Mohon tunggu...
R Wijaya
R Wijaya Mohon Tunggu... Petani - Founder Sekolah Petani Masa Depan GPA

Future Farner @GPA Katulampa Bogor

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Negeri untuk Siapa? Masukan untuk PPDB Sekolah Negeri yang Lebih Adil

6 Juli 2024   00:35 Diperbarui: 6 Juli 2024   02:07 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sekolah Negeri, Untuk Siapa?
Bagaimana Keadilan Sosial dan Keberpihakan Pada Yang Rajin bisa terwujud di PPDB

Kritik Saya untuk PPDB Jalur Zonasi.
Saya tidak menentang sistem ini, tetapi sistem ini harus diperbaiki, agar keadilan berlaku bagi mereka yang tinggal di daerah yang jauh dari sekolah Negeri. Kita semua tahu, bahwa sebaran sekolah Negeri tidak merata, kebanyakan ada di pusat- pusat kota dan area padat penduduk, sementara ada banyak orang juga tinggal dalam radius yang sangat jauh dari sekolah Negeri, khususnya SMP dan SMA/SMK. 

Apakah dengan mengukur jarak dari rumah ke sekolah itu adalah cara yang adil untuk memperlakukan semua anak negeri ketika kita memutuskan siapa yang boleh masuk sekolah negeri dan siapa yang tidak bisa ( karena kuota habis). Jika pemerintah belum mampu menyebarkan secara merata jumlah sekolah Negeri, maka pemerintah harus memiliki cara lain yang lebih adil dalam membagi kuota, misalnya satu SMP Negeri terdekat akan membagi kuota nya kepada sepuluh SD  di tiga kelurahan sekeliling SMP negeri itu, sehingga setiap SD negeri dan swasta dapat mendaftarkan  lulusan terbaiknya sebanyak yang diberikan oleh SMP Negeri tersebut.


Bisa juga, kuota dari satu sekolah Negeri terdekat dibagi Jumlah kelurahan terdekat, misalnya berapa banyak siswa dari setiap kelurahan yang mendaftar PPDB, maka kuota dibagi sesuai persentase.  kuota zonasi sekolah A dibagi menurut persentase pendaftar dari setiap kelurahan terdekat, misalnya dari 100 siswa kelurahan A yang mendaftar PPDB, terpilih 50 siswa dengan rapor terbaik bisa masuk di sekolah negeri itu. sehingga meskipun jarak nya jauh dari sekolah, setiap anak punya kesempatan yang sama untuk bisa masuk, asal dia memiliki nilai yang cukup baik. Jadi Zonasi tanpa mempertimbangkan pemerataan sekolah dan prestasi akan menjadi tidak adil bagi banyak anak2 kita yang tinggal jauh dari sekolah negeri.


Dalam kasus kami,
Kami tinggal di Bogor Timur, kecamatan ini membentang disisi kiri Jalan Pajajaran dan Jl. Raya Tajur dari arah terminal Baranangsiang sampai perbatasan Ciawi. Di kecamatan yang luas ini, hanya terdapat satu SMP Negeri dan satu SMA Negeri, itupun letaknya lebih dekat ke arah Baranangsiang.


Alhasil, banyak siswa SD dan SMP yang lulus jika berdomisili di Katulampa, Sidang rasa, atau Sindangsari, akan sulit bahkan mustahil lolos PPDB Zonasi. Itu dialami anak saya ketika lulus SD, dan ketika sekarang lulus SMP. Hanya mereka yang tinggal di kelurahan Baranangsiang yang akan mendominasi sekolah negeri yang ada di kecamatan ini lewat jalur Zonasi. 

Kejadian seperti ini pasti banyak terjadi diberbagai daerah lain, karena kita semua tahu, bahwa sebaran sekolah negeri tidak merata. Akan ada banyak orang yang mustahil masuk sekolah negeri, jika sistem Zonasi tidak mempertimbangkan aspek keadilan bagi yang jauh.

Kritik Saya Terhadap PPDB Jalur Prestasi Rapor

Baiklah, masih ada harapan, di PPDB ada jalur Prestasi. Mereka yang katanya berprestasi bisa masuk lewat jalur ini.


Jalur prestasi lewat piagam, lomba dan olahraga mungkin bukan opsi yang saya mau bahas, karena kita tahu tidak banyak anak dapat ikut memenangkan lomba di kota atau kabupaten mereka selama mereka menjadi siswa, tentu saja tidak akan banyak piagam dan piala yg bisa dijadikan alasan mereka diterima.


Anak saya mencoba mendaftar lewat lewat jalur prestasi rapor. Ampun,  Sekolah terdekat semacam SMA 3, SMA 7 dan SMA Ciawi rata - rata nilai yang masuk kuota adalah sekitar 90an


Waduh, anak saya dari SMP Katolik yang terkenal pelit nilai, tidak mudah mendapat nilai 80 apalagi 90. Dan katanya, guru memang ingin memberikan nilai yang sebenarnya pada murid ( Saya sih ok saja dengan idealisme seperti ini, bagus juga supaya anak-anak kita menghargai rapor sebagai hasil kerja keras mereka, bukan hadiah)

Yah, masalahnya, apakah semua sekolah punya parameter yang sama untuk menilai prestasi? Inilah kekurangan PPDB jalur prestasi, tidak ada parameter yang sama untuk menilai prestasi, Masing-masing sekolah menilai menurut kemauan sendiri, sehingga bisa jadi anak yang malas di sekolah satu bisa lebih bagus nilai rapornya dari anak yang rajin di sekolah lain. 

Ini merupakan  kelemahan dalam jalur prestasi PPDB, dengan tidak adanya acuan nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) atau Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang pernah berlaku. Jadi jika jalur prestasi dalam PPDB akan dilanjutkan, untuk memberikan rasa keadilan bagi siswa yang rajin belajar dan benar - benar berprestasi, kita tidak dapat begitu saja percaya pada rapor tiap sekolah.  

Tentu saja rapor sekolah sangat subyektif sesuai dengan penilaian guru masing-masing. Dengan PPDB menggunakan nilai rapor, maka tiap sekolah akan berupaya untuk memberikan nilai rapor yang setinggi mungkin agar siswanya bisa lolos PPDB.


Tentu ini adalah subyektivitas yang sangat jelas, setiap sekolah berupaya memenangkan nilai rapor tertinggi, karena ukurannya ada di sekolah itu sendiri.  Pemerintah perlu melakukan ujian yang bersifat sama, entah dalam skala nasional atau daerah. Yang  jelas parameter prestasi bukan diserahkan kepada rapor masing-masing sekolah.  
Jadi, adalah adil jika pemerintahlah yang melakukan ujian atas prestasi anak, bukan setiap sekolah, kalau nilai itu akan digunakan untuk bersaing merebut kursi sekolah negeri di jenjang berikutnya, agar keadilan berlaku, bahwa yang rajin, bekerja keras dan berprestasi lebih berhak masuk sekolah negeri daripada yang kurang rajin dan kurang berprestasi.

Hari ini, tanggal 5 Juli 2024, anak saya sudah tahu bahwa dengan nilai rata - rata 87, dan termasuk anak pandai di sekolah nya, dia tidak akan lolos jalur prestasi. Bahkan temannya yang masuk ketiga terbaik di sekolah nya, tidak masuk jalur prestasi ke sekolah Negeri.


Kami sudah menduga, bahwa dengan kondisi domisili yang jauh dari sekolah negeri dan juga bagaimana jalur prestasi terbanyak di ambil dari  prestasi rapor, yang nilainya itu dibuat oleh Masing-masing sekolah, dimana nilai 87 tidak cukup menjanjikan untuk bisa bersaing dengan sekolah lain yang nilai rapor nya bagus- bagus, bahwa akhirnya Sekolah Negeri bukan milik anak saya.


Tetapi dia tidak kecewa, karena sejak awal kami sudah meletakkan fondasi dan prinsip hidup, bahwa sekolah tidak memberikan kita masa depan. Sekolah dapat kita lakukan dimana saja, negeri, swasta, atau di rumah. Buat mereka yang beruntung, rajin belajar dan pandai, masa depan selalu ada.
Akhirnya, kami sepakat, sekolah negeri bukan bagi anak kami.


Dan kali ini, dia juga tidak akan masuk sekolah swasta seperti ketika dulu dia tidak lulus PPDB jalur zonasi ke SMP, tetapi sayalah yang akan menjadi gurunya, karena dia akan ikut  dalam program Home Schooling yang dikelola oleh teman-teman saya di Bandung dan berharap bahwa di akan bisa masuk salah satu universitas negeri terbaik di negeri ini, meskipun ijazahnya nanti hanyalah disetarakan dengan ijazah Paket C.


Saya akhiri tulisan ini, semoga bapak menteri pendidikan kita bisa mempertimbangkan solusi yang lebih adil dalam PPDB, dan setidaknya, semoga ini menjadi PR bagi menteri pendidikan berikutnya, agar ada PPDB Zonasi  yang lebih adil bagi semua dan PPDB jalur Prestasi yang lebih adil bagi anak- anak bangsa terbaik yang pandai dan rajin belajar.


Seharusnya, sekolah Negeri yang dibiayai oleh uang negara, untuk merekalah sekolah - sekolah negeri itu. Karena mereka adalah aset masa depan bangsa yang kepadanya kita harus berpihak sejak masa kecil mereka. Semoga PPDB kita di masa depan bisa menjadi alat seleksi investasi SDM terbaik bangsa kita.


Saya tulis artikel ini, tanpa bermaksud mengkritik Presiden atau menteri manapun, karena saya tahu bahwa tidak mudah untuk menjadi Presiden Republik Indonesia dan menjadi Menteri Pendidikan dimana ada 280 juta kepala penduduk negeri ini. Tetap semangat, maju Terus Indonesia, menuju Indonesia Emas 2045

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun