Mohon tunggu...
Rian Diaz
Rian Diaz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menulis banyak, membaca juga banyak

Pegiat teater dan menulis fiksi, pelajar etnografi dan pemerhati masalah-masalah bangsa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Ranty Merindukan Sofyan

9 September 2023   14:06 Diperbarui: 9 September 2023   14:14 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar perempuan yang sedang menunggu, diambil dari freepik

Ranty menyelonjorkan kaki di atas meja, tangannya berkutat dengan  HP, mencari apa yang dia suka ataupun sekadar menghabiskan beberapa detik waktu dengan percuma. Sementara pikirannya terombang-ambing entah ke mana.

Dia belum mandi, sementara matahari hendak bersejajar dengan kepala orang-orang yang berlalu --lalang di luar rumah. Nampak dia tidak berniat  untuk melakukan apa-apa hari ini. Bahkan untuk pergi ke halaman rumah.

Di meja, di sebelah kakinya tergeletak gelas energen semalam, sebuah vas bunga, dan majalah sepatu.

Dia memiringkan kepala dan memijatnya pelan. Terlihat jelas lebam di bawa matanya karena kurang tidur. Rambut lurusnya acak-acakan. Tidak secantik biasanya.

***.

Lima tahun yang lalu, tepat di tempat Ranti duduk sekarang, dia dengan berat hati  merestui Sofyan, sang suami untuk pergi merantau.

Seperti kebanyakan orang dari kampungnya, Sofyan membulatkan hati untuk mencari hidup di Malaysia. Di mata orang-orang kampung, Malaysia adalah tujuan mengubah nasib untuk lebih baik. Sofyan hanyalah salah satu dari sekian banyak orang yang memilih Malaysia sebagai tujuan hidup yang lebih baik.

Telah berpuluh-puluh tahun yang lalu orang-orang di desa Ranty bahkan dari desa lain telah berpindah ke Malaysia. Berkat banyak cerita sukses, setiap waktu semakin banyak orang terpengaruh untuk datang ke Malaysia. Meskipun pekerjaan di sana sama dengan pekerjaan yang mereka di desa, seperti bertani dan beternak.  Sampai sekarang jumlah perantau Malaysia semakin bertambah.

Tahun ini, tahun kelima Sofyan meninggalkan Ranty untuk menjadi TKI di Malaysia.

Yang disesakkan Ranty akhir-akhir ini bukanlah kehilangan kabar atau sikap Sofyan padanya berubah karena perempuan India atau gadis Malaysia anak dari bosnya telah membuatnya berpaling.  

Sofyan tidak pernah absen mengirimkan uang, Sofyan dan Ranty juga saling memberi kabar, singkatnya tidak ada masalah rumah tangga yang berarti dalam rumah tangga mereka.

Mungkin beberapa cemburu kecil juga sering menyelimuti. Ihwal Ranty yang cantik sering digoda lelaki di desa juga adalah hal yang biasa. Ajakan untuk berselingkuh seringkali datang, tetapi tak terbersit sedikitpun keinginan untuk menghianati Sofyan.

Sofyan mencintai Ranty. Begitu pula Ranty mencintai Sofyan.

Uang bulanannya yang dikirim oleh Sofyan dikelola Ranty dengan baik. Ranty membangun rumah sederhana dan membuka usaha kios di kampung. Ukuran kesuksesan dari merantau adalah perubahan apa yang didapati di kampung, Itulah yang terlihat di mata orang desa. Meskipun ada-ada saja orang yang kehilangan kabar setelah merantau dan banyak juga musababnya.

Sudah beberapa bulan ini, hati Ranty dirundung perasaan cemas. Kabar kematian TKI dengan kehilangan organ tubuh sedang ramai menghantui orang desa. Minggu lalu jazad seorang pria  desa tetangga di kirim pulang dari Malaysia. Sebulan yang lalu hal yang sama menimpah seorang gadis yang baru saja pergi merantau. Disinyalir anak gadis ini, korban dari jaringan perdagangan manusia. Suatu ironi yang sedang dinikmati hari --hari ini.

Dari sejumlah kasus yang belakangan terjadi, Ranty hanya memikirkan keadaan Sofyan di sana. Ia hanya memikirkan agar Sofyan terhindar dari segala macam hal buruk yang sedang menghantui orang-orang kampung akhir-akhir ini.

Kali ini merupakan kali dua, Ranty dirundung perasaan cemas kepada Sofyan.  Kali pertamanya adalah ketika pandemi Covid 19 melanda. Saat itu Sofyan yang sudah ingin pulang terpaksa harus mengurungkan niatnya karena pemerintah Malaysia memutuskan untuk menutup seluruh akses transportasi. 

Di Indonesia, Pemerintah membuat peraturan jarak sosial. Desa mulai membangun satgas penanganan Covid 19 atau Corona itu. Di mana-mana di pintu masuk, dibangun portal untuk berjaga-jaga dari virusnya katanya mematikan kala itu.

Banyak warga menolak kedatangan. Hal itu hampir menciptakan kekacauan. Orang --orang yang terlanjur pulang pun di karantina, ada juga yang ditolak oleh desa dan keluarga. Di media sosial orang ramai-ramai mengecam kepulangan.

Ranty yang menginginkan pertemuan setelah tiga tahun berpisah pun tidak bisa melakukan apa-apa, dia hanya berpasrah saja pada keadaan.  

Hari itu, seperti hari-hari biasanya di tengah pandemi, Ranty menyesali kepergian Sofyan. Ia menangis. Ia tak pernah bisa tidur dengan baik. Semua berita yang tersebar di media sosial dan percakapan warga desa diam-diam memantik rasa takut dan cemas dalam di dirinya setiap hari.

Orang-orang bebas mengutuk dan membicarakan itu di mana saja. Bahkan di hadapan Ranty di depan kiosnya. Ia pun diam, namun segera setelah itu pipinya berlinang air mata ketika mereka pergi, ketika suara-suara tentang kisah pelik itu sayup-sayup menghilang dari gendang telinga Ranty.

Ranty tahu, cerita tentang rindunya pada Sofyan bukan hal yang penting untuk dibicarakan pada siapa pun.  

Ranty hanya ingin melepas rindu dengan cara yang biasa. Ia hanya ingin pergi ke pelabuhan, berdiri di sana sambil harap -harap cemas menanti Sofyan turun dari tangga kapal. Berlari ke arah suaminya kemudian memeluknya erat. Membiarkan Sofyan mengecup keningnya, Membiarkan orang-orang sekitar tahu, rindu mereka yang pernah memulai di dermaga itu juga terurai di sana.

Dia tidak menginginkan Sofyan bernasib serupa dengan TKI yang baru saja terjadi. Ataupun pada mereka lain yang kelak menjadi korban dari masalah besar ini. Atau pun entah kapan orang-orang akan berhenti menjadikan Malaysia sebagai tujuan untuk mengubah nasib karena negara ini telah memberi kesempatan yang lebih baik.

Ia hanya bingung sampai kapan oang-orang desa akan bergantung pada Malaysia untuk mengubah nasib menjadi lebih baik.

Karena itu, dia tak pernah meminta Sofyan pulang. Ia juga tak mau memikirkan bahwa mungkin seseorang wanita di Malaysia, mulai begitu peduli pada Sofyan atau Sofyan mulai begitu perhatian pada seorang wanita di sana. Meski bayangan itu seringkali terlintas, Ranty selalu tegas mengacuhkanya.

***

Ranty mematikan televisi, merapikan majalah itu kemudian bangun dari tempat duduknya membawa juga gelas itu.

Dia masuk ke dalam kamar setelah beberapa saat berjalan keluar, membuka pintu rumah dan membuka kios. Wajahnya cantik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun