Adanya kontradiksi bahwa dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations Pasal 19 b menyebutkan “keharusan pengamanan tidak menggunakan tear gas” memberi indikasi bahwa adanya ketidaksinambungan antara PSSI dengan pihak kepolisian selaku instansi keamanan. Pihak kepolisian bertindak sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Fakta bahwa PSSI juga memiliki peraturan tersendiri yang berpedoman pada FIFA, yakni Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI Tahun 2021 menunjukan adanya nirkoordinasi antara PSSI dengan instansi pemerintah. Dan sebagai hasilnya, kembali masyarakat sipil yang menjadi korban.
FIFA dan PSSI, bukan institusi non pemerintah biasa
Bila melihat hierarki lembaga sepakbola di suatu negara, maka asosiasi sepak bola nasional menjadi pemegang otoritas tertinggi di negara tersebut, dengan mengaplikasikan standar yang telah dilakukan FIFA sebagai induk otoritas sepakbola di dunia.
PSSI, sebagai organisasi non pemerintah yang merepresentasikan tiap-tiap negara di dalam keanggotaan FIFA - dalam hal ini Indonesia – secara penuh menguasai regulasi dan mengatur bagaimana kompetisi sepak bola di Indonesia.
PSSI menjadi perpanjangan tangan dari FIFA dan berkolaborasi dengan pihak pemerintah dalam bertanggungjawab menyelenggarakan olahraga sepak bola sebagai entertainment sekaligus bussiness.
Sementara di lingkup kontinental, terdapat Asian Football Confederation (AFC) dan ASEAN Football Federation (AFF). Yang menarik dari AFF, ialah tidak memiliki hubungan dengan organisasi ASEAN.
AFF hanya bertindak sebagai regulator kompetisi tim nasional dari negara-negara Asia Tenggara dan Australia di semua kelompok umur. Dengan kata lain, regulasi utama penyelenggaraan kompetisi sepak bola dibuat langsung oleh FIFA sebagai standar acuan bagi negara-negara anggotanya.
Peristiwa ini memang tercatat sebagai peristiwa bencana non alam nasional. Namun dengan mempertimbangkan keterlibatan dan bagaimana penanganannya berlanjut hingga sekarang, dapat dikatakan peristiwa ini bisa dikategorikan sebagai tragedi HAM.
Bagaimana pemerintah terkesan kurang sigap menangani kasus ini membuktikan rumitnya hubungan antara pemerintahan negara dengan institusi sepak bola nasional. Statuta FIFA sebagai hukum transnasional membuat kedaulatan negara di bidang olahraga sepak bola menjadi tersisihkan.
Dalam Statuta FIFA Pasal 13 dan 17, FIFA mewajibkan negara anggota untuk menjaga integritas dan otonomi FIFA dari intervensi pihak ketiga. Jika terdapat intervensi maka FIFA sama sekali tidak mengakui aktivitas asosiasi sepakbola negara yang melakukan intervensi.
Dan ini yang menguntungkan PSSI selaku yang dianggap paling bertanggungjawab dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola nasional. PSSI menjelma menjadi imperium in imperio, dimana presidensi FIFA memiliki wewenang lebih tinggi di PSSI dibanding pemerintah.