Ruangan itu diselimuti kesenyapan yang mencekam.
“Tapi... kenapa?” gumam Novan, “Kenapa kamu sampai harus ngebohongi semua orang?”
Novan menatap Nay dan melihat mata gadis itu mulai basah oleh air mata,
“Van, kalo kamu percaya, itu bukan kemauanku...”
Berikutnya giliran Nay yang menutup wajah dengan kedua tangannya diiringi isak tangis yang memilukan.
* * *
Ami memandang Angga dengan tatapan cemas. Saat ini mereka sedang berada di kantin.
“Cepetan makannya,” kata gadis berkacamata tersebut, “Sebentar lagi bel masuk.”
Namun dilihatnya Angga yang tetap santai menikmati mie ayamnya, dan ini membuat Ami semakin cemas.
Duuh! Anggaaa! Pliis makannya cepetan dikit!
Angga melihat kecemasan di wajah Ami,
“Santai aja,” tukasnya, “Guru juga baru datang 5 menit setelah bel bunyi.”“Iya sih,” sahut Ami, “Tapi kan...”
“Angga!” tiba-tiba Fidia memanggil Angga dan menghampiri mereka berdua.
Tumben, pikir Angga sambil meneruskan makannya. Di kalangan anak laki-laki, Fidia dikenal sebagai gadis yang irit bicara.
“Angga, aku mau tanya soal Nayla,” ujar Fidia, “Sebenernya dia sakit apa?”
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!