Digimon? Digital Monster? Oh bukan. Bukan itu maksudnya. Digimon di sini bukan berarti makhluk digital kreasi Akiyoshi Hongo. Namun, artinya Digigit Monyet. Jeng jeng jeng.
Siapa yang pernah berwisata ke Mandala Wisata Wenara Wana atau Hutan Monyet Ubud (Ubud Monkey Forest)? Kalau ke Talaga Warna di Puncak, Jawa Barat? Gimana kalau Taman Wisata Alam Grojogan Sewu di Tamangmangu, Kab. Karanganyar? Nah, itu adalah salah 3 dari banyak lokasi wisata alam ajib di Indonesia yang juga merupakan habitat dari saudara lama kita. Monyet. Jadi, sambil jalan-jalan bisa deh sekalian menjenguk kerabat yang super lincah itu.
Saya sudah pernah sowanke tiga tempat tersebut. Belum lama ini main ke Taman Wisata Alam Grojogan Sewu, bersama dua orang kawan kantor Kak Heny dan Kak Dewi. Taman Wisata ini rumahnya monyet buntut panjang (Macaca fascicularis). Salah satu species primata yang terkenal usil dan cerdas.
Baru saja kami membuka pintu mobil, semilir angin nan sejuk menyapa. Kami langsung jawab dengan senyum pepsodent. Sapaan kedua datang dari monyet penghuni taman wisata ini. Tampak tiga monyet batita makan kacang hasil pemberian yang semena-mena dari pengunjung. Monyet-monyet lainnya bergelayutan di dahan pohon yang menjuntai sampai ke parkiran. Kita parkir persis di depan pintu masuk.
Jujur saya sih sama sekali tidak takut wisata saya terganggu dengan keberadaan monyet-monyet di taman wisata, taman konservasi, dll. Memang tempat mereka ya di sana. Malah kita yang seharusnya tidak mengganggu mereka. Kudu mengucap salam kebatinan dulu lah kalau ke sana.
Saya justru tertarik memperhatikan tingkahnya yang lincah berloncatan pindah-pindah dahan. Berkejaran antar sesamanya. Bahkan saya pernah melihat mereka saling mencari kutu. Berbagi makanan. Menggendong bayinya. Oh my god, so sweet!
Kemudian masuklah manusia, si monster perusak alam. Kita kita ini yang merasa lebih beradab dari monyet malah mengusik keberadaan mereka di rumah mereka sendiri. Ingat, rumah mereka. Ketika kita main ke hutan, taman konservasi alam atau apapun namanya, kita adalah tamu bagi penghuni alam di sana. Salah satunya monyet. Tapi apa yang kita lakukan? Seolah mau menunjukkan rasa sayang, kita malah memberi kacang, buah-buahan, makanan bermecin tinggi atau apalah apalah ke mereka. Bagi saya ini justru merendahkan naluri monyet untuk mencari makan di rumahnya sendiri.
Kebiasaan buruk kita ngasih makanan ke monyet ini tentunya ada akibatnya. Monyet-monyet di habitatnya yang terbiasa dikasih makanan oleh manusia, pasti akan minta lagi. Makanya, sekali kita sudah melempar kacang ke mereka, ia akan balik lagi untuk minta makanan selanjutnya. Sangat logis. Kemudian, kita malah enggak terima. Monyet-monyet itu malah kita usir dengan kasar. Malah tak jarang dengan cara kekerasan.
Digigit Monyet
Selama perjalanan menapaki anak tangga menuju air terjun, lagi-lagi kami disapa oleh kawanan monyet buntut panjang. Mereka saling bercengkerama dalam damai. Melihat monyet yang berjarak sangat dekat dengan kami, Kak Dewi merasa ketakutan. Ingatannya terbang mundur pada peristiwa puluhan tahun lalu, saat ia masih kecil. Kakinya pernah digigit monyet (digimon) tetangganya. Ia segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Kini, bekas jahitan di kaki menjadi penanda, ia punya kenangan yang tak asyik dengan monyet.
Ya, obrolan tentang digimon ini jadi trending topic bagi kami bertiga. Masih berlanjut saat kami makan siang di kedai tak jauh dari air terjun.