Mohon tunggu...
Ryandi Aditya
Ryandi Aditya Mohon Tunggu... Freelancer - Random Storyteller

Tertarik dengan budaya pop. Berfantasi di hyperasymmetry.tumblr.com .

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Gundala, Antara Resonansi dan Difraksi

8 September 2019   21:40 Diperbarui: 8 September 2019   22:33 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sancaka menangkap petir. (Tangkapan layar dari Trailer film Gundala)

Akan lebih terasa "gaungnya" jika mendekati akhir film, ditampilkan keberhasilan Sancaka lari mengejar mobil tersebut sekaligus menghapus traumanya.

Sancaka menangkap petir. (Tangkapan layar dari Trailer film Gundala)
Sancaka menangkap petir. (Tangkapan layar dari Trailer film Gundala)

Perlakuan Joko Anwar terhadap dua karakter katalis, Pak Agung dan Wulan, juga semestinya bisa lebih baik lagi. Keberadaan karakter katalis dimaksudkan untuk menantang sudut pandang karakter utama sehingga selanjutnya ia berubah atau tetap pada pendiriannya. 

Sepanjang cerita, keberadaan Pak Agung dan Wulan terkesan hanya sebagai produsen kata-kata. Kita tak pernah diajak untuk menyelami isi pikiran mereka. Keduanya tak pernah benar-benar terealisasi penuh sebagai karakter. 

Cukup mengherankan melihat Sancaka yang selama belasan tahun tertanam dalam pikirannya untuk tidak mencampuri urusan lain, sekonyong-konyong berubah setelah mendengar petuah dari Pak Agung. 

Tak ada tensi di antara mereka. Absennya argumen emosional membuat perubahan Sancaka terasa kurang organik. Bandingkan misalnya dengan adegan di awal film ketika terjadi perdebatan kecil antara Sancaka dan ayahnya mengenai pragmatisme. 

Ada baiknya Joko Anwar menyelipkan adegan dari sudut pandang Pak Agung, misalnya potensi dan keistimewaan apa yang ia lihat dalam diri Sancaka. Dengan demikian, saat mendekati akhir film, penonton tak lagi bertanya-tanya, "Dari mana Pak Agung tahu kekuatan itu sebenarnya ada dalam diri Sancaka?" 

Begitu pula dengan Wulan. Perlu disajikan alasan naratif mengapa ia menunda cukup lama untuk mengabarkan informasi penting pada Sancaka. Sebelumnya, tak pernah sekali pun ditampilkan dilema yang harus dihadapinya. 

Saat pertama kali diperkenalkan, Wulan adalah perempuan muda yang mandiri, berani, dan peduli. Ia aktif memperjuangkan hak-hak pedagang pasar walau terus mendapat ancaman dari para preman. 

Wulan yang memicu Sancaka untuk mulai berani bertindak. Namun, saat memasuki babak ketiga, peran Wulan pun terpinggirkan. Joko terkesan kebingungan harus bagaimana lagi mengintegrasikan Wulan ke dalam cerita. Tak pernah lagi Wulan terlihat mendampingi para pedagang yang telah kehilangan tempat berjualan. 

Di salah satu adegan, Wulan mengatakan pada Sancaka jika ia dan Pak Agung sering berbincang mengenai dirinya. Patut disayangkan, Joko Anwar lebih memilih untuk menyertakan dialog ini dibanding obrolan antara Wulan dan Pak Agung itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun