Tangis Nay membuat Angga mengerti bahwa gadis itu selama ini menanggung beban yang berat di balik sikap cerianya. Otak Angga berputar mencoba menarik kesimpulan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Nay – sepanjang yang ia tahu.
Namun tetap saja Angga tak mampu menemukan jawabannya.
“Nay, sudahlah,” ucap Angga akhirnya, “Aku juga minta maaf untuk sikap kasarku ke kamu.”
“Kamu nggak salah, Ngga. Memang aku yang salah. Aku bener-bener minta maaf. Aku akan cerita ke kamu. Semuanya,” Nay masih terisak dalam pelukan Angga.
“I.. iya sih. Tapi lebih baik kita cerita di rumah aja,” sahut Angga, “Aku agak nggak nyaman di sini…”
Pada saat itu ponsel Nay berdering.
Gadis tersebut melepas pelukannya pada Angga dan buru-buru mengusap air matanya. Ia menarik nafas sejenak dan membaca nama si penelepon.
“Ibumu,” ia berbisik pada Angga kemudian menjawab panggilan tersebut, “Ya, Bu? Iya, Nay sama Angga lagi cari makanan, sebentar lagi pulang kok. Iya. Iya, Bu. Iya.”
* * *
Sekarang lagi bicara?
Sosok itu – seorang pemuda – tak percaya dengan apa yang dialaminya.