Novan yang penasaran akan jati diri Nay menuliskan sebaris nama di secarik kertas dan meletakkannya di laci meja Nay. Ketika Nay membaca isi kertas tersebut, gadis itu menunjukkan reaksi yang sungguh tak diduga! Kenapa? Apa itu berhubungan dengan masa lalu Nay?
CHAPTER 9
Nay terbaring lemah di Ruang UKS.
“Nggak usah maksain diri kalo kamu masih sakit,” ujar Fidia seorang anggota PMR yang kebetulan hari itu bertugas.
“Lagipula...,” lanjutnya sambil membuka buku catatannya, “Ada catatannya di sini, kamu kemarin dirawat juga. Kalo kondisimu belum sehat, mestinya kamu istirahat di rumah aja.”
Nay hanya bisa mengangguk.
“Keliatannya kamu cuma butuh istirahat,” sambung Fidia, “Aku tinggal dulu ya. Kalo ada apa-apa atau kalo kamu mau pulang, tinggal hubungi aja nomer PMR yang sudah aku save ke handphone-mu. Nih nomernya.”
Pintu ruang UKS kemudian ditutup. Tinggallah Nay sendirian menatap langit-langit ruangan.
“Aku mesti gimana?” gumamnya.
Nay pun menangis.
* * *
Perpustakaan sekolah, jam istirahat pertama...
“Hai, Ami!”
Ami yang sedang sibuk menata buku di perpustakaan terkejut mendengar panggilan Angga.
“Hai, Ngga,” sapanya.“Sibuk?” tanya Angga lagi.
“Biasalah. Cuma ngeberesin buku yang nggak sesuai raknya aja.”
“Perlu aku bantuin?” Angga menawarkan diri.
Ami tertawa.
* * *
Tok! Tok!
Pintu Ruang UKS diketuk. Nay membuka matanya. Terlihat Novan sedang berdiri di depan pintu ruang UKS.
“Maaf, aku mengganggu istirahatmu?” tanya pemuda berperawakan tinggi tersebut.
Nay menggeleng.
“Silakan, Van.”
Novan masuk dan duduk di salah satu kursi yang terdapat di ruangan tersebut.
“Aku minta maaf,” ujarnya membuka percakapan.“Minta maaf? Kenapa?” tanya Nay.
Novan memandang Nay - lama,
“Sepertinya kondisimu saat ini ada hubungannya dengan ulahku tadi. Karena itu aku minta maaf.”
Sekali lagi Nay menggeleng,
“Kamu nggak perlu minta maaf, Van.”Akhirnya aku harus menceritakan ini...
Gadis itu menghela nafas dan memandang Novan.
“Novan,” panggilnya.
Mereka berpandangan.
“Sebelum aku jujur sama kamu, aku minta satu hal dari kamu,” Nay berkata lirih.“Hm?” Novan heran, “Apa itu?”
Nay sejenak memandang ke arah pintu ruang UKS. Setelah yakin tidak ada yang mendengarkan pembicaraan mereka, gadis itu melanjutkan ucapannya,
“Van, Angga jangan sampe tau hal ini.”
* * *
Angga dan Ami masih sibuk menata buku-buku di ruang perpustakaan. Jam istirahat pertama akan berakhir sekitar 10 menit lagi, namun buku-buku yang harus ditata masih banyak.
“Hff, cukup segini dulu deh,” tukas Ami tiba-tiba, “Sisanya nanti kita lanjut aja.”“Kita?” balas Angga sambil tersenyum nakal, “Kamu aja ‘kali, belum tentu juga aku bisa bantuin kamu lagi.”
Keduanya tertawa.
Jauh di lubuk hatinya, Ami merasa senang karena Angga yang dulu telah kembali. Angga yang sering menggodanya dan sok memberi perhatian atas apapun yang ia lakukan.
Ini Angga yang aku sukai, batin Ami.
Angga melihat jam tangannya,
“Kita masih punya waktu 15 menit,” ujarnya.“15 menit?” protes Ami, “Waktu kita cuma 10 menit!”
“15!” Angga tak mau kalah.
“10!”
“15!”
“10!”
* * *
Di ruang UKS, Novan tertegun.
Meski ia sudah menduganya, tak urung mendengarnya langsung dari mulut Nay membuat ia seakan tak percaya.
“Tunggu sebentar,” tegas Novan, “Jadi kamu itu...?”
Nay mengangguk.
“Aku bener-bener minta maaf,” ujar Nay lirih, “Aku sudah bohong sama kalian semua.”
Novan menutup wajah dengan kedua tangannya dan menghela nafas berkali-kali.
Ruangan itu diselimuti kesenyapan yang mencekam.
“Tapi... kenapa?” gumam Novan, “Kenapa kamu sampai harus ngebohongi semua orang?”
Novan menatap Nay dan melihat mata gadis itu mulai basah oleh air mata,
“Van, kalo kamu percaya, itu bukan kemauanku...”
Berikutnya giliran Nay yang menutup wajah dengan kedua tangannya diiringi isak tangis yang memilukan.
* * *
Ami memandang Angga dengan tatapan cemas. Saat ini mereka sedang berada di kantin.
“Cepetan makannya,” kata gadis berkacamata tersebut, “Sebentar lagi bel masuk.”
Namun dilihatnya Angga yang tetap santai menikmati mie ayamnya, dan ini membuat Ami semakin cemas.
Duuh! Anggaaa! Pliis makannya cepetan dikit!
Angga melihat kecemasan di wajah Ami,
“Santai aja,” tukasnya, “Guru juga baru datang 5 menit setelah bel bunyi.”“Iya sih,” sahut Ami, “Tapi kan...”
“Angga!” tiba-tiba Fidia memanggil Angga dan menghampiri mereka berdua.
Tumben, pikir Angga sambil meneruskan makannya. Di kalangan anak laki-laki, Fidia dikenal sebagai gadis yang irit bicara.
“Angga, aku mau tanya soal Nayla,” ujar Fidia, “Sebenernya dia sakit apa?”
“Aku nggak tau,” jawab Angga, “Kenapa emangnya?”
“Lho, kamu nggak tau? Tadi pagi dia masuk UKS lagi, mukanya pucat, kondisinya lemah. Mungkin dia masih di UKS sekarang.”
Angga sontak menghentikan makannya,
“Yang bener, Fid?” tegasnya.“Coba aja kamu liat di UKS,” jawab Fidia.
Belum selesai Fidia mengucapkan kalimatnya, Angga sudah melompat lalu berlari meninggalkan tempat itu.
Meninggalkan Fidia yang keheranan.
Dan meninggalkan Ami yang tiba-tiba merasa sangat kecewa...
(Bersambung)
Angga meninggalkan Ami begitu saja! Ami tentu sangat kecewa dengan tindakan Angga tersebut. Apa yang akan dilakukannya? Di chapter berikutnya, Angga salah memahami apa yang terjadi antara Novan dan Nay!“Ada Cinta”, terbit dua kali dalam seminggu, Selasa dan Jumat…
Ada Cinta #10 : Antara Sahabat dan Cinta | Ada Cinta #1 : Siapa gadis Itu?
Sumber gambar : gaiaonline.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H