Putus! Rin yang menyadari bahwa Rian masih mencintai Lintang akhirnya menyudahi kisah cintanya dengan pemuda berkacamata tersebut. Dan di akhir perjumpaan mereka, gadis manis itu meminta Rian untuk mengejar Lintang yang akan meninggalkan Jakarta dan kembali ke kota kelahirannya - Yogyakarta. Dengan waktu yang sempit, apakah Rian masih bisa menemui Lintang, gadis yang sangat dicintainya tersebut?
CHAPTER 28
“Kejar dia, Rian. KEJAR!” seru Rin.
“Rin, maafkan aku,” Rian bangkit, keluar dari kamar Rin, dan berlari.
Rian berlari secepat yang dia bisa.
Lintang, tunggu aku!
Diliriknya jam di pergelangan tangannya – jam yang merupakan kado dari Lintang saat dirinya berulang tahun beberapa bulan lalu ketika ia sudah berpacaran dengan Rin.
Jam setengah sebelas lewat! Sepertinya aku nggak mungkin bisa nemui dia. Tapi aku harus berusaha!
Beruntung, saat itu ada taksi yang melintas.
Dihentikannya taksi tersebut,
“Ke bandara, Pak!” pintanya pada pengemudi taksi, “Maaf, kalo bisa tolong ngebut ya Pak.”
* * *
Lintang sedang berada di ruang tunggu bandara ketika ponselnya berbunyi.
“Hallo, Niko?” sapanya.
* * *
Aku tidak bisa menghubunginya!
Sudah berkali-kali Rian mencoba menghubungi Lintang tapi yang didapatnya selalu nada sibuk. Tak putus asa, Rian mencoba sekali lagi.
Nada sibuk lagi...
Tiba-tiba Rian teringat Aksa. Tanpa membuang waktu ia mencoba menghubungi sahabatnya itu.
Sibuk juga!
Taksi yang ditumpanginya saat itu melaju dengan kecepatan tinggi, tapi Rian merasa dia tetap tidak bisa menemui Lintang.
Aku terlambat!
* * *
“Oh oke, aku ngerti. Nanti aku coba hubungi dia dan nyampein pesanmu. Hm... kalo kamu nggak keberatan, nanti boleh aku hubungi kamu lagi?”
Terlihat Aksa sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya.
“Oh gitu? Ya sudah nggak apa-apa kalo gitu. Bye…”
Aksa menutup teleponnya.
Ini penting! Jangan sampai terlambat atau semuanya berakhir di sini...
* * *
Taksi yang ditumpanginya sudah sampai di terminal 2F Bandara Sukarno-Hatta, saat ini sudah jam 12.30. Meski sudah putus asa, Rian masih berharap adanya keajaiban.
Dengan bergegas, Rian menuju flightboard dan memeriksanya.
Penerbangan Garuda Indonesia GA208 tujuan Yogyakarta...
Sudah berangkat?
Rian lemas. Seluruh tenaganya menghilang.
Aku benar-benar terlambat!
Dia masih berharap dirinya salah lihat.
Tapi tidak.
Pesawat yang ditumpangi Lintang sudah berangkat 20 menit lalu.
Akhirnya aku nggak sempat ketemu dia...
Selamat jalan, Lintang. Aku bahagia untuk kebersamaan kita selama ini. Maafkan kebodohanku yang tidak cepat menyadari perasaan kita.
Rian melangkah dengan gontai, semua harapannya saat ini sirna.
Jadi, di sinilah aku sekarang. Aku yang tidak ingin menyakiti siapapun tapi secara tidak sadar malah membuat dua orang tersakiti. Hatiku yang mendua malah membuat semuanya hancur. Aku bersalah pada kalian, Rin, Lintang.
Tiba-tiba pundaknya ditepuk oleh seseorang. Rian berbalik dengan cepat.
Lintang?
Namun ia harus menelan kekecewaan karena yang menepuknya adalah sahabatnya, Aksa.
“Oh kamu, Ca...” ujarnya.
“Kenapa mukamu suram gitu?” tanya Aksa, “Apa kamu kira tadi Lintang yang nepuk pundakmu?”
“Sejujurnya... ya. Aku berharap ada keajaiban yang bisa mempertemukan aku dan Lintang kali ini,” keluh Rian.
Aksa memandang Rian.
“Sorry to say, bro. But you’re late. Too late…”
“Aku tau,” tukas Rian, “Aku hanya berharap saat ini aku bisa bicara dengannya – setidaknya sekali saja- untuk menyatakan perasaanku padanya.”
“Menyatakan perasaan?” Aksa mengerutkan kening, “Bukannya kamu sama Rin?”
“Aku sudah putus sama Rin...”
“Oh? So, begitu putus dari Rin kamu mau langsung ke Lintang? Begitu?”
“Kamu salah!” sentak Rian.
Kedua sahabat ini saling pandang.
Rian melanjutkan ucapannya,
“Kamu salah besar kalo mengira aku akan meminta Lintang jadi pacarku hanya karena aku putus dari Rin! Aku memang mencintai Lintang, sangat mencintainya. Tapi memintanya menjadi pacar padahal aku baru putus dari Rin itu sama sekali nggak bener!”
Rian terdiam sejenak,
“Aku cuma ingin menyatakan perasaanku dan meminta maaf padanya atas kebodohan dan keegoisanku selama ini. Selama ini aku terkesan memberi harapan padanya, dan di sisi lain aku juga menyakiti Rin karena aku masih mencintai Lintang.”
Aksa terdiam memandang Rian yang masih bicara,
“Dengan kelakuanku itu, aku nggak bisa berharap Lintang mau menjadi pacarku meskipun jujur aja – aku masih sangat berharap padanya.”
Kali ini Aksa tersenyum.
“Begitu? Akhirnya kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan. Memang akan lebih baik seandainya kamu bisa katakan hal itu langsung padanya. But I can’t help you now, you’re late…”
“Aku tau, Ca...”
“Tapi berharaplah semoga keajaiban itu ada.”
Tepat pada saat itu ponsel Rian berbunyi.
Lintang?
(Bersambung)
Rian terlambat! Pesawat yang ditumpangi Lintang sudah berangkat. Saat ini hanya ada sahabatnya, Aksa yang menegaskan bahwa Rian sudah terlambat. Namun di luar itu Aksa juga mendorong Rian agar berharap adanya keajaiban. Apa maksudnya? Dan siapa yang saat ini menelepon Rian? Ikuti terus 2 chapter terakhir “Kisah Dua Hati”…
“Kisah Dua Hati” terbit dua kali dalam seminggu, Senin dan Rabu…
Kisah Dua Hati #29 : Aku Sangat Mencintainya. Dulu, Sekarang, dan Nanti... | Kisah Dua Hati #1 : Straight Set!
Sumber gambar : dokpri menggunakan Sony Alpha A330 dan diambil di salah satu sudut bandara Changi, Singapura
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H