Mohon tunggu...
Ahmad Muhtar Wiratama
Ahmad Muhtar Wiratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Masyarakat dan Penulis Amatir dari Rawamangun

Menulis untuk senang-senang... Instagram: @amw.1408

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Emang Boleh, Pemprov DKI Se-Nggak Niat Itu Ngejalanin Musrenbang?

25 Januari 2024   06:42 Diperbarui: 25 Januari 2024   09:21 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Musrenbang atau musyawarah rencana pembangunan adalah agenda awal tahun yang selalu dinantikan oleh pengurus RT/RW di Jakarta. 

Sesuai namanya, melalui program musrenbang pengurus RT/RW sebagai tokoh-tokoh masyarakat setempat akan melakukan musyawarah dalam bentuk rembuk warga demi menentukan program-program pembangunan apa saja yang nantinya akan mereka ajukan untuk direalisasikan oleh pemerintah. 

Pemprov DKI sendiri selaku penyelenggara memfasilitasi program musrenbang dengan memberikan pilihan-pilihan program pembangunan yang bisa dipilih oleh pengurus RT/RW, serta menunjuk seorang pendamping rembuk untuk setiap RW yang bertugas membantu pengurus RW melakukan pendataan program-program yang akan diajukan tersebut.

Musrenbang memang bukannya tanpa masalah. Selama ini keluhan utama dari pengurus RT/RW terhadap musrenbang adalah lambannya Pemprov DKI merealisasikan usulan program-program yang sebenarnya sudah disetujui. 

Di RW 12 Rawamangun misalnya, dalam lima tahun terakhir dari total 34 program yang diusulkan dan telah disetujui, hanya 12 di antaranya yang sudah direalisasikan atau sedikit lebih bagus dari sepertiganya. Itu pun setelah melalui perjuangan berat para pengurus lingkungan yang bolak-balik mengirimkan proposal dan mengingatkan kepada sudin-sudin terkait.

Di tengah catatan tersebut, musrenbang selama ini masih dianggap menjadi secercah harapan bagi pengurus RT/RW di Jakarta. 

Pasalnya, musrenbang berperan sebagai jembatan penghubung antara kebutuhan aktual masyarakat di lingkungan dengan kewajiban Pemprov DKI dalam mewujudkan pembangunan itu sendiri. 

Selain itu, sifat penentuan program musrenbang yang dilakukan melalui rembuk warga memiliki nilai gotong royong dan merupakan pengejawantahan murni dari sila ke-4 Pancasila. 

Mengenai realisasinya yang lamban juga sebenarnya masih bisa dimaklumi mengingat banyaknya program yang diusulkan kendati sebenarnya Pemprov DKI bisa melakukan manajemen hal ini dengan lebih baik. Mau bagaimana lagi, para pengurus RT/RW memang adalah golongan orang-orang yang pemaaf.

Walaupun begitu, dua penyelenggaraan musrenbang terakhir mencatatkan kemunduran yang agak lebih luar biasa dari biasanya. Pertama, dalam hal pilihan program yang bisa diusulkan, Pemprov DKI tercatat melakukan pengurangan secara sistematis dan signifikan. 

Jika pada pelaksanaan musrenbang terakhir sebelum pandemi pada awal tahun 2020 masih ada 136 program yang disediakan oleh Pemprov DKI, angka ini berkurang drastis menjadi 38 program di tahun 2023, dan diturunkan lagi menjadi hanya 29 program pada penyelenggaraan terbaru di tahun 2024 ini.

Sebagai konsekuensinya, seluruh program terkait pelatihan keterampilan dan keahlian untuk mengurangi angka pengangguran masyarakat sudah dihapus sama sekali dari musrenbang. 

Hal ini termasuk pelatihan mengemudi, pelatihan bagi guru PAUD, pelatihan desain grafis, dan masih banyak lagi. Selain pelatihan, penghapusan juga banyak dilakukan untuk program pembangunan infrastruktur lalu lintas seperti pengecatan zebra cross dan marka jalan, pengadaan pagar pembatas jalan dengan sungai, pengadaan cermin dan rambu lalu lintas, serta masih banyak lagi. 

Semua program yang dihapuskan memiliki nilai kegunaan tinggi di lingkungan dan tentu saja semakin membatasi ruang gerak pengurus RT/RW dalam memenuhi kebutuhan warganya.

Kemunduran lain yang dilakukan oleh Pemprov DKI dalam giat musrenbang kali ini adalah mengurangi jumlah pendamping rembuk secara signifikan. 

Jika sebelumnya diterapkan kebijakan 1 pendamping untuk 1 RW, maka angka tersebut dipangkas menjadi hanya 1 pendamping untuk 5 RW pada tahun ini. 

Tentu saja hal ini akan meningkatkan beban kerja si pendamping yang kini harus melayani jauh lebih banyak lingkungan RW, sekaligus menyulitkan pengurus RT/RW itu sendiri untuk memberikan usulan karena harus menunggu si pendamping yang bekerja ke sana-ke mari. 

Berita yang bahkan lebih buruknya lagi, untuk mendukung kinerja pendamping rembuk sekarang yang tentu saja jauh lebih berat, pihak kelurahan masih meminta bantuan dari mantan-mantan pendamping rembuk setiap RW yang sebenarnya sudah tidak dipekerjakan lagi itu. Padahal, tanggung jawab mereka seharusnya sudah berhenti manakala sudah tidak bekerja lagi sebagai pendamping rembuk.

Heru Budi Hartono tidak hanya menyunat jumlah program dan jumlah pendamping. Dalam musrenbang kali ini, Pemprov DKI juga memangkas secara signifikan proses musrenbang itu sendiri. 

Pada pelaksanaan tahun ini sudah tidak dilakukan lagi pra-rembuk dan rembuk warga di tingkat RT/RW, melainkan langsung dimulai di tingkat kelurahan. 

Akibatnya, hilanglah nilai-nilai musyawarah di dalam lingkungan masyarakat untuk saling berdiskusi tentang masalah dan solusi di lingkungan mereka sendiri. 

Perkara ini sebenarnya bisa saja dibuat solusinya oleh pengurus RT/RW dengan mengadakan sendiri rembuk di wilayah mereka masing-masing. Masalahnya, karena tidak diagendakan secara resmi, maka tidak semua pengurus lingkungan yang akan sampai pada konklusi tersebut.

Sederet pengurangan ini sebenarnya masih bisa dimaklumi oleh pengurus RT/RW sekiranya Pemprov DKI memberikan argumen yang tepat untuk melakukannya. 

Kegiatan Pemilu yang dilakukan hampir bertepatan dengan musrenbang tahun ini tentu saja menjadi alasan utama. Besarnya sumber daya baik dana maupun manusia yang terserap ke pesta demokrasi dipakai sebagai tameng oleh Pemprov DKI terkait minus-minus pada musrenbang kali ini. 

Namun alasan tersebut malah semakin menunjukkan posisi Pemprov DKI yang seperti menyepelekan giat musrenbang. Terkait sumber daya uang yang dibutuhkan oleh Pemilu, tentu saja sudah ada posnya tersendiri yang tidak mengganggu anggaran daerah. 

Perihal sumber daya manusia? Rasanya tidak ada satupun pengurus RT/RW yang saya temui mengeluhkan tentang bertambahnya beban kerja mereka gara-gara Pemilu. Padahal, pengurus RT/RW adalah pemain-pemain utama dalam setiap giat musrenbang.

Pada akhirnya penyelenggaraan musrenbang tahun ini hanya membuktikan ketidakseriusan Pemprov DKI dalam mendengarkan aspirasi masyarakat. 

Di tengah banyaknya program pembangunan di ibu kota yang ditentukan oleh Pemprov DKI sendiri, pengurus RT/RW sebagai perwakilan langsung masyarakat tidak lagi dianggap sebagai elemen penting yang perlu diajak berembuk untuk menentukan arah pembangunan Jakarta. 

Sederet catatan merah terhadap penyelenggaraan musrenbang kali ini hanya membuat Pemprov DKI pimpinan PJ Heru Budi semakin berjarak dengan warganya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun