Si laki-laki remaja masih menunjukkan superioritasnya. Congkak. Ia buka jaket yang sobek. Ah tidak. Darah membasah. Memerahkan kaos putih yang ia kenakan.
"Mas... Mas... Luka itu mas. Cepat segera ke puskesmas terdekat. Harus cepat ditangani itu." Kak Dewi dengan pengalaman digimon-nya memberi saran.
"Ah enggak apa-apa kok," begitu kata si remaja laki-laki sembari senyum-senyum jumawa. Tampak ia sedang akting pada ketiga temannya, kalau dia kuat. Dia malah mengambil ponsel pintarnya. Swafoto punggungnya yang berdarah. Atau mungkin live IG. Ah kidz zaman now!
Melihat kawannya yang khawatir, ia buka kaosnya. Ya Tuhan! Dari kejauhan saya melihat punggung kanannya bukan hanya sobek. Lukanya dalam. Gigitan monyet besar tadi mengakibatkan luka serius padanya. Saya langsung terbayang cerita Kak Dewi. Tentang efek dari digimon. Rabies.
Petugas medis taman wisata datang menolong. Si remaja laki-laki masih akting congkak. Ia tidak menerima satupun saran-saran orang di sekelilingnya untuk segera ditangani secara medis. Ah mungkin ia congkak permanen.
Sambil geleng-geleng kepala kami tinggalkan dia.
Dalam perjalanan, sontak kami teringat.
"Wah gimana kabarnya mas mas yang digimon tadi ya?"
"Semoga dia tidak apa-apa ya."
Waktu beranjak sore. Menuju malam. Matahari bergegas merapikan lapaknya, bertukar shift dengan Bulan. Mobil kami melaju menembus sejuknya Tawangmangu. Menuju pemberhentian selanjutnya.
*Sudah pernah diterbitkan di www.syakurian.wordpress.com