Ranty menyelonjorkan kaki di atas meja, tangannya berkutat dengan  HP, mencari apa yang dia suka ataupun sekadar menghabiskan beberapa detik waktu dengan percuma. Sementara pikirannya terombang-ambing entah ke mana.
Dia belum mandi, sementara matahari hendak bersejajar dengan kepala orang-orang yang berlalu --lalang di luar rumah. Nampak dia tidak berniat  untuk melakukan apa-apa hari ini. Bahkan untuk pergi ke halaman rumah.
Di meja, di sebelah kakinya tergeletak gelas energen semalam, sebuah vas bunga, dan majalah sepatu.
Dia memiringkan kepala dan memijatnya pelan. Terlihat jelas lebam di bawa matanya karena kurang tidur. Rambut lurusnya acak-acakan. Tidak secantik biasanya.
***.
Lima tahun yang lalu, tepat di tempat Ranti duduk sekarang, dia dengan berat hati  merestui Sofyan, sang suami untuk pergi merantau.
Seperti kebanyakan orang dari kampungnya, Sofyan membulatkan hati untuk mencari hidup di Malaysia. Di mata orang-orang kampung, Malaysia adalah tujuan mengubah nasib untuk lebih baik. Sofyan hanyalah salah satu dari sekian banyak orang yang memilih Malaysia sebagai tujuan hidup yang lebih baik.
Telah berpuluh-puluh tahun yang lalu orang-orang di desa Ranty bahkan dari desa lain telah berpindah ke Malaysia. Berkat banyak cerita sukses, setiap waktu semakin banyak orang terpengaruh untuk datang ke Malaysia. Meskipun pekerjaan di sana sama dengan pekerjaan yang mereka di desa, seperti bertani dan beternak. Â Sampai sekarang jumlah perantau Malaysia semakin bertambah.
Tahun ini, tahun kelima Sofyan meninggalkan Ranty untuk menjadi TKI di Malaysia.
Yang disesakkan Ranty akhir-akhir ini bukanlah kehilangan kabar atau sikap Sofyan padanya berubah karena perempuan India atau gadis Malaysia anak dari bosnya telah membuatnya berpaling. Â
Sofyan tidak pernah absen mengirimkan uang, Sofyan dan Ranty juga saling memberi kabar, singkatnya tidak ada masalah rumah tangga yang berarti dalam rumah tangga mereka.