Seharusnya aku mempersiapkan yang terbaik dalam segala hal, terutama dalam hal penting seperti ujian saat ini. Akhirnya, aku hanya bisa mengerjakan 3 dari 20 soal tertulis. Seperti ingin membelah gunung Rinjani di belakang halaman rumahku. Namun tentu saja aku tidak bisa melakukan itu. Sungguh mengecewakan. Tetapi, ujian tetap harus berlanjut.Â
Ujian tertulis telah kulalui dengan pasrah. Selanjutnya adalah ujian menggambar dan merancang. Untunglah, kali ini kasus yang diberikan dalam bahasa yang dapat aku mengerti. Aku pun dapat mengerjakannya dengan sangat baik.Â
Tibalah pada ujian terakhir, yakni ujian wawancara. Disini aku diberikan pertanyaan-pertanyaan seputar struktur bangunan, teori desain, pelestarian lingkungan, bahkan perkembangan tipologi arsitektur. Walau agak sulit, aku dapat menjawab pertanyaan yang diberikan dengan cukup baik. Hingga pertanyaan terakhir dilontarkan.Â
Pak Maximus bertanya mengenai kendalaku saat ujian tertulis. Mungkin ia melihatku terus menggaruk telinga saat mengerjakan ujian itu. Aku pun menjawab bahwa aku tidak memahami arti setiap kata dari ujian itu. Ia pun tertawa dan memberikan sedikit wejangan kepadaku. Setelah itu, hari pengujian pun selesai.Â
Pengumuman penerimaan diberikan 2 minggu setelah ujian, melalui surat kabar dari Kota Gajah. Aku tidak bisa tidur dengan tenang selama 2 minggu itu. Kepalaku terisi dengan berbagai kata "mengapa". Mengapa tidak belajar lebih serius. Mengapa tidak mempersiapkan dengan maksimal. Mengapa malas. Mengapa mengapa mengapa?!
Dan, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Surat kabar telah aku terima dari Kota Gajah. Tanganku mengeluarkan keringat dingin. Jantungku berdebar sangat kencang untuk membuka hasil ujian penerimaanku. Aku membuka surat itu perlahan. Setelah dibuka, aku pun menangis. Semua nilaiku sempurna, kecuali ujian tertulisku. Dan karena hal itu, aku dinyatakan tidak diterima untuk bersekolah khusus di Kota Gajah. Sedih, kecewa dan marah. Semua itu bercampur aduk hingga aku tidak dapat mengeluarkan kata-kata.Â
Pada akhir surat kabar, ternyata terdapat pesan pribadi dari pak Maximus. Ia mengatakan bahwa aku berpotensi, namun belum memberikan usaha yang maksimal. Dan melalui pesan itu, ia menyemangatiku untuk belajar lebih giat dan dapat mengikuti pengujian kembali tahun depan. Tanpa berpikir panjang, aku pun langsung mendalami bahasa inggris. Hingga saat ini, aku masih mencoba memahami bahasa inggris. Semoga tahun depan, aku dapat mengerjakan ujian tertulis di Kota Gajah dengan maksimal, dan dapat mewujudkan mimpiku. Mohon doanya kawan-kawan.Â
Oh iya, untuk kalian. Janganlah takut dalam mengejar mimpi. Gagal bukanlah akhir, tetapi anak tangga menuju kesuksesan. Ayo berjuanglah bersamaku. Kamu tidak sendirian, kawan!
- Ryan, Si Kelinci Pemimpi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H