“Kamu…?” Angga tertegun, “Kapan?”
“Sejak pertama dia datang.”
“Dari mana kamu tau?” cecar Angga.
“Dari sini…,” ujar Novan menunjuk dadanya, “Terus sini, sini, dan sini,” lanjutnya sambil berturut-turut menunjuk kening, mulut, dan telinganya.
“Aku nggak ngerti,” tukas Angga.
“Itulah kamu. Selalu meledak-ledak dan mengikuti perasaan.”
Novan menatap Angga tajam dan melanjutkan ucapannya,
"Kamu harus paham bahwa kebohongan Nay selama ini masih bisa dimengerti, kalo kamu tau ceritanya. Jangan buat dirinya makin tersakiti dengan tingkahmu itu."
Terdengar suara ‘ceklek’ diikuti dengan terbukanya pintu toilet. Nay keluar dari toilet, wajahnya sudah terlihat lebih segar meski masih sedikit murung.
Novan kembali acuh tak acuh mendengarkan musik melalui earphonenya sementara Angga masih berdiri di tempatnya.
“Kamu… kok nggak duduk?” Nay bertanya dengan kikuk.