Mohon tunggu...
Ryan A. Syakur
Ryan A. Syakur Mohon Tunggu... Pekerja Sosial -

Seorang lelaki penyesap kopi pahit

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Digimon

20 Maret 2018   21:02 Diperbarui: 20 Maret 2018   22:05 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Agak ke atas sini Mbak Mas, biar tidak didatangi monyet," begitu kata ibu penjaga kedai.

Karena ternyata di atap kedai pun ada banyak monyet. Mungkin lagi rapat paripurna. Enggak mau kalah dong sama Dewan di Senayan sana.

"Digigit monyet itu ngeri lho. Harus segera ditangani. Kalau enggak bisa rabies." Itu kira-kira ucapan Kak Dewi seinget saya. Setelah saya googling -kena virus milenial nih, dikit dikit tanya mbah google - ternyata benar lho digigit monyet itu berpotensi rabies, yang bisa menyebabkan kematian jika tidak dengan cepat ditangani secara medis. Selain rabies, juga berpotensi terjangkit Tuberculosis (TBC) dan Herpes B-Virus.

Obrolan kami tiba tiba terhenti. Pandangan kami terfokus pada tujuan yang sama. Lesehan warung sebelah. Empat orang remaja; dua laki-laki dan dua perempuan lagi kongkow. Seorang remaja melemparkan kacang ke sekawanan monyet. Langsung disambut dan dimakan seketika. Namanya juga monyet.

"Aduh nih orang nyari masalah. Orang yang kayak begini nih belum siap piknik," ucap saya.

Selang lima menit, tiga ekor monyet remaja menghampiri. Mungkin dikiranya mau ikutan kongkow sesama remaja. Ya enggak lah. Monyet-monyet ini minta makanan lagi. Tapi, satu orang laki-laki remaja langsung menghalaunya. Ia acungkan kayu yang ditunjukkan ke sekawanan monyet. Sesekali ia pukul-pukul ke tanah.

"Mas mas... udah udah... Jangan dipukul gitu. Nanti malah ngelawan tuh monyetnya." Kak Heny dan Kak Dewi bersahutan teriak menasihati.

Nasihat itu melayang tinggi ditiup angin Tawangmangu. Si remaja makin serius memukulkan kayu ke tanah. Bahkan saya pikir dia akan tidak segan untuk memukul monyet-monyet yang mendekat.

"Subur... Liat muka saya... Saya tidak takut." Berasa seperti lakon Aria Wiguna vs Eyang Subur, si laki-laki remaja itu makin menunjukkan superioritasnya sebagai manusia. Bukannya takut, monyet-monyet ini malah makin agresif. Naluri melindungi dirinya muncul.

Si laki-laki remaja lengah. Dari belakang yang entah saya juga bingung dari mana asalnya. Tiba-tiba muncul sosok monyet besar. Ia menyerang si laki-laki remaja seketika. Melampiaskan amarahnya. Si remaja meski agak terlambat, langsung otomatis melempar monyet ke arah depan. Sang monyet yang terbanting, masih menyimpan amarah. Si laki-laki remaja sontak menghampirinya setengah mengejar. Kawan-kawannya menahan. Memegang lengannya. Pengunjung di sekitar berlarian mendekat.

Mata saya tertuju pada jaket si laki-laki remaja yang sobek. "Mungkin dicakar itu. Atau malah digigit ya," ucap saya pada Kak Dewi dan Kak Heny.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun