“Oh oke, aku ngerti. Nanti aku coba hubungi dia dan nyampein pesanmu. Hm... kalo kamu nggak keberatan, nanti boleh aku hubungi kamu lagi?”
Terlihat Aksa sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya.
“Oh gitu? Ya sudah nggak apa-apa kalo gitu. Bye…”
Aksa menutup teleponnya.
Ini penting! Jangan sampai terlambat atau semuanya berakhir di sini...
* * *
Taksi yang ditumpanginya sudah sampai di terminal 2F Bandara Sukarno-Hatta, saat ini sudah jam 12.30. Meski sudah putus asa, Rian masih berharap adanya keajaiban.
Dengan bergegas, Rian menuju flightboard dan memeriksanya.
Penerbangan Garuda Indonesia GA208 tujuan Yogyakarta...
Sudah berangkat?
Rian lemas. Seluruh tenaganya menghilang.
Aku benar-benar terlambat!
Dia masih berharap dirinya salah lihat.
Tapi tidak.
Pesawat yang ditumpangi Lintang sudah berangkat 20 menit lalu.
Akhirnya aku nggak sempat ketemu dia...
Selamat jalan, Lintang. Aku bahagia untuk kebersamaan kita selama ini. Maafkan kebodohanku yang tidak cepat menyadari perasaan kita.
Rian melangkah dengan gontai, semua harapannya saat ini sirna.
Jadi, di sinilah aku sekarang. Aku yang tidak ingin menyakiti siapapun tapi secara tidak sadar malah membuat dua orang tersakiti. Hatiku yang mendua malah membuat semuanya hancur. Aku bersalah pada kalian, Rin, Lintang.
Tiba-tiba pundaknya ditepuk oleh seseorang. Rian berbalik dengan cepat.
Lintang?
Namun ia harus menelan kekecewaan karena yang menepuknya adalah sahabatnya, Aksa.
“Oh kamu, Ca...” ujarnya.
“Kenapa mukamu suram gitu?” tanya Aksa, “Apa kamu kira tadi Lintang yang nepuk pundakmu?”
“Sejujurnya... ya. Aku berharap ada keajaiban yang bisa mempertemukan aku dan Lintang kali ini,” keluh Rian.
Aksa memandang Rian.
“Sorry to say, bro. But you’re late. Too late…”
“Aku tau,” tukas Rian, “Aku hanya berharap saat ini aku bisa bicara dengannya – setidaknya sekali saja- untuk menyatakan perasaanku padanya.”
“Menyatakan perasaan?” Aksa mengerutkan kening, “Bukannya kamu sama Rin?”
“Aku sudah putus sama Rin...”
“Oh? So, begitu putus dari Rin kamu mau langsung ke Lintang? Begitu?”
“Kamu salah!” sentak Rian.
Kedua sahabat ini saling pandang.
Rian melanjutkan ucapannya,
“Kamu salah besar kalo mengira aku akan meminta Lintang jadi pacarku hanya karena aku putus dari Rin! Aku memang mencintai Lintang, sangat mencintainya. Tapi memintanya menjadi pacar padahal aku baru putus dari Rin itu sama sekali nggak bener!”
Rian terdiam sejenak,