Mohon tunggu...
Ryandi Aditya
Ryandi Aditya Mohon Tunggu... Freelancer - Random Storyteller

Tertarik dengan budaya pop. Berfantasi di hyperasymmetry.tumblr.com .

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Gundala, Antara Resonansi dan Difraksi

8 September 2019   21:40 Diperbarui: 8 September 2019   22:33 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Joko Anwar tampak berusaha menyiasatinya dengan menjadikan Sancaka juga mengalami hal serupa setelah bagian daun telinganya diiris oleh anak jalanan dan preman pasar. 

Sayangnya, di film ini, Joko tetap mempertahankan nama julukan sang antagonis yang sebenarnya terdengar tidak etis. Padahal, untuk beberapa hal lain, ia terkesan berani mengobrak-abrik semesta cerita Gundala yang diciptakan Hasmi.

Idealnya, cara pandang yang kontras serta latar belakang yang paralel antara Sancaka dan Chaidar akan mampu menghadirkan konflik yang menarik di babak selanjutnya. 

Dari caranya diperkenalkan kepada penonton, sepertinya Chaidar memang dimaksudkan sebagai salah satu karakter katalis (influence character) bagi Sancaka. Namun, Joko Anwar tampak kesulitan mengatur pertemuan keduanya lebih awal. 

Seperti yang sudah menjadi kebiasaannya, sang sutradara malah terlihat asyik bermain dengan selubung misteri dan kejutan-kejutan acak. Di babak kedua, Joko mengalihkan perhatian penonton pada pencarian oknum pembakar pasar. 

Beberapa adegan muncul semata-mata untuk menyodorkan tanda tanya. Belokan-belokan yang dipersiapkannya tak pernah benar-benar membawa kita ke mana-mana.

Bandingkan misalnya dengan 'Pintu Terlarang' (2009) yang menjadi salah satu karya terbaik Joko Anwar. Jalan yang kita lewati menuju pengungkapan mengejutkan di akhir film tersebut telah terbangun rapi sedari awal. 

Sisipan misteri memang mampu menghadirkan atmosfer yang menarik, tapi terkadang apa yang lebih dibutuhkan dari sebuah adegan adalah makna dan kejelasan. 

Alhasil, keberadaan Chaidar Subandi tidak memiliki peran signifikan terhadap perubahan paradigma Sancaka. Mereka berdua bisa dikatakan terlambat mengetahui keberadaan masing-masing. 

Sancaka baru mengetahui keberadaan lawannya tersebut dari penuturan Pak Agung (Pritt Timothy) dan Ridwan Bahri di babak ketiga. Jika saja ia lebih awal mengetahui keberadaan Chaidar dan menjadi saksi kekejamannya, tentu hal tersebut akan mendorong dirinya menjadi lebih proaktif dan berpendirian di babak penutup. 

Di sepertiga akhir film, Sancaka yang telah menjadi inspirasi banyak orang masih juga belum mantap menentukan sikap. Masih tebersit di pikirannya untuk pindah ke kota lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun