Ranty tahu, cerita tentang rindunya pada Sofyan bukan hal yang penting untuk dibicarakan pada siapa pun. Â
Ranty hanya ingin melepas rindu dengan cara yang biasa. Ia hanya ingin pergi ke pelabuhan, berdiri di sana sambil harap -harap cemas menanti Sofyan turun dari tangga kapal. Berlari ke arah suaminya kemudian memeluknya erat. Membiarkan Sofyan mengecup keningnya, Membiarkan orang-orang sekitar tahu, rindu mereka yang pernah memulai di dermaga itu juga terurai di sana.
Dia tidak menginginkan Sofyan bernasib serupa dengan TKI yang baru saja terjadi. Ataupun pada mereka lain yang kelak menjadi korban dari masalah besar ini. Atau pun entah kapan orang-orang akan berhenti menjadikan Malaysia sebagai tujuan untuk mengubah nasib karena negara ini telah memberi kesempatan yang lebih baik.
Ia hanya bingung sampai kapan oang-orang desa akan bergantung pada Malaysia untuk mengubah nasib menjadi lebih baik.
Karena itu, dia tak pernah meminta Sofyan pulang. Ia juga tak mau memikirkan bahwa mungkin seseorang wanita di Malaysia, mulai begitu peduli pada Sofyan atau Sofyan mulai begitu perhatian pada seorang wanita di sana. Meski bayangan itu seringkali terlintas, Ranty selalu tegas mengacuhkanya.
***
Ranty mematikan televisi, merapikan majalah itu kemudian bangun dari tempat duduknya membawa juga gelas itu.
Dia masuk ke dalam kamar setelah beberapa saat berjalan keluar, membuka pintu rumah dan membuka kios. Wajahnya cantik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H