Mohon tunggu...
Ryandi Aditya
Ryandi Aditya Mohon Tunggu... Freelancer - Random Storyteller

Tertarik dengan budaya pop. Berfantasi di hyperasymmetry.tumblr.com .

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Gundala, Antara Resonansi dan Difraksi

8 September 2019   21:40 Diperbarui: 8 September 2019   22:33 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan penanganan karakter seperti ini, wajar jika muncul persepsi bahwa Sancaka semata-mata menjalankan tugasnya karena terpaksa, bukan karena dorongan hati nurani. 

Penceritaan yang lebih fungsional dan propulsif akan mengakhiri tarik ulur semacam ini sebelum babak penutup dimulai. Jika saja Sancaka dibuat lebih proaktif, tentu ia akan berusaha menemukan alternatif lain menghadapi ancaman saat ia kesulitan mengeluarkan kemampuan supernya di musim kemarau. 

Transformasinya pun akan terasa lengkap dari seorang yang awalnya apatis, berubah menjadi reaktif, dan akhirnya menjadi proaktif. Sama seperti Sancaka, Luke Skywalker di 'Star Wars' (1977) pun masih dalam proses pencarian jati diri. 

Di film tersebut, Luke merupakan salah satu pilot yang ditugasi untuk menghancurkan Death Star dan belum menyadari jika nantinya ia akan menjadi seorang Jedi. 

Luke yang semula menolak ajakan Obi-Wan Kenobi ke Alderaan akhirnya berubah pikiran setelah paman dan bibinya terbunuh. Sejak mengambil keputusan tersebut, kehidupan Luke tak lagi sama. 

Seiring pergantian babak, pelaku cerita memang dituntut beradaptasi dengan situasi baru karena tak mungkin lagi kembali ke situasi sebelumnya.

Perubahan situasi yang harus dihadapi Sancaka di babak kedua sendiri ditampilkan dengan menarik oleh Joko Anwar. Setelah akhirnya memutuskan ikut campur urusan Wulan, kehidupan Sancaka pun berubah drastis. Ia harus dikeroyok preman dan tersambar petir. 

Di dalam mimpinya, ia melihat ayahnya tewas bersimbah darah, bayangan sesosok pria tua kekuatan jahat yang telah lama terkubur pun mendatanginya. 

Joko seakan mengingatkan penonton, kepedulian Sancaka bukan tak mungkin malah menggiringnya bernasib serupa seperti ayahnya. Namun, sayangnya Joko membuang kesempatan begitu saja untuk menjadikan pengalaman traumatis Sancaka tersebut sebagai penanda (foreshadowing). 

Menurut Carol Sansone di dalam bukunya 'Handbook of Methods in Social Psychology' (2003), penggunaan penanda berkaitan erat dengan fungsi psikologis (psychological functioning) positif sekaligus meningkatkan koherensi cerita. Dalam satu adegan kejar-kejaran, Sancaka terjatuh dari motor setelah pengendara mobil farmasi menembakkan peluru ke arahnya. 

Tanpa basa-basi, Joko memanfaatkan momen ini untuk memperkenalkan seorang adisatria perempuan. Di awal film, dua kali Sancaka kehilangan orang terdekatnya karena kegagalannya mengejar mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun