Hai, perkenalkan saya Ryan. Saya adalah seorang warga Jakarta Utara dan tinggal tak jauh dari pantai Ancol, tepatnya di daerah Pademangan. Hujan di awal tahun merupakan suatu hal yang biasa terjadi, dan telah menjadi momok yang menakutkan bagi saya pribadi.Â
Curah hujan yang umumnya besar pada awal tahun membuat kami, warga Pademangan, harus bersiap untuk menyambut sahabat karib Sang Hujan, yakni Sang Banjir.Â
Tamu yang datang tak diundang, tetapi pulang diantar. Diantar ke gorong-gorong dari lantai rumah warga Pademangan, sembari membersihkan lantai dari kotoran.Â
Namun, ada suatu hal yang berbeda di awal tahun 2021 ini. Hujan besar tidak turun di daerah rumah saya. Hal ini membuat saya pribadi merasa senang.Â
Dengan demikian, saya dapat tidur tenang di atas pulau kapuk pribadi saya, tanpa perlu memikirkan misi yang perlu saya kerjakan ketika Sang Hujan menyerang. Penasaran dengan misi-misi itu? Izinkan saya menceritakan sedikit mengenainya.Â
Umumnya, hujan awal tahun akan mulai menyerang pada tanggal 1 Januari, pukul 00.23 WIB. Malam itu, bulan akan terlihat lebih bulat dan besar, seakan telah menghabiskan mukbang samyang sebanyak 11 bungkus.
Awan akan berkumpul di sekitar bulan, untuk menutupi cahayanya. Mengapa awan sangat senang berkumpul di sekitar bulan? Apakah mungkin mereka berencana untuk ikut mukbang bersama bulan?Â
Entahlah. Kumpulan awan mengakibatkan bertambahnya massa dari awan itu sendiri, dan dimulailah tembakkan air pertama yang jatuh di atas atap rumah saya.Â
Derai hujan terdengar bagaikan peluru yang ditembakkan di atas benteng pertahanan saya. Membangunkan saya dari indahnya mimpi. Tidak jarang, peluru tersebut berhasil menembus pertahanan itu. Dengan sigap, saya mendatangi lokasi pertahanan yang lemah tersebut.Â
Berbekal ember dan senter, saya menginspeksi lokasi itu, dan memang benar bahwa area itu telah ditaklukkan oleh Sang Hujan. Emberlah yang menjadi harapan terakhir, untuk menampung para agen rahasia Sang Hujan agar tidak merembes ke daerah lain di dalam benteng saya. Sesuai namanya saja, agen rahasia.Â
Tentu, mereka senang masuk ke dalam pertahanan lawan secara diam-diam dan rahasia. Oleh sebab itu, saya terus menginspeksi seluruh daerah agar tidak ada satu pun lokasi yang luput dari perlindungan ember. Sungguh, suatu misi yang melelahkan untuk dikerjakan pada dini hari.Â
Bila pada pukul 02.12 WIB Sang Hujan masih belum menghentikan derai pelurunya, maka misi selanjutnya pun dimulai. Saya akan bergegas menuju gerbang benteng pertahanan saya, mengisi beberapa karung pasir, dan menumpuknya untuk membentuk barikade.Â
Sang Hujan tidak hanya mengirimkan agen rahasia angkatan udaranya dari atas, tetapi juga bersiap untuk mengepung langsung benteng pertahanan ini dari depan dengan angkatan daratnya.Â
Itulah strategi Sang Hujan yang telah saya pahami berdasarkan pengalaman saya. Dengan barikade ini, saya berharap agar pasukan sang Hujan tidak dapat menerobos. Meskipun demikian, misi ini masih berlanjut.Â
Pukul 05.00 WIB adalah waktu penetuan terakhir, apakah pertahanan saya yang bertahan, atau Sang Hujan yang bertahan. Bila Sang Hujan terus menyerang, maka ia akan menggunakan strategi mutakhirnya.Â
Ia akan menyisipkan para agen rahasianya ke dalam bawah tanah. Lalu mereka akan menggali dan menyisip di antara semen dan keramik benteng saya. Berkumpul menjadi kesatuan di pojok ruangan kosong itu.
Saya dapat mendengar sorakan mereka. Sorakan kemenangan karena berhasil membentuk markas pertama mereka di dalam benteng saya. Dan itulah saatnya saya menyalakan alarm: mayday!
Seluruh perabotan harus dipindahkan ke daerah yang lebih tinggi, agar tidak dirusak oleh para penyusup itu. Dimulai dari peralatan elektronik, hingga peralatan yang terbuat dari kayu atau kertas. Meskipun demikian, tetap saja ada beberapa perabotan yang harus direlakan untuk dirusak oleh penyusup itu, seperti kulkas dan meja. Menyebalkan.Â
Namun tidak ada yang bisa dilakukan pula. Benteng ini sudah terlalu rendah sehingga para agen rahasia Sang Hujan dapat menyelinap dari segala arah, membentuk markas dan memorak-porandakan seisi benteng.Â
Setelah semua usaha yang telah dilakukan, Sang Hujan pun pergi. Menyisakan kenangan yang akan menjadi "PR tambahan" dalam hari itu. Genangan di dalam rumah saya, umumnya berkisar 20-30 cm.Â
Sembari menunggu genangan ini surut, saya pun beristirahat. Terlelap setelah berperang melawan para agen rahasia Sang Hujan selama 6 jam. Beristirahat untuk bersiap menjalankan misi selanjutnya. Adakah di antara kalian yang dapat menebak, apakah misi itu? Ya, tepat sekali, makan siang.Â
Pasti kalian memikirkan hal itu, bukan? Makan adalah suatu kebutuhan pokok yang diperlukan setiap makluk hidup untuk dapat bertahan hidup serta beraktivitas. Jika saat membaca artikel ini, dan kalian belum makan, makanlah terlebih dahulu.
Kembali pada misi saya. Setelah itu, dimulailah prosesi pembersihan massal.
Pembersihan umumnya dimulai dari sisa-sisa genangan yang belum surut. Dengan bantuan teknologi, genangan itu dapat dihisap dengan suatu alat penghisap air. Saya sangat merekomendasikan alat ini terutama bagi kalian sesama pejuang banjir.Â
Walau saya tidak di-endorse, saya dengan sukarela mempromosikan alat ini. Sebab alat ini sangat memperingan proses pengurasan air banjir. Setelah itu, saya akan mengepel setiap sudut dari ruangan hingga bersih mengkilap, tanpa tersisa sedikit pun daerah yang kotor. Seusainya, perabotan yang tadinya diungsikan, dapat dikembalikan pada tempatnya.Â
Dan perabotan yang sebelumnya  tidak dapat diungsikan akan diperiksa apakah mereka masih hidup atau tidak. Kemungkinan besar, kulkaslah yang menjadi korban pertama. Kartu garansi yang ikut hanyut dirusak sang agen pun membuat dompet menjerit.Â
Hujan dalam jangka waktu yang panjang, memanglah membuat resah. Namun, tidak dapat dipungkiri juga, bahwa keresahan ini merupakan hasil keteledoran kita juga.Â
Sampah masih dapat berenang-renang secara gratis di sepanjang aliran sungai. Bahkan mereka membuat pemukiman dan pegunungan di sungai itu. Mungkin mereka sedang melaksanakan pemilu saat ini, untuk menetukan pemimpin pemukiman tersebut.Â
Mengeruk pemukiman para sampah dari dalam sungai memanglah tugas pemerintah. Tapi, sebagai rakyat, kita juga ikut bertanggung jawab untuk menjaga saluran air agar terbebas dari sampah.Â
Setidaknya, buanglah sampah masing-masing pada tempatnya, agar selanjutnya sampah-sampah ini dapat dikelola dan dimusnahkan. Jangan berikan "tiket gratis" kepada para sampah untuk dapat berenang di aliran sungai kita yang indah.Â
Kecuali mereka mau membayar. Lumayan, uangnya dapat digunakan untuk memperbaiki perabotan yang rusak akibat para penyusup. Namun, itu adalah hal yang mustahil.Â
Oleh karena itu, mari, bersama-sama bebaskan keresahan kita, wahai sesama pejuang banjir. Mari jagalah kebersihan lingkungan agar tidak perlu resah lagi terhadap para agen rahasia Sang Hujan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H