Sebagai konsekuensinya, seluruh program terkait pelatihan keterampilan dan keahlian untuk mengurangi angka pengangguran masyarakat sudah dihapus sama sekali dari musrenbang.Â
Hal ini termasuk pelatihan mengemudi, pelatihan bagi guru PAUD, pelatihan desain grafis, dan masih banyak lagi. Selain pelatihan, penghapusan juga banyak dilakukan untuk program pembangunan infrastruktur lalu lintas seperti pengecatan zebra cross dan marka jalan, pengadaan pagar pembatas jalan dengan sungai, pengadaan cermin dan rambu lalu lintas, serta masih banyak lagi.Â
Semua program yang dihapuskan memiliki nilai kegunaan tinggi di lingkungan dan tentu saja semakin membatasi ruang gerak pengurus RT/RW dalam memenuhi kebutuhan warganya.
Kemunduran lain yang dilakukan oleh Pemprov DKI dalam giat musrenbang kali ini adalah mengurangi jumlah pendamping rembuk secara signifikan.Â
Jika sebelumnya diterapkan kebijakan 1 pendamping untuk 1 RW, maka angka tersebut dipangkas menjadi hanya 1 pendamping untuk 5 RW pada tahun ini.Â
Tentu saja hal ini akan meningkatkan beban kerja si pendamping yang kini harus melayani jauh lebih banyak lingkungan RW, sekaligus menyulitkan pengurus RT/RW itu sendiri untuk memberikan usulan karena harus menunggu si pendamping yang bekerja ke sana-ke mari.Â
Berita yang bahkan lebih buruknya lagi, untuk mendukung kinerja pendamping rembuk sekarang yang tentu saja jauh lebih berat, pihak kelurahan masih meminta bantuan dari mantan-mantan pendamping rembuk setiap RW yang sebenarnya sudah tidak dipekerjakan lagi itu. Padahal, tanggung jawab mereka seharusnya sudah berhenti manakala sudah tidak bekerja lagi sebagai pendamping rembuk.
Heru Budi Hartono tidak hanya menyunat jumlah program dan jumlah pendamping. Dalam musrenbang kali ini, Pemprov DKI juga memangkas secara signifikan proses musrenbang itu sendiri.Â
Pada pelaksanaan tahun ini sudah tidak dilakukan lagi pra-rembuk dan rembuk warga di tingkat RT/RW, melainkan langsung dimulai di tingkat kelurahan.Â
Akibatnya, hilanglah nilai-nilai musyawarah di dalam lingkungan masyarakat untuk saling berdiskusi tentang masalah dan solusi di lingkungan mereka sendiri.Â
Perkara ini sebenarnya bisa saja dibuat solusinya oleh pengurus RT/RW dengan mengadakan sendiri rembuk di wilayah mereka masing-masing. Masalahnya, karena tidak diagendakan secara resmi, maka tidak semua pengurus lingkungan yang akan sampai pada konklusi tersebut.