Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Dua Hati #27 : Aku Tahu Kau Takkan Bisa Mengatakannya

7 Juli 2014   14:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:10 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14046601741560159885

Cerita Sebelumnya :

Masalah antara Lintang dengan Niko sudah selesai, gadis itu kini memandang lurus ke depan untuk menggapai cita-citanya menjadi seorang psikolog.  Untuk itu, Lintang memutuskan untuk kuliah di kota kelahirannya, Yogyakarta, namun keputusan Lintang tersebut membuat Rian dalam hatinya merasa kecewa.  Dan kekecewaan itu tergambar jelas di wajahnya sehingga Rin - pacar Rian - merasa sakit dan menggantung hubungan mereka.  Hubungan Rian dan Rin sedang berada di ujung tanduk!

CHAPTER 27

Bandara Internasional Sukarno-Hatta, Banten, jam 09.45.

Lintang memandang satu-persatu orang-orang yang mengantar keberangkatannya ke Yogyakarta.  Masih ada waktu sebelum counter check-in dibuka.


Hari ini aku meninggalkan Jakarta.

Gadis itu menghela nafas.


Dan mungkin nggak akan kembali ke sini.

Lintang menghampiri tante Ani dan mencium tangannya dengan takzim,


“Tante, terimakasih banyak sudah mau menerima Lintang.  Banyak yang bisa Lintang pelajari selama tinggal dengan tante.  Maaf kalau Lintang ada salah selama tinggal di rumah tante, sekali lagi terimakasih…”

Tante Ani mencium kedua pipi dan kening Lintang, kemudian memeluknya.


“Sama-sama, Nduk.  Kamu sudah tante anggap anak sendiri.  Tante seneng kamu akhirnya sudah tumbuh dewasa dan lebih kuat.  Keberanian kamu untuk kuliah dan pulang ke Jogja sudah menunjukkan hal itu.  Kamu sudah siap menghadapi masalah yang muncul, kamu sudah nggak lagi melarikan diri.  Tante bangga sama kamu."

Tante Ani melepas pelukannya dan memandang keponakannya tersebut sambil tersenyum,


"Tapi kalo kamu nanti berubah pikiran, kamu bisa kembali ke rumah tante.  Nanti titip salam buat Romo sama Ibu ya…”

Lintang mengangguk.

Setelah berpamitan dengan pengantar yang lain, Lintang menghampiri Aksa dan menyalaminya.


“Aksa, terimakasih untuk persahabatan kita selama dua tahun ini.”

Pemuda itu membalas uluran tangan Lintang sambil tersenyum.


“Kita tetap sahabat.  Selamanya.”

Lama mereka berjabat tangan.  Dan secara bersamaan mereka mengucap kalimat yang sama,


“Sayang Rian nggak di sini…”

* * *

Rian duduk berhadapan dengan Rin di kamar kos gadis tersebut.  Rin memang sesekali pulang ke kos, biasanya apabila sudah terlalu lelah untuk pulang ke rumah atau ketika esok harinya ada jadwal kuliah pagi.


“Rian, terimakasih sudah mau menemuiku,” Rin membuka percakapan.


“Rin, aku lega kamu nelpon setelah berminggu-minggu,” balas Rian.


Aku benar-benar nggak tega menyakitimu, Rin.


“Rian,” panggil Rin, “Apa kamu inget kapan kita jadian?”


“Aku selalu ingat,” jawab Rian, “Waktu itu kita habis nonton film ‘The Pursuit of Love’, awalnya kamu menciumku dan bilang nggak berani berharap bisa jadi pacarku.”

Rian terdiam sejenak,


“Dan justru kalimat itulah yang membuat perasaanku padamu kembali tumbuh.  Aku meluk kamu dan bilang ‘kamu mau jadi pacarku?’”

Keduanya tersenyum.


“Kamu tau, Rian?Bersamamu adalah saat-saat paling menyenangkan dalam hidupku.  Tapi aku lupa, aku lupa bahwa kamu mungkin punya kebahagiaan sendiri yang harus kamu kejar.  Kamu juga punya cinta yang harus kamu kejar.  Kamu tau maksudku?”

Rian menggeleng.


“Maksudku,” lanjut Rin, “Aku tau kamu masih belum bisa ngelupain Lintang.  Aku tau kamu masih mencintainya.  Hal itu terlihat jelas di dirimu setiap kali kalian bertemu…”

Rian terdiam mendengar kalimat Rin.


“Meski di satu sisi aku senang karena kamu berusaha keras untuk melupakan Lintang dan fokus pada hubungan kita, di sisi lain aku merasa kamu jadi terbeban karena aku,” lanjut Rin.


“Rin, aku nggak merasa terbebani oleh hubungan kita…” potong Rian.


“Aku tau, aku hanya merasa menjadi beban yang memberatkanmu.  Karena itu…”

Rin tidak bisa melanjutkan kalimatnya.  Rasa hatinya sangat sakit, dadanya terasa sesak.


Aku mencintaimu, Rian.  Sangat mencintaimu.


Aku akan bahagia bila bisa memilikimu, tapi aku lebih bahagia melihatmu hidup dengan pilihan yang kau ambil…


Jadi, inilah yang akan kulakukan…

Dengan mengumpulkan segenap kekuatannya, Rin melanjutkan kalimatnya dengan bibir bergetar,


“Kejar dia, Rian.  Kejar Lintang.  Kejarlah cintamu…”


“Rin?”

Rian sama sekali tak menduga Rin akan mengatakan hal seperti itu.

* * *


“Aksa, aku harus check-in sekarang, pesawatku berangkat jam 12 nanti.”

Sekali lagi Lintang dan Aksa berjabat tangan.


“Nah, sampe ketemu lagi,” ujar Aksa, "Entah kapan."


“Ya.  Jaga dirimu.  Take care,” balas Lintang.

"You too."

Lintang kemudian masuk ke counter check-in, memastikan keberangkatannya ke Yogyakarta.


Rian, selamat tinggal.  Terimakasih untuk kebersamaan kita selama ini.  Sayang sekali kita nggak sempat ketemu...

* * *


“Rin?  Kenapa?”

Rian masih tak mengerti kenapa Rin memintanya mengejar Lintang.


“Rian, di pertemuan terakhir kita, dari matamu terlihat jelas apa yang kamu inginkan.  Kamu kecewa waktu tau Lintang mau kuliah di Jogja.  Waktu itu aku juga tau kamu mau putus dariku sementara kamu juga nggak mau nyakitin aku.”

Setelah terdiam sejenak, Rin melanjutkan kalimatnya,


“Kebimbanganmu itu malah membuatku merasa sangat bersalah padamu.  Aku mungkin bisa terima seandainya kamu datang dengan wajah dingin dan berkata ‘kita putus’, tapi aku nggak sanggup kalo kamu memutuskan untuk tetep jalan denganku cuma karena kamu nggak ingin menyakitiku.”

Rian mendesah.


“Rin, maafkan aku…”

Rin tersenyum getir.


“Nggak perlu minta maaf.  Kamu berusaha menjaga perasaanku, dan aku bahagia.  Aku suka sifatmu yang seperti itu…”

Suasana menjadi hening.

Rin melanjutkan ucapannya,


“Terimakasih untuk kebahagiaan yang sudah kamu berikan selama kebersamaan kita.  Tapi menurutku, sekarang saatnya kita harus berpisah.”

Rin mencoba tegar ketika mengatakan hal itu.


“Aku tau kamu nggak akan bisa mengatakannya, jadi biar aku aja…”

Rian terdiam dengan kepala menunduk, dia tau apa yang akan Rin katakan.


Maafkan aku, Rin.

Rin memejamkan mata dan mendongakkan kepala untuk mencegah jatuhnya air mata.


“Rian, kita putus.”

Hening kembali.

Hanya ada dengung pendingin udara dan detik jam di ruangan itu.

Rian mengangkat kepalanya.  Perasaannya terasa sangat berat.


“Rin…” gumamnya.

Dilihatnya gadis itu sekarang berbalik dan membelakanginya, kepalanya masih menengadah.


“Sekarang kejar dia, Rian," didengarnya Rin berkata, "Kejar Lintang.  Hari ini dia berangkat ke Jogja ‘kan?  Semoga kalian masih bisa ketemu.”

Rian masih mematung.


“Kejar dia, Rian.  KEJAR!” seru Rin.


“Rin, maafkan aku,” Rian bangkit, keluar dari kamar Rin, dan berlari.  Langkah kakinya makin lama semakin terdengar jauh dan menjauh.

Rin perlahan berbalik dan memandang pintu kamarnya yang masih terbuka.


Selamat tinggal, Rian.


Terimakasih untuk semuanya, aku sangat bahagia karena pernah menjadi seseorang yang istimewa di hatimu…

(Catatan penulis : untuk menggambarkan kerelaan Rin melepas Rian di chapter ini, saya menawarkan lagu “Don’t Find Me Again” dari Davichi.Visualisasi untuk adegan ini adalah kenangan Rin akan kebersamaannya dengan Rian.FYI, berhubung lagu ini menggunakan bahasa Korea, saya sarankan pembaca untuk membaca lirik Inggrisnya.Selamat berimajinasi!)

(Bersambung)

Rin merasakan pahitnya cinta untuk yang kedua kali.  Namun dalam kepedihannya, gadis itu justru merelakan Rian untuk Lintang.  Apakah Rian masih sempat menemui Lintang sebelum gadis itu kembali ke Yogyakarta - dan mungkin takkan kembali ke Jakarta?  Ikuti terus 3 chapter terakhir “Kisah Dua Hati”…
“Kisah Dua Hati” terbit dua kali dalam seminggu, Senin dan Rabu…
Kisah Dua Hati #28 : You're Late... |   Kisah Dua Hati #1 : Straight Set!


Sumber gambar : dokpri menggunakan Sony Alpha A330 dan diambil di salah satu sudut bandara Changi, Singapura
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun