“Dan justru kalimat itulah yang membuat perasaanku padamu kembali tumbuh. Aku meluk kamu dan bilang ‘kamu mau jadi pacarku?’”
Keduanya tersenyum.
“Kamu tau, Rian?Bersamamu adalah saat-saat paling menyenangkan dalam hidupku. Tapi aku lupa, aku lupa bahwa kamu mungkin punya kebahagiaan sendiri yang harus kamu kejar. Kamu juga punya cinta yang harus kamu kejar. Kamu tau maksudku?”
Rian menggeleng.
“Maksudku,” lanjut Rin, “Aku tau kamu masih belum bisa ngelupain Lintang. Aku tau kamu masih mencintainya. Hal itu terlihat jelas di dirimu setiap kali kalian bertemu…”
Rian terdiam mendengar kalimat Rin.
“Meski di satu sisi aku senang karena kamu berusaha keras untuk melupakan Lintang dan fokus pada hubungan kita, di sisi lain aku merasa kamu jadi terbeban karena aku,” lanjut Rin.
“Rin, aku nggak merasa terbebani oleh hubungan kita…” potong Rian.
“Aku tau, aku hanya merasa menjadi beban yang memberatkanmu. Karena itu…”
Rin tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Rasa hatinya sangat sakit, dadanya terasa sesak.
Aku mencintaimu, Rian. Sangat mencintaimu.
Aku akan bahagia bila bisa memilikimu, tapi aku lebih bahagia melihatmu hidup dengan pilihan yang kau ambil…
Jadi, inilah yang akan kulakukan…
Dengan mengumpulkan segenap kekuatannya, Rin melanjutkan kalimatnya dengan bibir bergetar,
“Kejar dia, Rian. Kejar Lintang. Kejarlah cintamu…”
“Rin?”
Rian sama sekali tak menduga Rin akan mengatakan hal seperti itu.
* * *
“Aksa, aku harus check-in sekarang, pesawatku berangkat jam 12 nanti.”
Sekali lagi Lintang dan Aksa berjabat tangan.
“Nah, sampe ketemu lagi,” ujar Aksa, "Entah kapan."
“Ya. Jaga dirimu. Take care,” balas Lintang.
"You too."
Lintang kemudian masuk ke counter check-in, memastikan keberangkatannya ke Yogyakarta.
Rian, selamat tinggal. Terimakasih untuk kebersamaan kita selama ini. Sayang sekali kita nggak sempat ketemu...
* * *
“Rin? Kenapa?”
Rian masih tak mengerti kenapa Rin memintanya mengejar Lintang.
“Rian, di pertemuan terakhir kita, dari matamu terlihat jelas apa yang kamu inginkan. Kamu kecewa waktu tau Lintang mau kuliah di Jogja. Waktu itu aku juga tau kamu mau putus dariku sementara kamu juga nggak mau nyakitin aku.”
Setelah terdiam sejenak, Rin melanjutkan kalimatnya,