Ayahku selalu meyakinkanku untuk berlatih menjadi seorang pelari. Biarkan urusan bangunan diberikan kepada para Gajah, yang memang terkenal akan kemampuannya dalam mengelola kayu menjadi bangunan yang indah. Begitu katanya. Tetapi, tetap saja. Meskipun kotaku ini tidak dikenal dengan bidang arsitektur, aku tetap ingin menjadi seorang arsitek. Aku merasa, hal itulah yang aku sukai, dan aku merasa dapat bermanfaat untuk hewan lain dengan ilmu itu.Â
Suatu hari di sekolah umum para hewan, Â guru bahasa inggrisku, Ibu Aves si Ayam, mengatakan satu kalimat yang terngiang-ngiang di kepalaku. "Follow your dream". Aku tidak tahu artinya, namun sepertinya sesuatu yang bagus. Maklum saja, bahasa inggris bukanlah sesuatu yang menarik perhatianku saat itu.Â
Sepulang sekolah, aku langsung pergi menuju perpustakaan umum, di tengah Kota Kelinci ini. Perpustakaan ini selalu sepi. Mungkin hanya aku yang senang menghabiskan waktu di tempat ini. Penjaga perpustakaan ini adalah Pak Loris, si Kukang. Ia mengetahui segala jenis buku yang terpajang di perpustakaan ini. Aku selalu bertanya padanya jika mencari buku.Â
Hari itu, aku meminjam kamus bahasa inggris. Ku duduk di meja tengah perpustakaan itu, dan mencari arti kata yang dikatakan Ibu Aves. Setelah 2 jam, akhirnya aku mengetahui arti kata itu. Ikuti Mimpimu. Suatu kata yang ternyata aku cari. Kata yang akhirnya membangkitkan semangatku untuk mengejar apa yang aku inginkan. Aku pun pulang untuk menceritakan hal ini kepada ayah dan ibuku.
Saat aku keluar dari perpustakaan, aku selalu melihat gedung di seberangnya. Gedung yang selalu memancarkan cahaya warna-warni. Berbeda sekali  dengan perpustakaan, tempat itu selalu dipenuhi oleh para hewan muda. Gedung itu adalah tempat para hewan untuk bermain berbagai macam hal. Mulai dari bermain billiard, slot dan bermain penemuan terbaru abad ini, yakni konsol gim. Penemuan dari Kota Gurita ini memanglah canggih. Sebuah kotak yang dapat mengeluarkan cahaya, dengan karakter di dalamnya. Bahkan karakter itu dapat digerakkan. Aku juga ingin menciptakan sesuatu yang canggih seperti itu. Â
Sesampainya di rumah, aku pun langsung menceritakan semua yang aku dapatkan kepada orang tuaku. Aku mengatakan bahwa aku akan mengikuti mimpiku untuk menjadi arsitek yang hebat, bahkan mengalahkan para Gajah. Ayah memang sangatlah hebat dalam pertandingan lari. Namun itu bukanlah pertandinganku.Â
Aku bertanding di dalam pertandinganku sendiri, di jalan yang telah aku putuskan sendiri. Mendengarku mengatakan hal itu, ayah dan ibuku tercengang. Seekor kelinci berusia 5 bulan sudah dapat mengatakan hal seperti itu. Dan untunglah, setelahnya mereka menjadi mendukungku. Aku belajar hal baru hari itu. Aku belajar bahwa kita harus jujur pada diri kita sendiri, dan berani mengupayakan mimpi kita.Â
Sejak saat itu, aku mencari informasi mengenai sekolah arsitektur terbaik di seantero kota. Ya, Kota Gajah. Kota yang menjadi impianku untuk menempa ilmu arsitektur. Dan untuk bisa belajar di sana, aku harus memenuhi berbagai kriteria yang cukup sulit. Dimulai dari ujian tertulis, ujian menggambar, ujian merancang dan ujian wawancara. Untunglah tidak ada kriteria tinggi badan. Jika begitu, aku pasti kalah telak dengan para Gajah.Â
Aku belajar berminggu-minggu sebelum hari pengujian. Pagi, siang, malam kuhabiskan di dalam perpustakaan. Mungkin aku sudah bisa bekerja paruh waktu menjadi penjaga perpustakaan bersama Pak Loris saat itu. Semua buku teknik menggambar telah aku pelajari. Aku pun telah berlatih merancang bangunanku, ya walaupun tidak sebagus di buku yang telah kupelajari. Aku merasa bahwa persiapanku sudah cukup matang. Dan tibalah hari pengujian.
Para pengujinya adalah hewan terbaik dibidang arsitektur. Dan salah satunya adalah idolaku, Maximus si Gajah. Ia telah mengeluarkan banyak buku mengenai ilmu arsitektur, yang bahkan ilmunya digunakan untuk membangun kantor walikota kelinci. Sungguh menakjubkan. Sayangnya, aku belum bisa membeli buku beliau. Bukan karena harganya yang mahal, tetapi  karena aku belum bisa memahami bahasa inggris dengan lancar. Buku-buku pak Maximus selalu diterbitkan dalam bahasa inggris. Pengujian pertama, yakni ujian tertulis pun dimulai.
Aku tidak dapat memercayai mataku. Soal berbahasa inggris dengan hitungan yang rumit. Aku sebenarnya sudah tahu bahwa hal ini "mungkin" terjadi. Namun aku menghiraukannya karena terlalu pusing memikirkan ujian lain. Sungguh, kebodohan dari otak kangkungku benar-benar tidak dapat dianulir.Â