Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Dua Hati #24: Cerita di Private Room Part III

27 Juni 2014   15:09 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:39 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1403831018247063604

Cerita Sebelumnya :

Cerita Niko tentang peristiwa dua tahun lalu sudah masuk ke bagian yang paling menyakitkan!  Niko ternyata dijebak oleh sahabatnya sendiri, sementara Lintang yang dalam keadaan mabuk tidak menyadari apa yang akan terjadi padanya!  Apa yang akan terjadi pada mereka berdua?

CHAPTER 24

Niko tak berdaya menyaksikan apa yang preman tersebut perbuat pada Lintang, dan semuanya direkam oleh Andre.Mereka melakukannya sambil tertawa dan mengeluarkan kata-kata kotor, sementara Lintang yang dalam keadaan mabuk tidak menyadari apa dilakukannya ataupun yang terjadi padanya.


“Lepaskan dia!” Niko berteriak, mencoba harapan terakhirnya, “Kamu mau uang berapa?!Aku bisa kasih sekarang, berapapun yang kamu mau!”


“Berisik kamu!” salah seorang dari teman Keling menghampiri Niko dan menendangnya.Niko terjatuh dalam keadaan masih terikat di kursi.

Yongki dan Rudi buru-buru menghampiri Niko dan mencegah hal-hal yang lebih buruk terjadi.


“Sudah, bang.Sabar bang…”

Mereka berbisik pelan pada Niko.


“Maaf, dab.Kami juga dipaksa dan diancam…”


“Hei!” bentak preman yang lain.

Rudi dan Yongki mengkerut ketakutan.


“I… iya, bang.Maaf.”

Andre masih merekam semua yang dilakukan Keling terhadap Lintang.

Detik demi detik berlalu.Niko serasa berada di neraka.


Lintang!Ampuni aku!

Dan tiba-tiba terdengar raungan kemarahan Keling.


“Sialan!SIALAN!!”

Tak lama kemudian dia menampar Lintang.

* * *

Niko menghentikan ceritanya ketika didengarnya Lintang terisak.


“Lintang…” panggilnya.

Pemuda itu beringsut ingin merangkul Lintang tapi gadis itu menjauh dan memberi isyarat pada Niko untuk berhenti.


“Terusin aja ceritamu…” katanya.


“Tapi…” Niko ragu.


“Nggak apa-apa, terusin aja…” jawab Lintang.


Kalau saja aku waktu itu sedang nggak mens, entah apa yang akan terjadi…

* * *

Keling memaki dengan sejuta sumpah serapah.Nafsunya yang sudah ke ubun-ubun tapi tak terpenuhi membuat preman ini kalap.Dia menghancurkan apa saja yang ada di dekatnya.


“Wis, dab,” rekannya berusaha menenangkan, “Nanti kita cari perempuan lain.Yang penting, kita sudah punya videonya.”

Keling meludah ke arah Lintang.


“Perempuan nggak berguna!  Tunggu aja suatu hari nanti!”

Setelah berpakaian, dia menghampiri Niko dan di tangannya entah dari mana sudah ada sebilah pisau.


“Dengan video itu kita masih bisa meras yang cewek, tapi yang ini jadi nggak ada gunanya.Dia harus mati biar nggak ada saksi!”

Niko tercekat!


Aku akan mati!

BRAKKK!

Tiba-tiba pintu gudang ditendang dengan keras.Sekelompok orang berpakaian safari hitam kemudian masuk dan menodongkan senjata api, bahkan salah seorang dari mereka membawa shotgun!


“Jangan bergerak!” seru salah seorang dari mereka.

* * *


“Mereka adalah pengawal-pengawalku,” ujar Niko, “Sama seperti yang kita temui kemarin waktu temanmu tertabrak motor.”


“Dia bukan temanku…” potong Lintang, “Dia lebih dari itu…”

Mendengar perkataan Lintang tadi, Niko terkejut.


“Oh gitu…” gumamnya setelah terdiam beberapa lama.

Pada saat itu, Lintang sendiri tak tahu mengapa dia mendadak berkata seperti tadi.


Setidaknya Rian pernah jadi pacarku…


“Terus, apa yang terjadi setelah itu?” tanya Lintang.

Niko melanjutkan ceritanya,


“Ya, saat itu aku baru tahu bahwa selama ini aku selalu dikawal diam-diam.Hanya saja saat itu mereka kehilangan jejakku.Kalau saja di mobilku nggak ada GPS, mungkin saja aku nggak bakal ketemu.Tak lama kemudian, preman-preman itu berhasil dilumpuhkan dan menyerah.Tapi karena sangat mengkhawatirkanmu, aku segera membawamu ke rumah sakit dan lupa soal video itu.”

Niko menghela nafas.Jelas terdengar penyesalan mendalam dari nada suaranya.


“Begitu ingat soal video yang direkam Andre, aku segera kembali ke tempat tersebut.Tapi tempat itu sudah kosong.Aku juga bergegas ke rumah Rudi, Yongki, dan Andre, tapi mereka semua sudah kabur.Bahkan orangtuanya sendiri nggak tau mereka ada di mana.Selama satu minggu aku berusaha mencari keberadaan mereka – termasuk Keling, tapi gagal.”


“Dan akhirnya video itu beredar…” gumam Lintang, lirih.


“Maafkan aku…” ujar Niko, “Aku panik waktu itu.”

Lintang masih terdiam.Saat ini di pikirannya berkecamuk berbagai perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Luka hatinya memang kembali terbuka mengingat peristiwa traumatis tersebut, akan tetapi dia sudah bertekad untuk menghadapinya.


Aku harus kuat!Aku harus kuat demi orang-orang yang kusayangi…


Tapi… haruskah aku percaya padanya?


Apa aku bisa percaya pada ceritanya?


Aku hanya mengandalkan kepercayaanku padanya.Sebuah cerita tanpa bukti…

Dalam gejolak batin di hatinya, didengarnya Niko yang kemudian melanjutkan ceritanya.


“Dan ketika papa tau soal video itu, dia minta bantuan polisi untuk menuntaskan kasus tersebut.Hasilnya?Cuma Keling dan dua temannya yang ketangkap, itu pun mereka dikenai tuduhan percobaan pembunuhan, dan tindak asusila.Sama sekali nggak ada bukti keterlibatan mereka dalam penyebaran video itu.”

Lintang menghela nafas.Berat.


Jadi begitu…

Niko memandang gadis yang pernah menjadi pacarnya ini.


“Lintang…” panggilnya, “Apa pacarmu tau kejadian itu?”


“Dia tau,” jawab Lintang tanpa menoleh, “Aku yang cerita ke dia.Dan dia tetap menerimaku…”


“Oh…” Niko mendesah, “Dia keliatannya orang yang baik.”


“Memang.Itulah sebabnya aku sangat mencintainya.”

Hati Lintang terasa perih mengingat Rian yang saat ini sudah bersama Rin.

Ruangan itu hening selama beberapa saat.


“Jadi…” gumam Niko, “Sebenarnya aku juga sangat berharap kita bisa seperti dulu.Tapi… sepertinya sudah nggak ada kesempatan buatku untuk bisa balik sama kamu.Tapi setidaknya sekarang kamu sudah tau gimana kejadian yang sebenarnya.Aku lega sudah menceritakan hal yang sebenarnya…”


“Aku coba untuk percaya kata-katamu,” hati Lintang masih terasa berat mengingat cerita Niko tadi, “Aku sendiri juga nggak tau harus gimana.  Niko yang kukenal adalah orang yang jujur, orang yang kata-katanya bisa dipegang.Meski sama sekali nggak ada bukti yang menguatkan ceritamu, aku coba untuk percaya sama kamu.Lagian aku sudah memutuskan untuk menghadapi masa laluku…”

Lintang kemudian memegang tangan Niko.


“Dan mengenai perasaanmu, aku harap kamu ngerti.Kisah kita sudah berakhir...”

Niko mendesah.


“Apa karena kejadian itu?” tanyanya.


“Mungkin,” jawab Lintang, “Tapi sebenarnya ada sang waktu yang membuatku mengenal seseorang.Seseorang yang menerimaku apa adanya.”


“Itu karena dia tau kamu belum diapa-apain,” Niko mencoba berargumen.


“Aku baru menceritakan bagian itu justru setelah aku jadian sama dia.”

Niko menghela nafas.Dia sadar tak ada gunanya mencoba mengubah pendirian gadis yang ada di hadapannya ini.


“Aku ngerti.Sekarang aku cuma bisa menyesali kebodohanku waktu itu.Kebodohan yang membuat kamu lepas dari aku.”

Pemuda ini terdiam sejenak.


“Lintang, maaf, bolehkah aku memelukmu untuk terakhir kalinya?”

Lintang menggeleng dengan tegas.


“Maaf, Niko.Aku nggak bisa memenuhi permintaanmu.Hubungan kita sudah nggak seperti dulu, sekali lagi aku yakin kamu bisa mengerti.”


“Baiklah.Aku ngerti….”


Aku benar-benar harus melupakannya…

* * *

Mereka bertiga akhirnya berpisah di tempat parkir.


“Nah, Lintang.Kita berpisah di sini.Aku akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu.Jaga dirimu,” ujar Niko.


“Kamu juga,” sahut Lintang.


“Aksa,” Niko menoleh pada Aksa, “Terimakasih sudah mau menemani Lintang menemuiku malam ini.”


“No probs,” balas Aksa.


“Kita mungkin bisa jadi teman yang cocok,” sambung Niko.

Niko mengulurkan tangannya menjabat tangan Lintang.


“Titip salam juga buat Rian, sampaikan permohonan maaf dan penyesalanku padanya.Suatu hari nanti mungkin aku akan menemuinya.”


“Pasti aku sampaikan.”.

Setelah mereka berpisah, Niko membuka ponselnya dan menelepon seseorang.


“Hello mom?Mom, sekarang aku sudah siap untuk kuliah di luar negeri…”

(Bersambung)

Meski terasa berat, Lintang mencoba mempercayai cerita Niko.  Dan gadis tersebut juga menolak keinginan Niko untuk kembali - sesuatu yang membuat pemuda itu akhirnya memutuskan untuk kuliah di luar negeri.  Apakah dengan menolak Niko, Lintang masih mengharapkan Rian?  Bagaimana dengan Aksa?  Ikuti 6 chapter terakhir "Kisah Dua Hati"...
Mulai minggu depan, “Kisah Dua Hati” terbit dua kali dalam seminggu, Senin dan Rabu…
Kisah Dua Hati #25 : Ini yang Aku Harapkan |   Kisah Dua Hati #1 : Straight Set!


Sumber gambar : d10soad.deviantart.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun