Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Dua Hati #2 : Mimpi yang Semakin Mengganggu

2 Mei 2014   14:14 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:57 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13989070482080538228

Cerita Sebelumnya :

Pengejaran cinta Rian terhadap Lintang sudah terjawab, saat ini mereka sudah jadian dan menikmati serunya cinta.  Dan saat bersama Rian, Lintang merasa nyaman dan bisa melupakan masa lalunya yang menyakitkan.  Akankah kisah cinta mereka berjalan mulus-mulus saja?

CHAPTER 2


“Pagi…”


“Liburan kemarin ke mana aja?”


“Kamu sekolah di sini juga?”


“Eh ada adik kelas yang oke tuh.”


“Sst… Hati-hati sama kakak kelas yang itu.”

Hari ini adalah hari pertama tahun ajaran baru.  Siswa kelas III sudah meninggalkan sekolah, siswa kelas II dan I naik ke kelas di atasnya, dan kelas I diisi siswa-siswi baru.  Seperti sekolah lainnya, hari ini suasana di SMA Dian Pelita kembali ramai dan riuh rendah setelah sekitar tiga minggu liburan.

Rian sedang bercakap ringan dengan Aksa saat Lintang masuk kelas dan menyapa mereka.


“Pagi Rian.  Pagi Aksa.”

Mulai hari ini, mereka bertiga sudah menjadi siswa kelas XII, tepatnya di III.IA.6 yang dulu menjadi kelas Rin - kakak kelas mereka.


“Pagi Lintang,” sapa Aksa, “Gimana liburanmu kemarin sama pacarmu?”


“Haha, no comment deh,” Lintang tertawa, “Mungkin lebih baik kamu tanyakan langsung sama dia.”


“Hah!  Dia??”  Aksa menunjuk Rian, “Aku sudah tau duluan apa jawabannya.”

Aksa kemudian berbisik pada Lintang,


“Pasti jawabannya cuma satu kata.  Mau coba?”

Aksa menoleh pada Rian,


“Hei bro, gimana liburanmu kemarin sama Lintang?”

Seperti yang dikatakan Aksa, Rian hanya menjawab singkat,


“Menyenangkan.”


“’Menyenangkan’?  Just it?” cecar Aksa.


“Ya, cuma itu.  Memangnya?” sahut Rian kalem.

Aksa melirik Lintang dan memberi isyarat yang diartikan sebagai, “Tuh kan?

* * *

Malam itu lagi-lagi Lintang terbangun dari tidurnya.


Mimpi itu lagi.

Diliriknya jam di meja kamarnya, saat itu waktu menunjukkan pukul dua dini hari.  Lintang menghela nafas.


Kenapa akhir-akhir ini aku mimpi seperti itu terus?


Mungkin itu karena aku sekarang punya pacar dan sebentar lagi aku ulang tahun?  Meski aku percaya Rian tidak akan melakukan hal buruk padaku seperti ‘dia’, tapi hati kecilku masih merasa ketakutan.


Tapi… dulu juga aku percaya pada ‘dia’, sama seperti aku percaya pada Rian saat ini.

Tiba-tiba Lintang merasa tidak nyaman.  Ingatan akan peristiwa dua tahun lalu tersebut berputar kembali di benaknya.


Habis minum minuman itu, aku nggak ingat apa-apa.  Aku sadar setelah berada di rumah sakit, kepalaku pusing sekali saat itu.

Gadis itu juga ingat bahwa ketika itu dokter dan kedua orangtuanya menenangkan dirinya dan mengatakan bahwa tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan karena, “kamu nggak diapa-apain”.  Dalam beberapa hari kemudian semuanya berlangsung normal seperti biasa, sampai tiba-tiba suatu hari teman-temannya memandangnya dengan aneh ketika dia baru tiba di sekolah.  Beberapa bahkan terlihat kasak-kusuk dengan pandangan menghina.


“Lintang…” sahabatnya Gita memanggilnya, ada nada khawatir dalam suaranya.


“Gi?  Ada apa?” tanya Lintang, “Kenapa semua melihatku dengan tatapan aneh hari ini?”

Gita tak langsung menjawab, dia hanya mengangsurkan ponselnya dan memperlihatkan sebuah video padanya.


“Kuatkan dirimu, Lintang.  Dan sebelumnya aku benar-benar minta maaf,” ujarnya saat itu.

Melihat video itu, mendadak dunia terasa berputar bagi Lintang, tanah yang dipijaknya laksana lumpur hisap yang menariknya masuk ke dasar bumi.  Dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Dalam video itu dia melihat dirinya dalam keadaan mabuk.  Dengan keadaan dirinya yang seperti itu terdengar suara beberapa laki-laki dengan ucapan-ucapan kotor yang menyuruhnya melakukan hal-hal yang dalam mimpi pun Lintang tak membayangkan akan melakukannya.  Tapi dia melakukannya!  Dengan wajah yang terekam jelas!


“Maafkan aku, Lintang.  Aku juga terima kiriman video ini dari orang lain.  Aku terpaksa memperlihatkan ini padamu karena aku nggak sanggup membicarakannya.  Aku akan menghapusnya segera,” ujar Gita terisak.

Lintang sudah tak mendengar ucapan sahabatnya karena saat itu kakinya lemas, seluruh tenaganya menghilang, dan dia tak sadarkan diri.

Lintang terisak.

Setiap kali ingatan akan kejadian tersebut kembali, Lintang menyesali dirinya.  Dan yang bisa dilakukannya hanya menangis.  Dia sadar, sampai kapan pun video tersebut tidak akan hilang, akan tersimpan selamanya di server-server internet di seluruh dunia, tersimpan di komputer-komputer pribadi entah siapa, bahkan bisa saja tersimpan di ponsel milik siapapun – yang bisa saja mengenalnya.

Dan mereka akan melihat apa yang dilakukannya.


Kebodohanku sudah membuatku dihantui penyesalan dan ketakutan seumur hidup.

Lintang mengambil ponselnya dan mengetik sebuah pesan,


“Rian, aku sangat takut.”

* * *


“Aku akan menjengukmu nanti sepulang sekolah.  Boleh?”

Dibacanya pesan singkat dari Rian.  Hari itu Lintang tidak masuk sekolah dengan alasan sakit.  Dan memang saat itu kondisinya tidaklah baik.

Dibalasnya pesan tersebut,


“Sendiri aja ya, jangan sama temen-temen.  Ada sesuatu yang mau aku ceritain ke kamu.  Cuma ke kamu.  Please.”

Beberapa menit kemudian pesan balasan dari pemuda tersebut datang,


“Oke.  Tadinya aku mo datang bareng Aca, tapi syukurlah dia ngerti setelah aku jelasin kondisimu.”

* * *


“Gimana keadaanmu sekarang?  Kamu sakit apa?”

Saat ini Rian berada di kamar Lintang.  Dilihatnya gadis itu berbaring di tempat tidur.  Tadinya Rian ingin pintu kamar Lintang dibuka saja, tapi Lintang menolaknya.


Jadi, aku sekarang berdua di kamarnya dengan pintu tertutup…

Sebetulnya Rian merasa tidak nyaman seperti ini, dia tidak mau adanya omongan-omongan yang tidak enak di kemudian hari.


Tapi aku 'kan cuma tamu.

Dalam keadaan ini, Rian teringat kata-kata Aksa ketika dia menjelaskan bahwa Lintang hanya ingin dijenguk olehnya saja,


“Rian, jangan pernah kamu sakiti Lintang.  Jangan khianati kepercayaannya padamu.”


Apa sekarang dia sedang mengujiku?  Kata-kata Aca tadi apa maksudnya?  Apa Aca tau sesuatu yang aku nggak tau?


“Rian…” didengarnya gadis itu memanggil namanya.


“Ya, Lin?”

Lintang bangkit dan duduk di tepi tempat tidur.


“Rian…” ujarnya lagi, “Sudah hampir lima bulan kita pacaran.  Kamu ingat sebelum kita jadian?  Waktu itu kamu bakar kertas-kertas yang aku liatin ke kamu, dan kamu bilang kamu nggak percaya berita.  Kamu ingin dengar langsung dari aku sendiri.  Kamu ingat?” [1]

Rian tak percaya kata-katanya yang waktu itu diucapkan secara sambil lalu ternyata dianggap serius oleh Lintang.


“Aku nggak bermaksud untuk tau rahasiamu,” ujarnya, “Aku sama sekali nggak ada niatan untuk itu.  Maaf kalo kamu jadi kepikiran karena itu.”


“Nggak apa-apa, Rian.  Memang kamu harus tau.  Selain karena aku percaya kamu, juga karena aku butuh teman untuk sharing.”

Setelah terdiam sejenak, Lintang memulai kisahnya,


“Aku dulu punya pacar, namanya Niko.  Dia masih sepupuku…”

(Bersambung)


Mimpi buruk tentang kejadian dua tahun lalu itu mulai mengganggu Lintang, karenanya gadis itu memutuskan untuk menceritakan masa lalunya pada Rian.  Dan Lintang menyebutkan sebuah nama, "Niko".  Akankah pemilik nama ini muncul dan 'mengganggu' hubungan Rian dengan Lintang?

“Kisah Dua Hati” terbit dua kali dalam seminggu, Selasa dan Jumat…

Kisah Dua Hati #3 : Masa Lalu Lintang |   Kisah Dua Hati #1 : Straight Set!

[1] Cerita tentang ini ada di "Kejarlah Cinta #17 : The Ending"

Sumber gambar : pinterest.com

Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun