Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kejarlah Cinta #9: Cinta Tak Pernah Salah

1 April 2014   14:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:14 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita Sebelumnya :

Sebuah insiden akhirnya membuat Rian tahu bahwa Rin sudah punya pacar.  Bagaimana hubungan Rin dan Rian di sekolah padahal mereka berada di ekskul yang sama?

CHAPTER 9


“Rian masih belum bisa ikut latihan?”

Semenjak peristiwa itu, sudah dua kali Rian tak hadir di ekskul.  Ini membuat Rin tidak enak.


Pasti gara-gara kejadian kemarin itu.

Dan saat ini masih belum tampak tanda-tanda kehadiran Rian.  Bahkan Lintang pun belum bisa membujuk Rian untuk kembali ikut latihan.


“Kalo hari ini aku nggak tau kak.” jawab Lintang, “Soalnya tadi aku liat dia duduk diem aja di bangkunya.”


“Aduh, aku jadi nggak enak, Lin.” keluh Rin, “Keliatannya habis latihan ini aku mau ngomong sama dia.  Bahkan kalau perlu aku mau minta maaf.”

Lintang menoleh pada Rin,


“Kenapa harus minta maaf?  Apa karena kak Rin sudah punya pacar?”

Rin terkejut.


Dari mana dia tahu?  Apa Rian yang cerita?

Lintang meneruskan kalimatnya,


“Rian sudah cerita bahwa kak Rin punya pacar.  Menurutku, kak Rin nggak perlu minta maaf soal itu.  Nggak ada yang salah dengan cinta.  Kita berhak menerima atau menolak cinta seseorang seperti kita juga berhak memberikan cinta kita pada seseorang.”


“Lin…” Rin termangu.


“Saat ini Rian memang sedang terluka karena kak Rin memilih untuk memberikan cinta dan perasaan pada orang lain.  Tapi percayalah, pada waktunya nanti dia pasti mengerti dan bangkit kembali dengan harapan akan kebahagiaan dan cinta yang baru.”


“Lintang…” Rin masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya, “Kamu… kamu bener-bener dewasa.  Siapapun pacarmu pasti sangat beruntung.”

Mendengar kalimat Rin barusan, mendadak wajah Lintang berubah menjadi sangat sedih.  Sepertinya ada sesuatu yang membebani hatinya.

* * *


“Rin…”

Hari itu Rian sengaja menunggu Rin selesai ekskul, dan rupanya dia mesti menunggu agak lama karena kebetulan saat itu giliran Rin dan Lintang yang membereskan perlengkapan latihan.  Rian menunggu di ruang loker ekskul.

Ketika melihat Rian, baik Rin maupun Lintang sama-sama terkejut.

Keheningan hadir selama beberapa detik.

Suasana canggung sangat terasa di ruangan tersebut.


“Rian… aku…” Rin yang pertama berkata, bermaksud meminta maaf.

Sebelum Rin menyelesaikan kalimatnya untuk meminta maaf, Rian sudah memotongnya,


“Rin, aku bener-bener nggak enak terus-terusan bolos latihan.  Tapi aku janji bakal datang di latihan berikutnya.  Terus, sebenarnya aku ada sesuatu buatmu…”

Rian merogoh tasnya dan mengambil sesuatu – sebuah novel yang kemudian diberikannya pada Rin.


“Ini novel terbaru Lizz.  Kebetulan aku juga dapet tandatangannya waktu launching kemarin.  Maaf kalo aku baru bisa ngasih sekarang, nggak apa-apa ya?”

Rin menerima novel tersebut kemudian dibukanya halaman pertama.  Tertera tandatangan si pengarang dengan tambahan ucapan :


Untuk Rin :


Lakukan yang terbaik!


-Lizz-

Rin terdiam.


“Terimakasih Rian…” hanya itu yang bisa dia ucapkan.

Rian tersenyum meski masih canggung dan sedikit memaksakan diri.


“Akhirnya!  Lega rasanya.  Nah, pulang yuk!  Makin sore soalnya.  Takutnya kita nanti kekunci di sekolah.”

Melihat senyuman Rian, Rin pun tersenyum.  Lepas sudah bebannya.


Persis seperti yang dikatakan Lintang.  Syukurlah Rian bisa mengerti pilihanku dan mencoba kembali bangkit.  Kalian berdua memang hebat!


“Oke!  Eh Rian, gimana kalo kita mampir dulu ke Seffel di ujung jalan sana?  Aku pengen banget minum teh tarik.”


“Boleh, kebetulan aku juga lagi pengen minum soda.”


“Yawdah, kebetulan kalo gitu.  Yuk!”

Tidak ada yang menyadari bahwa Lintang terus memperhatikan Rian saat mereka berbicara tadi.


Rian, ternyata kamu bangkit lebih cepat dari perkiraanku.

* * *

SMA Dian Pelita, bulan kelima semenjak tahun ajaran baru dimulai.  Saat itu jam istirahat kedua sedang berlangsung…


“Lintang, dua cowok itu temen sekelasmu ‘kan?  Aksa sama … hm… siapa ya yang satunya?”

Lintang sementara berhenti menikmati semangkuk bakso yang ada di hadapannya dan menoleh ke arah yang dimaksud temannya.  Dilihatnya Aksa dan Rian sedang berjalan ke arahnya.  Lintang tersenyum pada mereka berdua.


“Oh yang satu itu namanya Rian, dia ikut bulutangkis.”

Keduanya tiba di hadapan Lintang dan Aksa tersenyum padanya,


“Akhirnya yang dicari ketemu juga.  Boleh gabung sebentar di sini?”


“Boleh” jawab Lintang.

Setelah mengambil tempat duduk dan memesan minuman, Aksa menoleh pada Rian,


“Bro, sekarang giliranmu ngomong.”

Rian tampak terkejut,


“Lho kok mesti aku?  Yang punya acara ‘kan kamu?”


“Yang lebih kenal Lintang siapaaa?  Aku apa kamu?” dengan santainya Aksa balik bertanya.


“Tapi kamu ‘kan temen sekelasnya juga…”


“Hahaha, tinggal ngomong aja takut broo!” Aksa tertawa keras.

Lintang bingung mendengar percakapan antar sahabat yang saat ini ada di depannya.  Dia masih belum bisa menduga ada apa.


“Kalo kamu nggak berani ngomong ya udah, tapi apa kamu nggak nyesel nanti?”

Kalimat pamungkas dari Aksa membuat Rian terdiam.  Sekarang ini kata “menyesal” membuatnya teringat saat Rin lepas dari jangkauannya tepat beberapa saat sebelum dia menyatakan perasaannya pada gadis tersebut.


“Oke oke, aku ngomong…” Rian kemudian menoleh pada Lintang, “Lin, kalo kamu nggak ada acara, hari Minggu nanti kita jalan ya.  Rame-rame…”


“Kamu ngomongnya salah!” tukas Aksa kesal, “Udah diem aja deh!”

Aksa kemudian menoleh pada Lintang,


“Gini Lin, selama ini aku punya kebiasaan untuk refreshing menjelang ujian akhir semester.  Biasanya aku cuma jalan sendiri atau paling sama keluarga atau sepupu-sepupuku.  Tapi tahun ini kaya’nya aku mau jalan sama temen-temenku.”

Aksa berhenti sejenak untuk menyeruput teh botol dingin yang tadi dipesannya, kemudian melanjutkan kalimatnya,


“Tahun ini aku kepikiran untuk ngajak Rian refreshing karena beberapa minggu ini dia sering murung sejak ‘kejadian itu’.  Takutnya dia nggak kuat terus tau-tau tidur di rel kereta atau main ayunan pake leher ‘kan gawat hehehe…”


“Hei!  Siapa yang…” protes Rian.


“Udah diem aja kamu!” potong Aksa.

Lintang paham bahwa yang dimaksud ‘kejadian itu’ oleh Aksa adalah patah hatinya Rian karena perasaannya pada Rin yang tak tersampaikan.


“Ookey, trus hubungannya sama aku apa?” tanya Lintang kemudian.

Aksa memandang Lintang dan tersenyum penuh arti,


“Ya kamu ikut karena saat ini cuma kamu yang bisa menguatkan Rian.”


“Eh?” Lintang terkejut.


Apa maksudnya?  Kata-kata Aksa tadi sepertinya punya maksud lain.  Kenapa mesti aku?

(Bersambung)


Aksa mengajak Rian dan Lintang untuk refreshing.  Dengan bantuan sahabat-sahabatnya tersebut, apakah Rian nantinya bisa melupakan Rin dan move on untuk cinta yang baru?  Di chapter berikutnya, rahasia masa lalu Lintang akan sedikit terungkap...


Khusus minggu ini, Kejarlah Cinta terbit tiga kali, Selasa, Kamis, dan Sabtu…


Kejarlah Cinta #10 : Ketakutan dari Masa Lalu |   Kejarlah Cinta #1 : Perkenalan Pertama

Sumber gambar : 9images.blogspot.com
Dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun