Tiga minggu setelah pengujian, hasil seleksi pun keluar. Saya dinyatakan lulus dan diterima di kampus swasta ini. Tanpa memerlukan bantuan "orang dalam". Disini, saya telah membuktikan bahwa oknum itu adalah seorang penipu. Jadi untuk kalian yang mendapat telepon dari oknum-oknum seperti ini, janganlah dipercaya. Lebih baik uang kalian diinvestasikan atau digunakan untuk DP rumah, dibandingkan diberikan begitu saja pada oknum yang tidak jelas itu.Â
Hasil pengumuman SNMPTN pun akan dikeluarkan juga, dengan jarak hari yang tidak berbeda jauh. Setidaknya, hasil memancing saya membuahkan hasil, sehingga untuk pengumuman SNMPTN ini, bila saya tidak diterima, tidak masalah. Itu yang saya pikirkan, hingga hari pengumuman SNMPTN telah tiba.Â
Saat itu adalah pukul 12.00 WIB siang hari. Saya menunggu untuk melihat hasil SNMPTN pada pukul 14.00 WIB sembari makan siang. Awalnya saya masih bisa tenang. Tidak begitu memikirkan mengenai SNMPTN ini, sebab saya merasa aman dengan pegangan satu kampus swasta itu. Â Jam dinding berdetik dengan cepat, hingga tidak terasa sudah pukul 13.30.Â
Rasa panik, takut dan pasrah dengan sepercik musik Symphony No 5 ciptaan Eyang Beethoven, bercampur didalam hati dan pikiran saya. Saya pun berusaha mengalihkan perhatian, dengan mencoba mendaftarkan diri untuk mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), sebab saat itu saya ingin berusaha untuk mendapatkan perguruan tinggi negeri. Tujuannya agar saya dapat menghemat pengeluaran biaya kuliah tentunya. Namun, tetap saja. Perasaan campur aduk itu tetap ada.Â
Perasaan itu memuncak ketika jam dinding menunjukkan pukul 13.59. Mungkin inilah perasaan yang dirasakan Jack dan Rose saat kapal Titanic akan menabrak gunung es. Satu menit paling mencekam dalam hidup saya, setidaknya hingga saat ini. Setiap detik membuat keringat dari kening saya meloncat riang menuju meja belajar. Dan, pukul 14.00, Saya pun me-refresh halaman internet saya. Hasilnya, sungguh diluar dugaan. Kotak hijau, bertuliskan "Selamat, Anda dinyatakan lulus SNMPTN 2017", membuat kelenjar adrenal di otak saya bekerja lebih cepat dari sebelumnya. Saya pun meloncat kegirangan.
Untunglah, saya belum membayar uang SPP pada kampus swasta itu. Akhirnya, saya melakukan pengunduran diri dari kampus swasta, dan resmi menjadi mahasiswa universitas negeri di Bandung. Hingga saat ini, pengalaman itu tidak pernah terlupakan. Orang tua saya juga ikut senang mendengarnya. Pengumuman ini tidak hanya disiarkan melalui media online, tetapi juga melalui koran. Orang tua saya masih menyimpan koran itu hingga sekarang.Â
Meskipun saya merasa sangat bersyukur, saya pun juga sadar bahwa ini adalah awal dari perjuangan baru. Perjuangan yang hingga saat ini masih terus berlanjut.Â
Bagi kalian yang akan mendaftar kuliah, saya ingin berpesan untuk selalu percaya kata hati kalian. Pilih yang kalian sukai, berdasarkan bakat kalian. Jangan karena paksaan orang tua, ataupun hanya gengsi. Setiap prodi pasti memiliki prospek masing-masing dan saya yakin setiap manusia akan bermanfaat jika berusaha. Temukan jati diri kalian, dan berjuanglah. Jika usaha itu gagal, berusaha lagi dan lagi, hingga berhasil. Semangat terus wahai pejuang PTN dan PTS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H