbicara dengan suara pelan,


“Bukan!  Aku yakin bukan itu.  Keliatannya dia takut.”


“Takut?  Takut kenapa?”


“Mana aku tau?  Justru karena itu aku nanya sama kamu.  Kamu ‘kan COWOK YANG PALING DEKET SAMA DIA.”

Sengaja Aksa memberi penekanan pada kata ‘cowok yang paling deket sama dia’, dan mendengarnya membuat Rian mundur selangkah,


“Ngarang kamu, Ca!  Kamu ngomong gitu kesannya aku pacaran sama dia aja.”

Aksa tiba-tiba tertawa terbahak-bahak dan suara tawanya untuk sesaat menarik perhatian yang lain.  Setelah suasana kembali tenang, Aksa berbicara dengan suara pelan,


“Kalo gitu, kenapa kamu nggak pacaran aja sama Lintang?”


APAAAA?!


Rupanya ini sudah direncanakan sama Aca!  Dia sengaja ngajak aku sama Lintang jalan-jalan.  Otaknya sudah merencanakan hal ini!

Pikiran Rian langsung kacau.  Dia tidak tahu harus bagaimana,


“Tapi… aku nggak tau gimana perasaan Lintang ke aku walaupun misalnya aku suka sama dia.”


Kena kau! Dalam hati Aksa bersorak.


“Kenapa kamu nggak cari tau aja dia suka sama kamu atau nggak, bro.”

Tepat pada saat itu Lintang datang.


“Oke friends!  Saatnya kita seneng-seneng!  Hari ini kita lupain dulu pelajaran yang bikin mumet!” seru Aksa, “Dan Rian, selamat berusaha!”

(Catatan penulis : kali ini saya menawarkan lagu “We Got The World”-nya Icona Pop untuk menggambarkan serunya suasana saat Rian, Lintang, Aksa, dan teman-temannya bersenang-senang menikmati pantai Anyer.  Selamat berimajinasi!  Oya, bagian berikut hanya boleh dibaca setelah selesai menikmati lagunya - soalnya emosinya agak beda hehehe...)

* * *

Matahari sudah berada di batas cakrawala, sinar lembutnya melahirkan semburat jingga pada awan yang masih berarak di langit biru.  Dari kejauhan nampak siluet gunung Anak Krakatau berdiri tegak di tengah laut, menimbulkan sensasi tersendiri bagi siapapun yang memandangnya.

Rian dan Lintang sedang duduk di pinggir pantai menikmati suasana sore, meninggalkan kawan-kawan mereka yang masih asyik bermain.


“Rian, maaf dan terimakasih untuk hari ini...” ucap Lintang.  Angin pantai sore hari itu membuat rambut Lintang menari-nari.

Rian menoleh,


“Hm?  ‘Maaf’?  ‘Terimakasih’?  Kenapa?”

Untuk sejenak mata mereka bertemu.


Lintang memang cantik.  Dan kalo aku perhatikan rambutnya sekarang sudah lebih panjang dibanding waktu kita jalan-jalan ke Dufan dulu.


HAH?!  Aku mikirin apa sih?  Dia ‘kan teman.  Teman.  Teman.

Lintang masih memandang Rian yang saat ini pikirannya kembali kacau seperti waktu mereka jalan bareng ke Dufan,


“Kita ke sini diajak Aksa ‘kan sebenarnya untuk menghibur kamu biar nggak sedih karena ‘peristiwa kemarin’ itu.  Tapi jadinya malah aku yang hari ini bertingkah nggak jelas.  Untuk itu aku minta maaf.”

Lintang melanjutkan ucapannya sambil memandang matahari yang semakin tenggelam di cakrawala,


“Aku punya pengalaman sangat buruk yang sebenernya nggak mau aku inget-inget lagi soal jalan rame-rame.  Aku pernah menyayangi dan mempercayai seseorang, tapi orang itu malah mengkhianati kepercayaanku dengan cara yang buruk.  Sangat buruk, mengerikan, dan menyakitkan.”

Lintang terdiam sejenak.


“Karena itu aku takut waktu Aksa ngajak kita jalan ke sini.  Kalau aja tujuannya bukan untuk menghibur kamu, aku pasti nggak bakal mau diajak jalan.”

Rian hanya mendengarkan Lintang.


Baru kali ini aku tau sisi lain Lintang.  Rupanya dia punya pengalaman buruk.  Pantas saja…


“Lin…  Apa itu juga alasan kamu yang sebenarnya waktu ngajak aku jalan berdua aja ke Dufan?” Rian memberanikan diri bertanya.

Lintang tersenyum,


“Karena aku takut jalan rame-rame?  Ya, itu benar.”


Jadi begitu.


“Tapi setelah kita jalan bareng ke Dufan, aku jadi tau bahwa aku nggak bakal kenapa-napa kalo jalan sama kamu.  Aku bisa percaya sama kamu.  Karena ada kamu itulah, aku menerima ajakan untuk jalan ke sini.  Rame-rame.”

Lintang menoleh pada Rian,


“Rian, terimakasih sudah menumbuhkan keberanianku.  Terimakasih juga karena kamu sudah nunjukin bahwa ternyata masih ada orang yang bisa aku percayai kelak.”


Kenapa kamu nggak pacaran aja sama Lintang?

Kata-kata Aksa siang tadi mendadak menggema di kepala Rian.


Apa Lintang suka sama aku?


Kenapa kamu nggak cari tau aja dia suka kamu atau nggak…

Mereka masih duduk di tepi pantai sementara matahari semakin turun dan semakin turun.  Tidak ada suara apapun, hanya debur ombak dan desir angin laut.

Mereka berdua masih terdiam dan saling pandang.

Klik!

Terdengar suara shutter kamera.  Rian dan Lintang tersadar, buru-buru mereka mencari sumber suara.  Terdengar tawa Aksa dan teman-teman mereka,


“Kok berhenti?” tanya Aksa.  Rupanya tadi dia yang memotret mereka, “Itu tadi bener-bener romantic scene yang bagus dan manis banget.  Aksa’s masterpiece!  Udah terusin aja!  Anggap aja kita ini pohon kelapa atau apa.”

Klik!  Klik!

Aksa masih memotret mereka berdua.

Rian bermaksud mengejar Aksa, tapi Lintang memegang tangannya, menahan Rian.  Senyum nakalnya kembali,


“Kenapa Rian?  Apa kamu ngerasa déjà vu?”


“Déjà vu?  Kenapa?” Rian tidak mengerti, tapi tiba-tiba dia teringat peristiwa lima bulan lalu saat dirinya dipergoki Lintang di ruang loker (Catatan penulis : cerita soal ini ada di chapter 1).

Rian merasa wajahnya panas.

Lintang masih tersenyum.


“Jadi, apa kamu masih nyimpen surat itu?” godanya.


“Kamu ngomong apa sih?!  Sekarang bukan saatnya ngomongin soal itu!” tukas Rian.

Aksa memutus percakapan mereka,


“Yess!  Scene yang bagus!  Ini baru kisah cinta yang apik!  Coba deh, kalian berdua sekarang kejar-kejaran mumpung lagi di pantai biar suasananya makin seru!”

Lintang dan Rian saling mengedipkan mata memberi kode, kemudian keduanya serempak bangkit dan berlari mengejar Aksa.

(Bersambung)


Lintang sudah menceritakan sedikit rahasia dari masa lalunya, dan juga pernyataan bahwa dia merasa nyaman jalan dengan Rian.  Apa maksudnya?  Sementara Aksa juga secara tidak langsung mendekatkan Rian dengan Lintang.  Di chapter berikutnya, Aksa mengetahui masa lalu Lintang dengan lebih jelas!


Khusus minggu ini, Kejarlah Cinta terbit tiga kali, Selasa, Kamis, dan Sabtu…


Kejarlah Cinta #11 : A Chat With A Stalker |   Kejarlah Cinta #1 : Perkenalan Pertama

Sumber gambar : dokpri
Dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun