Mohon tunggu...
Ryan Faiz Fatkhurohman
Ryan Faiz Fatkhurohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa HI yang sudah selesai nonton GoT

Seperti yang diketahui, nama saya sudah jelas. Seorang moody-enthusiasm, tidak menginginkan tekanan dalam kerja namun lebih produktif saat work-in pressure. The Foxes & Singo Edan lovers. Kemampuan spiritual ialah mendengarkan cerita.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Tragedi Kanjuruhan: Ketidakberdayaan Negara Menguasai Penuh Penyelenggaraan Sepak Bola Nasional

25 Oktober 2022   20:52 Diperbarui: 25 Oktober 2022   21:05 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendukung Arema FC bergegas menyelamatkan diri di tribun akibat tembakan gas air mata secara masif. (sumber: medcom.id)

Kasus tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022, bisa dikatakan sebagai hasil dari bom waktu kurangnya profesionalitas penyelenggaraan kompetisi sepak bola di Indonesia. 

Tragedi sepak bola terburuk pada abad ini menelan korban lebih dari 130 jiwa, menyudutkan PSSI selaku penyelenggara kompetisi olahraga sepak bola di level nasional sebagai pihak yang paling bertanggungjawab. 

Akan tetapi, berbeda dengan masalah dugaan pelanggaran HAM lainnya, kasus ini menjadi rumit dikarenakan selain keterlibatan adanya pengaruh dari pihak eksternal – FIFA selaku badan sepak bola internasional -  selain daripada instansi pemerintah dan sektor privat.

Peristiwa ini, terjadi akibat akumulasi dari hampir semua unsur yang ada di dalam pertandingan. Dimulai dengan bergeraknya sejumlah Aremania (suporter tuan rumah) yang memasuki lapangan akibat kekecewaan terhadap hasil pertandingan, disusul oleh reaksi stewards/pihak pengamanan yang cenderung represif. 

Semakin memanasnya situasi di lapangan membuat pihak pengamanan yang terdiri dari polisi dan tentara menembakkan gas air mata terhadap kerumunan suporter di tribun. 

Akibatnya, kekacauan besar tercipta dengan adanya fakta terkuncinya sebagian besar pintu stadion. Korban jiwa jatuh dengan mayoritas akibat kekurangan oksigen, terinjak-injak dan juga racun gas air mata. 

Setelah terdapat kesimpangsiuran validasi data korban, pemerintah akhirnya mengumumkan jumlah korban menjadi 448 jiwa, dengan 125 orang meninggal dunia, 21 luka berat, dan 302 luka ringan. Seiring berjalannya waktu, total korban meninggal dunia sejauh ini dikabarkan bertambah menjadi 135 orang (CNN Indonesia).

Adanya tragedi ini terjadi karena permasalahan dari sejumlah aspek. Dari sisi suporter selaku penikmat pertandingan, peristiwa ini muncul akibat kultur sepakbola di Indonesia yang keras dan eksentrik. Sepak bola ibarat candu bagi para suporter, sehingga aksi-aksi yang disuguhkan juga terkadang melampaui batas norma. 

Seperti penggunaan chant yang intimidatif, perang provokasi di sosial media maupun kawasan umum, hingga bentrokan antar suporter rival telah mewarnai kompetisi sepak bola di Indonesia. Sepak bola sebagai hiburan di semua kelas masyarakat, malah menyebabkan belum tertatanya struktur organisasi di kalangan suporter (selain Jakmania – Persija Jakarta). Akibatnya, suporter menjadi massa yang sering tidak dapat dikontrol ketika peristiwa anarkis terjadi.

Melihat dari hasil penyelidikan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta pada 14 Oktober 2022, penyebab utama dari tragedi ini salah satunya ialah penggunaan gas air mata secara tidak tepat sasaran. 

Adanya kontradiksi bahwa dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations Pasal 19 b menyebutkan “keharusan pengamanan tidak menggunakan tear gas” memberi indikasi bahwa adanya ketidaksinambungan antara PSSI dengan pihak kepolisian selaku instansi keamanan. Pihak kepolisian bertindak sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. 

Fakta bahwa PSSI juga memiliki peraturan tersendiri yang berpedoman pada FIFA, yakni Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI Tahun 2021 menunjukan adanya nirkoordinasi antara PSSI dengan instansi pemerintah. Dan sebagai hasilnya, kembali masyarakat sipil yang menjadi korban.

FIFA dan PSSI, bukan institusi non pemerintah biasa

Bila melihat hierarki lembaga sepakbola di suatu negara, maka asosiasi sepak bola nasional menjadi pemegang otoritas tertinggi di negara tersebut, dengan mengaplikasikan standar yang telah dilakukan FIFA sebagai induk otoritas sepakbola di dunia. 

PSSI, sebagai organisasi non pemerintah yang merepresentasikan tiap-tiap negara di dalam keanggotaan FIFA - dalam hal ini Indonesia – secara penuh menguasai regulasi dan mengatur bagaimana kompetisi sepak bola di Indonesia. 

PSSI menjadi perpanjangan tangan dari FIFA dan berkolaborasi dengan pihak pemerintah dalam bertanggungjawab menyelenggarakan olahraga sepak bola sebagai entertainment sekaligus bussiness. 

Sementara di lingkup kontinental, terdapat Asian Football Confederation (AFC) dan ASEAN Football Federation (AFF). Yang menarik dari AFF, ialah tidak memiliki hubungan dengan organisasi ASEAN.

AFF hanya bertindak sebagai regulator kompetisi tim nasional dari negara-negara Asia Tenggara dan Australia di semua kelompok umur. Dengan kata lain, regulasi utama penyelenggaraan kompetisi sepak bola dibuat langsung oleh FIFA sebagai standar acuan bagi negara-negara anggotanya.

Peristiwa ini memang tercatat sebagai peristiwa bencana non alam nasional. Namun dengan mempertimbangkan keterlibatan dan bagaimana penanganannya berlanjut hingga sekarang, dapat dikatakan peristiwa ini bisa dikategorikan sebagai tragedi HAM. 

Bagaimana pemerintah terkesan kurang sigap menangani kasus ini membuktikan rumitnya hubungan antara pemerintahan negara dengan institusi sepak bola nasional. Statuta FIFA sebagai hukum transnasional membuat kedaulatan negara di bidang olahraga sepak bola menjadi tersisihkan. 

Dalam Statuta FIFA Pasal 13 dan 17, FIFA mewajibkan negara anggota untuk menjaga integritas dan otonomi FIFA dari intervensi pihak ketiga. Jika terdapat intervensi maka FIFA sama sekali tidak mengakui aktivitas asosiasi sepakbola negara yang melakukan intervensi. 

Dan ini yang menguntungkan PSSI selaku yang dianggap paling bertanggungjawab dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola nasional. PSSI menjelma menjadi imperium in imperio, dimana presidensi FIFA memiliki wewenang lebih tinggi di PSSI dibanding pemerintah.

Presiden FIFA Gianni Infantino berjabat tangan dengan Ketua PSSI Mochamad Iriawan pada Selasa, 18 Oktober 2022 (sumber: republika.co.id)
Presiden FIFA Gianni Infantino berjabat tangan dengan Ketua PSSI Mochamad Iriawan pada Selasa, 18 Oktober 2022 (sumber: republika.co.id)

Kehadiran FIFA sebagai salah satu non-governmental organization terbesar di dunia sempat memberikan harapan bahwa penyelesaian masalah ini akan terealisasikan dengan cepat. 

Akan tetapi masyarakat lupa bahwa FIFA juga tak ubahnya seperti PSSI, dilanda isu korupsi dan permasalahan transparansi dan akuntanbilitas. Meskipun bergerak sebagai civil society, FIFA juga memiliki konflik kepentingan dan bias agenda politik di dalamnya. 

Pelaksanaan fun football match oleh instansi yang bersangkutan selepas tragedi membuktikan minimnya aksesi kemanusiaan dalam agenda FIFA di Indonesia. FIFA sendiri tidak memberikan pernyataan ataupun sikap tegas terhadap PSSI terkait peristiwa ini. 

Memang FIFA bukan satu-satunya NGO di bidang olahraga sepak bola, karena terdapat organisasi seperti CONIFA yang mencakup anggota sepakbola dari non negara. 

Namun, FIFA memiliki kedudukan legalitas yang lebih tinggi dan memiliki porsi kepentingan yang lebih besar dibandingkan CONIFA yang minim atensi internasional. Maka sudah selayaknya sebagai institusi yang paling berwenang terhadap kejadian ini, FIFA melalui PSSI memiliki tanggungjawab tertinggi dalam menyelesaikan pelanggaran kemanusiaan ini.

Tragedi Kanjuruhan; Bukti Nyata Kelalaian Pihak Berwenang

Konsep human security sebagai inti utama dari keamanan internasional telah diformulasikan dalam Human Development Report 1994 oleh United Nations Development Programme (UNDP). 

Basis dari human security ialah melindungi manusia untuk mendapatkan hak mereka dan dari apa yang ditakutinya. Keamanan personal, menjadi salah satu bagian essensial dari human security, dimana manusia memerlukan perlindungan terhadap keamanan diri mereka masing-masing. Suporter, sebagai manusia memiliki hak untuk mendapatkan apa yang didapatkan dari penyelenggaraan liga, dan terlindungi dari ancaman mortalitas selama acara masih berlangsung. 

Dan setelah tragedi Kanjuruhan terjadi, suporter juga berhak mendapatkan penyelesaian hukum yang adil dan sesuai.Pada akhirnya, lambatnya penanganan kasus ini sebagai akibat pengaruh non-teknis telah merugikan para korban.

Pendukung Borussia Dortmund menyerukan dukungan pada investigasi tragedi Kanjuruhan (sumber: Okezone Bola)
Pendukung Borussia Dortmund menyerukan dukungan pada investigasi tragedi Kanjuruhan (sumber: Okezone Bola)

Ketidaktegasan negara dalam menangani masalah ini dikarenakan adanya konflik kepentingan di dalamnya. Sepakbola, sebagai olahraga paling bernilai ekonomi di dunia menyebabkan para pelaku industri sepakbola sebagai kelompok kepentingan dan diperhitungkan dalam dinamika politik. 

Kasus penunjukan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 dan pembekuan RFS dari Russia imbas Perang Ukraina-Russia, menjadi bukti bahwa sepakbola telah turut serta menjadi bagian dari alat diplomasi. 

Sepak bola turut serta menjadi nation branding, dan memberikan efek yang tidak sedikit dalam perekonomian nasional. Maka dari itu, pemerintah Indonesia tidak bisa gegabah memberikan keputusan sepihak, karena ada aspek politik yang berputar permasalahan ini.

Apa yang dilakukan pemerintah saat ini, adalah bekerjasama dengan FIFA untuk melakukan mitigasi dan mengevaluasi pengamanan stadion sebagai persiapan dari event akbar terdekat, yakni penyelenggaraan U-20 World Cup 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun